F O K U S

Nabi Daud Tentang Siapakah Kristus

Ia Adalah Seorang Nabi Dan Ia Telah   Melihat Ke Depan Dan Telah Berbicara Tentang Kebangkitan Mesias Oleh: Blogger Martin Simamora ...

0 Peristiwa-Peristiwa Politik Dunia Senantiasa Dalam Tangan Tuhan:

Oleh: Martin Simamora


Ketika Penghakiman Tuhan Atas Sebuah Bangsa atau Negara Beserta Penduduknya Lebih Berat Daripada Sodom & Gomora


Pada faktanya, Alkitab menunjukan bahwa aspek kehidupan politik beserta dinamikanya sejak semula telah sepenuhnya  berada didalam kendali kedaulatan Allah atas damai, stabilitas, isnstabilitas, lahirnya dan lenyapnya sebuah bangsa dan atau negara, konflik, perang,  langgeng tidaknya sebuah rejim pemerintahan hingga  berbagai peristiwa politik yang akan senantiasa mewarnai bumi ini. Salah satu pernyataan politis atau bersifat politik bagi manusia adalah ini:

Seperti dahulu pada waktu Allah menunggangbalikkan Sodom dan Gomora serta kota-kota tetangganya, demikianlah firman TUHAN, demikianlah tidak akan ada orang lagi yang diam di sana dan seorang anak manusiapun tidak akan tinggal lagi di dalamnya.” (Yeremia 50:40)


“Lihatlah, suatu bangsa akan datang dari utara, suatu suku bangsa yang besar, dan banyak raja, akan bergerak maju dari ujung bumi. Mereka memakai panah dan tombak; mereka bengis, tidak kenal belas kasihan. Suara mereka gemuruh seperti laut, mereka mengendarai kuda, berlengkap seperti orang maju berperang, menyerang engkau, hai puteri Babel! Raja Babel telah mendengar kabar tentang mereka, tangannya sudah menjadi lemah lesu, kesesakan telah menyergap dia, ia kesakitan seperti perempuan yang melahirkan. Sesungguhnya, seperti singa yang bangkit keluar dari hutan belukar sungai Yordan mendatangi padang rumput tempat kawanan domba, demikianlah Aku akan membuat mereka lari dengan tiba-tiba dari negeri itu dan mengangkat di atasnya dia yang Kupilih. Sebab siapakah yang seperti Aku? Siapakah yang berani mendakwa Aku? Siapakah gerangan gembala yang tahan menghadapi Aku? Sebab itu dengarlah putusan yang telah diambil TUHAN terhadap Babel dan rancangan-rancangan yang telah dibuat-Nya terhadap negeri orang-orang Kasdim: Bahwa sesungguhnya, yang paling lemahpun di antara kawanan domba akan diseret. Bahwa sesungguhnya, padang rumput mereka sendiri akan merasa ngeri terhadap mereka. Bumi akan goncang karena kabar: Babel sudah direbut; ratap mereka akan terdengar di antara bangsa-bangsa!" (Yeremia 50:40-46)

Teks ini menunjukan bukan saja Allah sedang menghukum bagaikan atau sebagaimana dahulu atas Sodom dan Gomora, tetapi mengenai lenyapnya eksistensi sebuah territorial negara atau teritorial kota atau kebangsaan, sepenuhnya peristiwa-peristiwa yang berada di tangan Allah atau bukan sama sekali peristiwa yang berjalan begitu saja berdasarkan undian-undian perilaku manusia dalam instrumen-instrumen relasi antarnergara dengan segala instrumen yang dimiliki oleh sebuah negara atau kota  beserta warganya.

Pada kasus Sodom dan Gomora sendiri yang menjadi rujukan Yeremia, disingkapkan bahwa  Allah yang menunggangbalikan kedua kota itu, sementara fenomena yang terlihat oleh manusia, sama sekali tak akan menautkannya dengan Tuhan di mata bangsa-bangsa lain, tetapi peristiwa alam semacam ini:

0 Vox Populi Vox Dei

Oleh: Martin Simamora

Suara  Tuhan Atau Justru Suara Dunia  Dengan Segala Keinginannya?

Kredit:  www.rightnow.io
Apa yang harus dimengerti adalah bahwa Vox Populi bisa terisolasi dari Vox Dei. Ketika Vox Populi adalah opini umum yang berkuasa dan lagi menindas penuh kekerasan terhadap kebebasan kemanusiaan lainnya, maka suara rakyat atau  Vox Populi itu adalah suara rakyat yang belaka refleksi keinginan manusia  yang akan berlawanan dengan Vox Dei. Ini tak harus membingungkan karena VPVD bukanlah  amsal suci pada manusia sebab tak pernah manusia suci pada sebagaimana Tuhan dengan sendirinya, apalagi jika  Vox Populi itu dilatari dengan konspirasi-konspirasi  yang melahirkan adu kekuatan rakyat terhadap sebuah konsensus politik nasional. Dengan kata lain, menjadi penting untuk diketahui bagaimana sebuah  Vox Populi terlahirkan, sesuci apakah. Mengapa begitu? Karena menautkan Vox Populi dengan Vox Dei pada dasarnya sebuah upaya yang harus disikapi secara cermat dan hati-hati karena relativitas moralitas manusia yang dinaungi oleh segala keinginannya, bisa jadi  telah akan me-Tuhan-kan manusia-manusia fana  sehingga membuat kebenaran-kebenaran manusia menjadi sabda manusia   yang menentukan apakah konten atau isi Vox Dei tersebut.

Ketika Vox Populi - Vox Dei dibawa secara penuh dalam berbagai proses politik yang bagaimanapun, maka opini mayoritas dapat menjelma menjadi Tuhan kebenaran kala diperlakukan sebagai standar-standar yang harus diikuti oleh rakyat lainnya dengan kekuatan paksa, dan bahkan terhadap negara beserta konstitusinya. Kita harus memahami, ketika kita percaya Vox Populi Vox Dei dalam kenaifan politik maka konsekuensinya  ada 2: pertama, harus siap menerima perubahan negara  berdasarkan suara yang tak mayoritas tetapi memiliki kekuatan opini yang memerintah dan berkekuatan paksa terhadap semua; kedua, kita harus siap bahwa ini dapat menjadi situasi rakyat versus negara kala negara dalam perilakunya tidak lagi mewakili harapan-harapan rakyat yang memilihnya sebagai pemerintahan atas seluruh rakyat. Tetapi saya tidak ingin berbicara ini lebih lanjut, tetapi ini:  Tuhan menetapkan sebuah pemerintahan dan negara bukan berdasarkan pilihan atau suara rakyat sehingga perkenanan Tuhan atas sebuah negara dan pemerintahannya berdasarkan suara rakyat. Jika dia bersabda maka itu adalah kebenarannya yang mengatasi dan menghakimi semua kebenaran termasuk apa yang dipandang sebagai “Vox Populi Vox Dei” oleh para manusia.

Seperti saya kemukakan sebelumnya, pada praktiknya Vox Populi dapat tak bersangkut paut dengan Vox Dei, sambil mengingat bahwa sebetulnya Vox Dei tak pernah bersetara dengan Vox Populi. Relasi antara Vox Populi terhadap Vox Dei, dengan demikian, haruslah memperhatikan kebenaran bahwa Tuhan independen terhadap manusia dengan Vox Deinya , Ia tidak bertindak berdasarkan persetujuan manusia:

0 Tuhan Dalam Ketakpastian Politik Termencekam Sebuah Bangsa

Oleh: Martin Simamora


Ketika Kudeta Membayang-Bayangi Sebuah Pemerintahan Sah Yang Lemah, Tak Pernah Ada Pemenang Selain Penderitaan Panjang

Before the military coup in Chile, we had the idea that military coups happen in Banana Republics, somewhere in Central America. It would never happen in Chile. Chile was such a solid democracy. And when it happened, it had brutal characteristics.- Isabel Allande

Sebelum kudeta militer di Chile, kita memiliki pemikiran bahwa kudeta-kudeta militer terjadi di Republik Pisang (sederhananya terminologi politik untuk negara-negara  lemah dengan  instabilitas politik berkepanjangan dan ekonomi yang bergantung pada ekspor SDA yang terbatas), di suatu tempat di Amerika Tengah. Kudeta tak akan pernah terjadi di Chili. Chili adalah negara dengan  demokrasi kuat. Dan ketika kudeta terjadi, kudeta terjadi dengan karakteristik-karakteristik brutal- Isabel Allande


Pada kenyataannya, sejak era purba hingga era politik modern, ketakpastian politik sebuah pemerintahan adalah hal yang sangat mencekam bukan saja bagi masa depan sebuah  kerajaan atau negara, tetapi masa depan setiap manusia yang menjadi warga negara didalamnya. Itu sebabnya dalam derajat-derajat tertentu ketakpastian politik menciptakan destabilitas hingga melahirkan instabilitas yang merampas keamanan dan kesejahteraan rakyatnya, lalu eksodus berlangsung baik secara damai atau dalam situasi berdarah.

Mari sejenak membaca stanza yang dituliskan pujangga Inggris kelahiran Nairobi Warshan Shire:

No one leaves home unless
Home is the mouth of a shark
You only run for border
When you see the whole city
Running as well

Tidak ada yang meninggalkan rumah kecuali
Rumah adalah mulut seekor hiu
Kamu hanya berlari menuju perbatasan
Ketika kamu melihat semua kota
Berlarian juga

Menunjukan betapa mengungsi dari negeri sendiri atau dari tanah air sendiri bukan dambaan setiap manusia, kecuali negerinya atau pemerintahannya adalah mulut Hiu bagi keamanan dan damai sejahtera bagi rakyatnya sendiri.

0 Tak Diharapkan Namun Begitu Manis & Cerdas Dirancangkan Manusia

Oleh: Martin Simamora & 'Martin's Political Thought"

Ketika Apakah Akan Perang Atau Damai Diandalkan Di Tangan Manusia - Manusia Fana Yang Fasih Mengepalkan Tinju Ketika Bahaya Mengancam

kredit: inserbia.info

Mendengarkan amsal latin yang berbunyi Si vis pacem, para bellum  yang bermakna “If you want peace, prepare for war” atau “jika anda menginginkan damai, bersiaplah untuk perang?” Bagaimana bisa perang dan damai adalah sebuah pasangan yang harus hadir dalam perimbangan yang harus benar-benar dilakukan? Apa yang harus diperhatikan adalah, amsal ini bukan lahir dari sebuah moralitas putih nan suci tetapi lahir dari realitas dunia manusia yang sejak awal belajar bagaimanakah kedamaian bisa ditegakan dengan perang dan dipelihara dengan membangun kekuatan  militer yang terhormat. Negara Kesatuan Republik Indonesia, sejak pemerintahan presiden Soesilo Bambang Yudhoyono, misalnya telah mencanangkan agar kekuatan militer kita harus memenuhi Minimum Essential Force (MEF), sebagaimana dapat ditelusuri pada “Pidato Presiden RI Pada Penyampaian RUU APBN 2015 Beserta Nota Keuangannya di Depan Rapat Paripurna DPR-RI, Jakarta, 15 Agustus 2014.” 

Apakah yang hendak ditunjukan melalui amsal latin tersebut? Hanya ada satu: damai yang diupayakan dunia ini, tidak akan pernah eksis sehingga menciptakan sterilisasi segala rupa dan skala perang di setiap titik dunia ini. Faktanya, damai dalam segala perwujudannya harus berkompetisi  keras dalam gagasan-gagasan, anggaran-anggaran dan  berbagai riset pengembangan berbagai rupa persenjataan pembunuh masal yang kian cerdas dan kian efektif melahirkan kematian, sekalipun semua manusia berlindung di dalam bunker-bunker atau kosntruksi-konstruksi beton dan baja yang sangat kokoh dan tebal perlindungan manusia, untuk menahan hantaman bom atau rudal-rudal pintar yang menyasar jiwa-jiwa manusia.

Mengapa demikian konsep damai yang dioperasikan dan diyakini bersama-sama oleh semua umat manusia warga negara-negara bumi ini? Perlu diketahui bahwa si vis pacem, para belum hanyalah penggalan dari [lihatlah sejenakTHE ORIGINS OF WARdan untuk bacaan lebih seriusTHE REASONS FOR WARS”  danWAR AND PEACE- LEO TOLSTOY”] “Qui desiderat pacem, bellum praeparat; nemo provocare ne offendere audet quem intelliget superiorem esse pugnaturem" atau “Whosoever desires peace prepares for war; no one provokes, nor dares to offend, those who they know know to be superior in battle” atau “siapapun yang mendambakan damai bersiaplah untuk perang, tidak ada yang mencari gara-gara,  atau tidak juga ada yang berani berlaku kurang ajar pada mereka yang tahu tahu untuk menjadi superior dalam pertempuran.” Tak mengherankan bahwa Yesus Sang Mesias telah mempersiapkan para muridnya untuk  mengajarkan kepada generas-generasi berikutnya dan menghadapi perkembangan dunia di masa depan, atau di dunia yang lebih maju kelak. 

Apakah yang dikatakan Yesus terkait natur damai yang diyakini oleh  pada umumnya (sebab ada beberapa negara tidak memiliki angkatan bersenjatanya sendiri) semua negara? 


Mari kita mendengarkannya:

0 Hari Buruh & Pengharapan Terhadap Tuhan

Oleh: Martin Simamora

Ajarkanlah Kami Berdoa  Ya  Kristusku Dalam Menuntut Keadilan Dalam Pengupahan Dan Hidup Layak Di Negeri Sendiri

Jika  ada orang yang meminta anda berdoa  terhadap situasi sukar, ketidakadilan dan penindasan, apakah yang menjadi isi doamu kepada Tuhan? Jika anda seorang Kristen yang adalah seorang buruh pabrik yang esok atau beberapa jam lagi akan ikut melakukan protes atau tuntutan perbaikan/kenaikan upah buruh di Istana Negara, apakah yang menjadi isi doamu malam ini, jika anda berdoa? Pada umumnya doa akan berisikan serangkaian permintaan dan tuntutan agar pemerintah mengeluarkan regulasi yang lebih adil atau lebih berpihak kepada para buruh pada dua aspek: pertama, agar pemerintahan mengeluarkan regulasi yang menghapuskan sistem kerja kontrak  atau outsourcing atau alih daya dalam penyediaaan tenaga kerja; kedua, kenaikan upah buruh berdasarkan hidup layak (bukan pas-pasan atau sekedar berupah untuk bertahan hidup belaka). Setidak-tidaknya itu yang saya tangkap kala saya berbicara dengan anak-anak didik saya dan dengan sejumlah tenaga kerja yang mau berbagi dengan saya -dalam berbagai dialog yang sempat saya lakukan dalam sejumlah kesempatan -keluhan atau kecemasan mereka akan masa depan bukan saja dirinya tetapi keluarganya, sebab saban tahun harus memperbarui kontrak dan lagi harus membayar uang sekian juta rupiah agar diprioritaskan dalam pemberian kontrak-kontrak baru tersebut. Saya  berpendapat bahwa radikalisme dalam setiap kali reli panjang protes-protes dengan tuntutan angka-angka yang fantastik, erat kaitannya bagaimana mereka memandang diri mereka terhadap perusahaaan. Bahwa mereka tak lebih dan tak kurang peralatan-peralatan mesin yang disewa dari rental-rental alat-alat berat atau permesinan kebutuhan pabrik. Saya memotretnya demikian.

Tetapi kembali, apakah  yang menjadi isi doamu? Tentu hanya anda yang tahu. Jika Yesus Sang Mesias yang berdoa dalam situasi yang serba penuh ketakadilan, penindasan dan berbagai kesukaran hidup, apakah yang menjadi isi doa sang Mesias tersebut?

Maukah anda mendengarkan apakah  bunyi doa Sang Mesias itu?

0 Aku Datang Membawa Pedang


Oleh: Martin Simamora

Mencintai-Nya Hingga Ke Balik Cakrawala

(Duhai Kristusku Yang Mencintaiku Dengan Tak Bertarak, Tolonglah Aku Untuk Mencintaimu Hingga Aku Berada Di Dalam Pelukanmu Di Balik Cakrawala Cintamu)

Itu adalah pernyataan Yesus Sang Mesias. Memang benar pernyataan ini sangat mengejutkan untuk terucapkan dari mulutnya, tetapi Sang Mesias segera mematahkan dan membungkam setiap protes yang berkecamuk di setiap kepala pendengarnya. Ia berkata:


Jangan kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi; Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang”- Matius 10:35

Yesus dan pedang? Ini janggal sekali. Bukankah ia kepada Petrus berkata: “Masukkan pedang itu kembali ke dalam sarungnya, sebab barangsiapa menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang” (Matius 26:52; Yohanes 18:11)?


“Aku datang membawa pedang” adalah pernyataan yang sedang memaksudkan dirinya sendirilah adalah pedang, atau kedatangannya  ke dalam dunia akan menciptakan pemisahan yang begitu tegas dan tak dapat disamarkan. Dirinyalah pedang itu: “Sebab Aku datang untuk memisahkan orang dari (Matius 10:35).”


Pedang ketika diayunkan akan menciptakan pemisahan yang sangat keras dan provokatif sebab tidak ada ruang kompromi ketika sebuah pedang diayunkan penuh maksud sebagaimana telah direncanakan, sebagaimana Yesus memiliki maksud sebagaimana telah direncanakan ketika ia mengayunkan dirinya sendiri sebagai sebuah pedang yaitu: “Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku (Matius 10:37).”

0 Berdoalah, Bukan Mengutuki

Oleh: Martin Simamora & "Martin's Political Thought" 

Karena Celakalah Bangsa yang Sarat dengan Kesalahan

(Karena Ketika Allah Sudah Memalingkan Mukanya Dari Sebuah Bangsa Maka Tak Ada Lagi Doa Yang Dapat Menghapus Murka-Nya)


Bagaimanakah kondisi manusia kepada sesamanya manusia, pada hakikatnya? Bagaimana studi politik memandang natur manusia itu termasuk dalam panggung politik?  

Mengenai ini, saya ingin mengutip pandangan 2 tokoh yang dikenal baik dalam studi-studi politik, mereka adalah: David Hume dan Thomas Hobbes.  David Hume seorang sejarawan dan filsuf Skotlandia,  mengacu pada karyanya “Essays: Moral, Political, And Literary” yang berkata begini:

ESSAY VI. OF THE INDEPENDENCY OF PARLIAMENT
Political writers have established it as a maxim, that, in contriving any system of government, and fixing the several checks and controuls of the constitution, every man ought to be supposed a knave, and to have no other end, in all his actions, than private interest. By this interest we must govern him, and, by means of it, make him, notwithstanding his insatiable avarice and ambition, co-operate to public good. Without this, say they, we shall in vain boast of the advantages of any constitution, and shall find, in the end, that we have no security for our liberties or possessions, except the good-will of our rulers; that is, we shall have no security at all.
It is, therefore, a just political maxim, that every man must be supposed a knave: Though at the same time, it appears somewhat strange, that a maxim should be true in politics, which is false in fact. But to satisfy us on this head, we may consider, that men are generally more honest in their private than in their public capacity, and will go greater lengths to serve a party, than when their own private interest is alone concerned. Honour is a great check upon mankind: But where a considerable body of men act together, this check is, in a great measure, removed; since a man is sure to be approved of by his own party, for what promotes the common interest; and he soon learns to despise the clamours of adversaries. To which we may add, that every court or senate is determined by the greater number of voices; so that, if self-interest influences only the majority, (as it will always do) the whole senate follows the allurements of this separate interest, and acts as if it contained not one member, who had any regard to public interest and liberty.

When there offers, therefore, to our censure and examination, any plan of government, real or imaginary, where the power is distributed among several courts, and several orders of men, we should always consider the separate interest of each court, and each order; and, if we find that, by the skilful division of power, this interest must necessarily, in its operation, concur with public, we may pronounce that government to be wise and happy. If, on the contrary, separate interest be not checked, and be not directed to the public, we ought to look for nothing but faction, disorder, and tyranny from such a government. In this opinion I am justified by experience, as well as by the authority of all philosophers and politicians, both ancient and modern.

perhatikanlah secara khusus pada: “every man ought to be supposed a knave, and to have no other end, in all his actions, than private interest” atau “setiap orang haruslah disangkakan sebagai seorang yang licik penuh tipu muslihat, dan tidak memiliki tujuan apapun juga, dalam semua tindakan-tindakannya, selain kepentingan pribadi,” maka pada dasarnya menunjukan bahwa manusia itu hanya baik bagi dirinya sendiri saja. Atau merujuk pada David Hume sendiri, tidak boleh atau berbahaya menilai manusia itu begitu luhur dan mulianya: “manakala memikirkan politik kita seharusnya atau sepatutnya mengasumsikan bahwa setiap orang dan setiap institusi mengejar kepentingan mereka sendiri, kerap dengan menggunakan sarana-sarana publik [Hobbes And The Wolfman, Diego Hernan Rossello - Northwestern University]”

Terkait pandangannya ini, David Hume menyatakan: “In this opinion I am justified by experience, as well as by the authority of all philosophers and politicians, both ancient and modern.” [dalam opini ini saya dibenarkan oleh pengalaman, sebagaimana juga oleh otoritas para filsuf dan politisi, baik dunia purba dan modern]
Anchor of Life Fellowship , Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri - Efesus 2:8-9