Oleh: Martin Simamora
Mencintai-Nya Hingga Ke
Balik Cakrawala
(Duhai
Kristusku Yang Mencintaiku Dengan Tak Bertarak, Tolonglah Aku Untuk Mencintaimu
Hingga Aku Berada Di Dalam Pelukanmu Di Balik Cakrawala Cintamu)
Itu adalah pernyataan Yesus Sang Mesias. Memang benar
pernyataan ini sangat mengejutkan untuk terucapkan dari mulutnya, tetapi Sang
Mesias segera mematahkan dan membungkam setiap protes yang berkecamuk di setiap
kepala pendengarnya. Ia berkata:
“Jangan kamu menyangka, bahwa Aku datang
untuk membawa damai di atas bumi; Aku datang bukan untuk membawa
damai, melainkan pedang”- Matius 10:35
Yesus dan pedang? Ini
janggal sekali. Bukankah ia kepada Petrus berkata: “Masukkan pedang itu kembali ke dalam sarungnya, sebab barangsiapa
menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang” (Matius 26:52; Yohanes 18:11)?
“Aku datang membawa pedang” adalah pernyataan yang sedang
memaksudkan dirinya sendirilah adalah pedang, atau kedatangannya ke dalam dunia akan menciptakan pemisahan
yang begitu tegas dan tak dapat disamarkan. Dirinyalah pedang itu: “Sebab
Aku datang untuk memisahkan orang dari… (Matius 10:35).”
Pedang ketika diayunkan akan menciptakan pemisahan yang
sangat keras dan provokatif sebab tidak ada ruang kompromi ketika sebuah pedang
diayunkan penuh maksud sebagaimana telah
direncanakan, sebagaimana Yesus memiliki maksud sebagaimana telah direncanakan
ketika ia mengayunkan dirinya sendiri sebagai sebuah pedang yaitu: “Barangsiapa mengasihi bapa atau
ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan
barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia
tidak layak bagi-Ku (Matius 10:37).”
Uniknya, ketika Yesus membicarakan pedang, ia membicarakan
mengasihi atau mencintai dirinya. Ia telah membuat mencintai atau mengasihi
yang lainnya sebagai sebuah hal yang begitu
berbahaya sampai dikatakannya: tidak layak bagi-Ku jikalau seseorang itu
mengasihi yang dikasihinya seperti bapa atau ibunya lebih dari pada-Nya.
Ini memang bahkan sebuah cinta yang
mustahil, sebab sebetulnya bahkan pada bapa atau ibunya dari seorang yang telah dewasa, ia tidak
akan memiliki cinta atau kasih semati itu dalam ia begitu tinggi mencintai ayah dan ibunya, seperti yang Yesus tuntut pada
dirinya. Jangan-jangan, bahkan, seseorang lebih mencintai benda-benda kesayangan
berharganya daripada isteri atau anaknya, jadi tak heran dan begitu manusiawi
kasih manusia pada umumnya untuk senantiasa berkompetisi dengan materialisme, atau manusia itu ber-kasih
dalam struktur-struktur kebendaan untuk
menunjukan keagungan cintanya.
Betapa celakanya kalau ada
pendeta yang mengajarkan mencintai Yesus
dalam strukturalisme, sementara jemaat perlu digembalakan dalam kebenaran
Kristus.
Tetapi Yesus bukan sedang membicarakan kasih dan
mengasihi dalam sebuah strukturalisme dan apalagi hirarkisme, bukan sama sekali! Coba kita
memperhatikan hal ini:
“Barangsiapa
tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku.” Matius 10:38
“Tidak layak bagiku” bukan pada isu tak mau memikul
salibnya, sebab kalau itu akar “layak
baginya” maka ini cinta berdarah dan
cinta bercambuk duri. Tak pernah demikian, selain ini adalah cinta yang
dimiliki dan berkekuatan untuk mengikut dia dalam tekanan dunia yang harus
dihadapinya dan harus disongsongnya oleh sebab cintanya pada Yesus tak
tertahankan oleh dunia ini.
Nah… ini semakin mencengangkan, sebab tak pernah ada cinta
teromantis sampai menuntut pengorbanan demi cinta yang harus dicintai. Kepada isteri,
kepada anak dan bahkan kepada kekasih gelappun, kalau anda benar-benar
mencintai tak akan mungkin membuatnya atau mendorongnya atau mentenagainya
untuk memiliki cinta yang memiliki kekuatan dan daya tahan semacam ini: “barangsiapa
tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak
bagi-Ku.”
Seperti tadi saya katakan, Yesus tidak sedang mengajarkan
semacam strukturalisme atau hirarkisme
mengasihi, karena manusia tak mengenal mengasihi hingga menganggap nyawa dan
kebahagiaan sendiri layak atau begitu pantas untuk dikandaskan dan diletakan
didalam bara api menyengat, demi Yesus?! Nah… yang ini sebetulnya melampaui
romantisme yang bagaimanapun, sebab di saat yang sama Yesus sedang menunjukan
bahwa dirinya lebih berharga dari hidup yang saat ini anda miliki, hidupmu dan
saya dalam cinta yang multifasat dan senantiasa berkompetisi dalam fluktuasi
yang senantiasa gagal berada di atas garis y= Matius 10:38 di sepanjang garis
x= segenap kehidupan kita di atas bumi ini, di dalam sebuah kekonstanan yang
membawa hidup kita senantiasa dalam
realitas dunia Yesus= “Aku datang
untuk memisahkan orang dari…
(sebutkan apapun dan siapapun juga)”
Siapapun akan mudah untuk jatuh dalam penghianatan terhadap
yang dikasihi demi sesuatu, apapun juga itu yang ada di dalam keinginan hatinya sekalipun ia
begitu bijak dan begitu peduli sebagai ayah, misalnya. Yesus bukan sama sekali sedang menakar
apakah saya lebih mencintai isteriku, ibuku atau anakku dibandingkan dengan
dirinya, bukan itu sama sekali! Ini sebuah superlatif bahkan sebetulnya tak
terbandingkan karena pada puncaknya Yesus mengungkapkan apakah
wujud garis y=Matius 10:38 itu dengan berkata:
“Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa
kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya- Matius 10:39”
Kalau saya mengajak anda untuk bertanya pada diri sendiri,
pernahkan barang sejenak untuk mencoba
menilai, seluhur dan semulia apakah anda
dan saya mengasihi, apapun dan siapapun juga? Pernahkah anda menautkan
mencintai dengan “mempertahankan
nyawa atau akan kehilangan nyawa” demi apapun dan siapapun yang anda
cintai?
Jika itu ada, anda miliki pada benda dan pada orang yang anda
paling kasihi, bagaimana jika anda melakukan pembandingan dengan cintamu
terhadap Yesus Sang Mesias? Ini bukan sebuah struktur atau hirarki cinta tetapi
keutamaan tunggal mencintai, tak akan anda sanggup memikirkan dan
mewujudkannya.
Pada poin ini, kita tiba pada sebuah jawaban mengapa
ini bukan sebuah kompetisi mencintai dan bukan sebuah rivalitas,
karena Yesus sedang menegaskan bahwa seketika anda mengasihi Yesus dalam
kebenaran dan kehendak-Nya, maka anda
sudah masuk dalam realitas mengasihi-Nya yang akan menganggap biasa atau sebuah
kealamian untuk kapanpun dan
bagaimanapun caranya harus berhadapan dengan “kehilangan nyawanya karena
Aku,” karena akan berlangsung dalam gairah cinta
sebagaimana itu membara dalam pertama kali jatuh cinta itu sendiri! Artinya ini
adalah kegairahan dalam sebuah kehidupan yang menjadi motor sehingga tidak bersifat momentum tetapi
di sepanjang garis x= segenap kehidupan kita di atas bumi ini.
Kalau mencintai anak atau isteri saat sedang merosot itu
bahkan tak ada kaitannya dengan apakah nyawa anda harus menjadi terhakimi
karenanya, tetapi pada Yesus kala merosot karena lebih mencintai dunia dan
segala keinginannya maka cinta yang seperti itu akan segera menghakimi nyawa
anda dengan vonis tetap: “mempertahankan nyawanya akan kehilangan nyawanya.”
Ia datang membawa
pedang bukan damai,
dengan demikian bukan sebuah pengerahan
kekuatan politik beserta instrumen militeristiknya. Artinya ini bukan sama
sekali tekanan tetapi memang begitulah cinta adanya dan sejatinya.
Tetapi tentu tetap sama sekali asing bagi manusia.
Begini, hampir susah bagi manusia bahkan untuk beromantisme
dengan Tuhan dalam sebuah romantisme dua anak manusia dalam balutan cinta yang begitu mesra, seperti yang
dilantunkan oleh Harvey Malaiholo &
Sheila Majid bertajuk “Begitulah Cinta” yang mana juga lagu
favoritku. Aku sendiri berharap dapat sungguh-sungguh jatuh cinta dalam api
asmara cinta yang senantiasa membara yang lebih mulia daripada ini:
Atau berilah dirimu sejenak merenungkan sebuah perenungan yang cukup lama kurenungkan
dan kudoakan dalam memandang diri ini dan diri-Nya, tentang sejauh apakah aku
mencintai-Nya? Lagu “You Are So
Beautiful” begitu pintar
menunjukan bagaimana cinta begitu kuat bekerja pada manusia, sehingga siapa
yang bisa mencegahnya. Itu sebabnya Yesus menghadirkan dirinya sebagai pedang
terhadap manusia mengingat natur manusia
yang begitu lemah dan tak berdaya mencintai-Nya sebagaimana Ia telah
mencintai.
Jika anda sanggup mencintainya semacam ini, hanya Yesus saja yang dapat membuat anda
mencintai-Nya hingga tak berivalitas sama sekali.
Saudara-saudari pembacaku yang budiman. Bahasa cinta Allah
jauh lebih agung dan mulia daripada bahasa cinta manusia yang paling mulia. Jika
saya dan anda memahami bahwa saat jatuh cinta tak ada sama sekali rivalitas dan tak ada yang dapat merivali
apapun yang sedang saya cintai, maka
begitulah yang terjadi dengan “barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia
akan memperolehnya” yang mana itu bukan saja begitu dipahami untuk diucapkan
tetapi begitu kokoh untuk dijalani ketika cintanya kepada Yesus dihambat oleh
siapapun dalam cara apapun dengan taruhan nyawa sekalipun ketika ia begitu
mencintai dengan jiwa raganya.
Dan ini doa ringkasku bagiku, dan anda- jika mau- pun bisa mendoakan
hal sama dalam bahasamu sendiri, jika benar Ia adalah permata hidupmu:
Duhai Kristusku
Yang Mencintaiku Dengan Tak Bertarak, Tolonglah Aku Untuk Mencintaimu Hingga
Aku Berada Di Dalam Pelukanmu Di Balik Cakrawala Cintamu
Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau tidak dingin dan tidak
panas. Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas! Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku
akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku. Karena engkau berkata: Aku kaya dan aku
telah memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa, dan karena engkau
tidak tahu, bahwa engkau melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang, maka
Aku menasihatkan engkau, supaya engkau membeli dari pada-Ku emas yang telah
dimurnikan dalam api, agar engkau menjadi kaya, dan juga pakaian putih, supaya
engkau memakainya, agar jangan kelihatan ketelanjanganmu yang memalukan; dan
lagi minyak untuk melumas matamu, supaya engkau dapat melihat. Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan
Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah!
Wahyu 3:15-19
SOLI DEO GLORIA
No comments:
Post a Comment