Oleh: Martin Simamora & "Martin's Political Thought"
Karena Celakalah Bangsa
yang Sarat dengan Kesalahan
(Karena Ketika
Allah Sudah Memalingkan Mukanya Dari Sebuah Bangsa Maka Tak Ada Lagi Doa Yang
Dapat Menghapus Murka-Nya)
Bagaimanakah kondisi manusia kepada sesamanya manusia, pada
hakikatnya? Bagaimana studi politik memandang natur manusia itu
termasuk dalam panggung politik?
Mengenai ini, saya ingin mengutip pandangan 2 tokoh yang dikenal
baik dalam studi-studi politik, mereka adalah: David Hume dan Thomas Hobbes. David Hume seorang sejarawan dan filsuf
Skotlandia, mengacu pada karyanya “Essays: Moral, Political, And Literary” yang berkata begini:
ESSAY VI. OF THE INDEPENDENCY OF PARLIAMENT
Political writers have established it
as a maxim, that, in contriving any system of government, and fixing the
several checks and controuls of the constitution, every
man ought to be supposed a knave, and to have no other end, in all his actions,
than private interest. By this interest we must govern him, and, by
means of it, make him, notwithstanding his insatiable avarice and ambition,
co-operate to public good. Without this, say they, we shall in vain boast of
the advantages of any constitution, and shall find, in the end, that we have no
security for our liberties or possessions, except the good-will of our rulers;
that is, we shall have no security at all.
It is, therefore, a just political
maxim, that every man must be supposed a knave: Though at the same time, it
appears somewhat strange, that a maxim should be true in politics, which is
false in fact. But to satisfy us on this head, we may consider, that men are
generally more honest in their private than in their public capacity, and will
go greater lengths to serve a party, than when their own private interest is
alone concerned. Honour is a great check upon mankind: But where a considerable
body of men act together, this check is, in a great measure, removed; since a
man is sure to be approved of by his own party, for what promotes the common
interest; and he soon learns to despise the clamours of adversaries. To which
we may add, that every court or senate is determined by the greater number of
voices; so that, if self-interest influences only the majority, (as it will always
do) the whole senate follows the allurements of this separate interest, and
acts as if it contained not one member, who had any regard to public interest
and liberty.
When there offers, therefore, to our
censure and examination, any plan of government, real or imaginary, where the
power is distributed among several courts, and several orders of men, we should
always consider the separate interest of each court, and each order; and, if we
find that, by the skilful division of power, this interest must necessarily, in
its operation, concur with public, we may pronounce that government to be wise
and happy. If, on the contrary, separate
interest be not checked, and be not directed to the public, we ought to look
for nothing but faction, disorder, and tyranny from such a government. In
this opinion I am justified by experience, as well as by the authority of all
philosophers and politicians, both ancient and modern.
perhatikanlah secara khusus pada: “every
man ought to be supposed a knave, and to have no other end, in all his actions,
than private interest” atau “setiap orang haruslah disangkakan
sebagai seorang yang licik penuh tipu muslihat, dan tidak memiliki tujuan
apapun juga, dalam semua tindakan-tindakannya, selain kepentingan pribadi,”
maka pada dasarnya menunjukan bahwa manusia itu hanya baik bagi dirinya sendiri
saja. Atau merujuk pada David Hume sendiri, tidak boleh atau berbahaya menilai
manusia itu begitu luhur dan mulianya: “manakala
memikirkan politik kita seharusnya atau sepatutnya mengasumsikan bahwa setiap
orang dan setiap institusi mengejar kepentingan mereka sendiri, kerap dengan
menggunakan sarana-sarana publik [Hobbes And The Wolfman, Diego Hernan Rossello - Northwestern University]”
Terkait pandangannya ini, David Hume menyatakan: “In
this opinion I am justified by experience, as well as by the authority of all
philosophers and politicians, both ancient and modern.” [dalam opini ini saya dibenarkan oleh
pengalaman, sebagaimana juga oleh otoritas para filsuf dan politisi, baik dunia
purba dan modern]
Senuansa dengan pandangan David Hume, Kita mungkin akan lebih mengenal atau lebih familiar
dengan sebuah diktum dalam studi politik yang berbunyi “Homo Homini Lupus” atau “man is wolf to man” atau “manusia
adalah serigala bagi manusia lainnya.” Diktum ini dikenalkan populer oleh
Thomas Hobbes yang dapat anda
pelajari secara khusus dalam karyanya “De
Cive” atau “On The Citizen,” untuk menggambarkan kebrutalan, kekacauan politik dan kekejaman manusia dalam kondisi natural atau alaminya.
Apakah yang dimaksud dengan “Manusia adalah serigala bagi
manusia lainnya”? Menjelaskan pemikiran Hobbes, saya mengutipkan penjelasan David Guthier yang berkata begini:
“Hobbes has considered man as animal and that
men are like those beasts which are naturally wild, but capable of being tamed.”
“Hobbes telah menimbang manusia sebagai
binatang dan manusia-manusia itu adalah binatang-binatang buasa yang secara alami liar, tetapi dapat dijinakan”
Tentu saja bagi
siapapun ini adalah pernyataan provokatif sebab terlihat menista kemanusiaan luhur manusia.
Sehingga para humanis pun menyelimuti pemikiran Hobbes ini dengan humanisme. Quentin Skinner misalnya membingkai ulang filsafat politik Hobbes didalam
konstelasi gagasan-gagasan dan kepentingan- kepentingan Humanisme
Renaisans.
Menjadi catatan
penting bahwa “homo homini lupus”
telah dianggap sebagai “hewanisasi
manusia” secara ekstrim, tak hanya di kalangan filsuf tetapi
juga di kalangan teolog pada era itu
[Ascraft,”Hobbes Natural Man” dan Mintz, “The Hunting Of Leviathan.”].
Bahkan dari Gereja
Anglikan bereaksi keras terhadap pemikiran Thomas Hobbes! John Bramhall,
Archbishop dari Armagh, Irlandia Utara Gereja Anglikan yang juga seorang teolog dan apologet berkata
begini:
“If God would have had men live like wild
beasts, as lions, bears or tigers, he would have armed them with horns, or
tusks, or talons.”
“Andaikata Allah mengadakan kehidupan manusia
itu bagaikan hewan-hewan buas, seperti singa-singa atau harimau-harimau,
Ia pastu sudah mempersenjatai
manusia-manusia itu dengan tanduk-tanduk, gigi-gigi taring tajam dan panjang,
atau kuku-kuku cakar yang tajam.”
Tetapi sekarang, jika saya tanyakan kepada anda sekarang
ini juga dengan pertanyaan apakah “manusia adalah
serigala bagi manusia lainnya”, masih memprovokasi
anda? Atau sudah tidak sama sekali, menimbang sederet tragedi kemanusiaan keji demi sebuah ambisi atau
kepentingan diri sendiri yang bagaimanapun juga?
Atau coba luangkan waktu untuk mendengarkan penjelasan Profesor Gwen Adshead tentang "The Nature Of Human Violence"
Atau coba luangkan waktu untuk mendengarkan penjelasan Profesor Gwen Adshead tentang "The Nature Of Human Violence"
dan "Criminal Mind"
Kita, orang-orang Kristen hanya memiliki harga pada diri ini dalam keseharian dunia ini, hanya sebagai manusia-manusia yang
dituntun oleh Roh Kudus dan bukan lagi oleh kebinatangan dalam diri ini. Pembinatangan manusia oleh Hobbes pada
dasarnya bukan menampikan kemanusiaan yang
bermartabat, tetapi hendak menunjukan apakah sebenarnya manusia yang dikatakan
memiliki budi dan luhur moralnya.
John Bramhall sebagai seorang teolog, alpa dengan
penghakiman Yesus secara menyeluruh kepada semua manusia di sepanjang masa di
kolong langit bumi ini, yang menunjukan apakah manusia itu. Perhatikan deret
ucapan Yesus berikut ini kepada manusia-manusia:
∞Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala,
sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.- Matius
10:16
∞Hai kamu keturunan ular beludak,
bagaimanakah kamu dapat mengucapkan hal-hal yang baik, sedangkan kamu sendiri
jahat? Karena yang diucapkan mulut meluap dari hati- Matius 12:34
∞Hai kamu ular-ular, hai kamu keturunan
ular beludak! Bagaimanakah mungkin kamu dapat meluputkan diri dari
hukuman neraka?- Matius 23:33
Jadi memang Tuhan tak perlu menciptakan manusia memiliki
kehidupan selayaknya binatang-binatang buas yang bertanduk, bergigi taring
panjang dan tajam, dan berkuku cakar tajam, sebagaimana yang ditanyakan oleh
Archbishop John Bramhall. Mengapa? Karena pada dasarnya atau
sealaminya manusia adalah demikian! Itu sebabnya Yesus bahkan menunjuk pada
manusia-manusia paling suci dan paling menguasai hukum Taurat dalam literasi dan perbuatan-perbuatan sebagai keturunan
ular beludak, untuk menunjukan hakikat kesucian manusia itu senilai kebaikan-kebaikan yang dapat dipertontonkan
oleh dunia binatang itu sendiri, tidak lebih, sebab saling menanduk, saling memangsa, saling membantai dan sangat percaya bahwa jika ingin memiliki kedamaian hanya jika memiliki arsenal persenjataan berdaya bunuh hingga membinasakan.
Bahwa setiap murid Kristus di dunia ini pada dasarnya di utus ke tengah-tengah serigala, sebuah cara yang keras dan menunjukan semulia apakah sesungguhnya manusia itu di antara sesamanya, bahwa semuanya telah kehilangan
kemuliaan Allah, sebagaimana telah terjadi di Eden.
thesun.co.uk "The Biggest Bombs In The World" |
Dan pada diri Yesus sendiri, realitas sejati manusia adalah “serigala
bagi manusia lainnya” terdemonstrasikan secara sempurna dan sangat tajam.
Perhatikanlah potret berikut ini:
“Lalu bangkitlah seluruh sidang itu
dan Yesus dibawa menghadap Pilatus. Di situ mereka mulai menuduh Dia, katanya:
"Telah kedapatan oleh kami, bahwa orang ini menyesatkan
bangsa kami, dan melarang membayar pajak kepada Kaisar, dan tentang diri-Nya Ia
mengatakan, bahwa Ia adalah Kristus,
yaitu Raja." Pilatus bertanya kepada-Nya: "Engkaukah raja orang
Yahudi?" Jawab Yesus: "Engkau sendiri mengatakannya." Kata Pilatus kepada imam-imam kepala
dan seluruh orang banyak itu: "Aku tidak
mendapati kesalahan apapun pada orang ini." Tetapi mereka makin
kuat mendesak,
katanya: "Ia menghasut rakyat dengan ajaran-Nya di seluruh Yudea, Ia mulai
di Galilea dan sudah sampai ke sini." Ketika Pilatus mendengar itu ia
bertanya, apakah orang itu seorang Galilea. Dan ketika ia tahu, bahwa Yesus
seorang dari wilayah Herodes, ia mengirim Dia menghadap Herodes,
yang pada waktu itu ada juga di Yerusalem. Ketika Herodes melihat Yesus, ia
sangat girang. Sebab sudah lama ia ingin melihat-Nya, karena ia sering
mendengar tentang Dia, lagipula ia mengharapkan melihat bagaimana Yesus
mengadakan suatu tanda. Ia mengajukan banyak pertanyaan kepada Yesus,
tetapi Yesus tidak memberi jawaban apapun. Sementara itu imam-imam kepala dan ahli-ahli
Taurat maju ke depan dan melontarkan tuduhan-tuduhan yang berat terhadap
Dia. Maka mulailah Herodes dan pasukannya menista dan mengolok-olokkan Dia, ia
mengenakan jubah kebesaran kepada-Nya lalu mengirim Dia kembali kepada Pilatus.
Dan pada hari itu juga bersahabatlah Herodes dan Pilatus; sebelum itu
mereka bermusuhan.-Lukas 23:1-12
Ketika kejahatan melawan kebenaran, maka pihak-pihak yang sebelumnya merupakan rival politik yang bermusuhan, pun dapat bersatu di dalam kejahatan. Ketika serigala-serigala itu adalah para sang kekuasaan dalam politik yang bersatu dengan pemimpin-pemimpin agama, maka hasilnya sungguh mengerikan:
“Imam-imam
kepala, malah seluruh Mahkamah Agama
mencari kesaksian terhadap Yesus supaya Ia dapat dihukum mati, tetapi mereka
tidak memperolehnya. Banyak juga orang yang mengucapkan kesaksian palsu terhadap Dia, tetapi
kesaksian-kesaksian itu tidak sesuai yang satu dengan yang lain. Lalu beberapa
orang naik saksi melawan Dia dengan tuduhan palsu ini: Kami sudah
mendengar orang ini berkata: Aku akan merubuhkan Bait Suci buatan tangan
manusia ini dan dalam tiga hari akan Kudirikan yang lain, yang bukan buatan
tangan manusia. Dalam hal inipun kesaksian
mereka tidak sesuai yang satu dengan yang lain. Maka Imam Besar bangkit
berdiri di tengah-tengah sidang dan bertanya kepada Yesus, katanya:
"Tidakkah Engkau memberi jawab atas tuduhan-tuduhan saksi-saksi ini
terhadap Engkau?" Maka Imam Besar bangkit berdiri di tengah-tengah sidang
dan bertanya kepada Yesus, katanya: "Tidakkah Engkau memberi jawab atas
tuduhan-tuduhan saksi-saksi ini terhadap Engkau?" Jawab Yesus: "Akulah Dia, dan kamu akan
melihat Anak Manusia duduk di sebelah
kanan Yang Mahakuasa dan datang
di tengah-tengah awan-awan di langit." Maka Imam Besar itu
mengoyakkan pakaiannya dan berkata: "Untuk apa kita perlu saksi lagi?-
Markus 14:55-63
Pernyataan, dengan demikian, Hobbes bukan hal yang baru sama sekali atau ciptaannya. Sejak nabi
Yesaya, bahkan, manusia sudah ditakar
lebih rendah daripada binatang-binatang dalam relasinya dengan Allah, menurut Allah sendiri oleh karena keberdosaan manusia itu:
Lembu mengenal pemiliknya, tetapi
Israel tidak; keledai mengenal palungan yang disediakan tuannya, tetapi umat-Ku tidak memahaminya."
Celakalah bangsa yang berdosa, kaum yang sarat
dengan kesalahan, keturunan yang jahat-jahat, anak-anak yang
berlaku buruk!- Yesaya 1:3-4
Tentu saja ini, sekali lagi, bukan untuk menunjukan bahwa Allah terlebih dahulu membinatangkan para manusia itu agar kemudian jahat saat berkata “keturunan” yang jahat-jahat. Bahkan juga tak pernah Allah bermaksud menista manusia sebagai ciptaan termulianya di bumi ini. Tidak perlu dan tidak pernah demikian, tetapi menunjukan ketakberdayaan manusia untuk membebaskan dirinya dari binatang bernama dosa itu, sehingga tidak bisa lebih baik daripada binatang-binatang dalam berelasi dengan Allah sebagaimana dalam sabda Allah kepada Yesaya kala menghakimi sebuah bangsa yang berdosa, bangsa yang sarat dengan kesalahan.
Kredit: Jay Nichvolodov- vice.com |
Apakah Tuhan suka dimanipulasi oleh kepintaran dan peradaban moderen manusia, menganggapnya ringan? Coba
perhatikan ini:
“Untuk apa itu korbanmu yang banyak-banyak? Apabila
kamu datang untuk menghadap di hadirat-Ku, siapakah yang menuntut itu dari
padamu, bahwa kamu menginjak-injak pelataran Bait Suci-Ku? Jangan lagi membawa
persembahanmu yang tidak sungguh, sebab baunya adalah kejijikan bagi-Ku. Kalau kamu
merayakan bulan baru dan sabat atau mengadakan pertemuan-pertemuan, Aku tidak
tahan melihatnya, karena perayaanmu itu penuh kejahatan. Perayaan-perayaan
bulan barumu dan pertemuan-pertemuanmu yang tetap, Aku benci melihatnya; semuanya
itu menjadi beban bagi-Ku, Aku telah payah menanggungnya. Apabila kamu
menadahkan tanganmu untuk berdoa, Aku akan memalingkan muka-Ku, bahkan sekalipun kamu
berkali-kali berdoa, Aku tidak akan mendengarkannya, sebab tanganmu
penuh dengan darah.”- Yesaya 1:11-15
Jika Hobbes hanya menista kemanusiaan saya dan anda dalam
pemikiran dan studi, itu masih dapat kita lawan. Saya dan anda dapat
menerbitkan pemikiran-pemikiran tandingan hingga bantahan yang teramat
sistematis sehingga pulihlah martabat kemanusiaan kita sebagai makhluk rasional
mengatasi binatang-binatang terpintar apapun juga.
Tetapi problemnya kala David Hume dan Thomas Hobbes hanya
mengelaborasi dalam tatar filsafat, sejarah dan pemikiran-pemikiran politik dan
kekuasaan, ada Tuhan yang menjadi hakim dan yang tak diam atas semuanya itu,
entah sekarang ini, atau jika pun tidak
sekarang ini, pasti nanti saat semua
makhluk dibangkitkannya dari kubur dan harus menghadapi penghakiman tanpa
pernah menjadi manusia-manusia tebusan Kristus yang hidup di dalam dan bagi
Kristus, bukan menghamba pada gagasan-gagasan yang menolak kebenaran Allah dalam Kristus sebagai satu-satunya jalan, kebenaran dan hidup, dan menjadikan kebenaran-kebenaran dunia sebagai sahabat karibnya sementara di
dunia ini.
Jadi apakah yang dapat kita lakukan sebagai warga Negara Kesatuan Republik Indonesia di kota-kota
manapun juga? Apa yang dapat kita lakukan adalah terus mencintai kota dan
negara kita dengan menjadi warga kota dan negara yang taat kepada penguasa
negeri yang telah terpilih secara demokratis, termasuk kepada para pemimpin
baru yang mungkin tidak anda sukai. Jangan
membenci dan jangan terus menebar
kebencian, karena kita bukan hadir untuk menebar kebencian tetapi
berlututlah dan berdoa – tekukanlah kaki ini hingga lutut ini bersimpuh di atas
tanah dan berdoalah bagi sebuah pertobatan, bagi sebuah pemulihan agar kiranya
IA masih memberikan kesejahteraan dan
keamanan dalam segala kehidupan saleh
dan kehormatan dalam berbangsa dan bernegara di negeri tercinta ini:
Pertama-tama aku menasihatkan: Naikkanlah
permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur untuk semua orang, untuk
raja-raja dan untuk semua pembesar, agar
kita
dapat hidup tenang dan tenteram dalam segala kesalehan dan kehormatan.-
1 Timotius 2:1-2
Ingatkanlah mereka supaya
mereka tunduk pada pemerintah dan
orang-orang yang berkuasa, taat dan siap untuk melakukan setiap
pekerjaan yang baik. Janganlah mereka memfitnah, janganlah mereka bertengkar,
hendaklah mereka selalu ramah dan bersikap lemah lembut terhadap semua orang. Karena
dahulu kita juga hidup dalam kejahilan: tidak taat, sesat, menjadi hamba
berbagai-bagai nafsu dan keinginan, hidup dalam kejahatan dan kedengkian, keji,
saling membenci.- Titus 3:1-3
Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak
ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan
pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah. Sebab itu barangsiapa
melawan pemerintah, ia melawan ketetapan Allah dan siapa
yang melakukannya, akan mendatangkan hukuman atas dirinya. Sebab jika seorang berbuat baik, ia tidak usah takut kepada
pemerintah, hanya jika ia
berbuat jahat. Maukah kamu hidup tanpa takut
terhadap pemerintah? Perbuatlah
apa yang baik dan kamu akan beroleh pujian dari padanya. Karena
pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu. Tetapi jika engkau berbuat jahat, takutlah akan dia, karena tidak percuma pemerintah menyandang
pedang. Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah
atas mereka yang berbuat jahat. Sebab itu perlu kita menaklukkan diri,
bukan saja oleh karena
kemurkaan Allah, tetapi juga oleh
karena suara hati kita.- Roma 13:1-5
SOLI DEO GLORIA
Catatan:
Untuk kerangka berpikir tinjauan studi politik, saya mengadopsi
sepenuhnya dari “Hobbes And The Wolfman: Melancholy And Animality In The Origins Of Modern Sovereignty,” karya Diego Hernan Rossello-
Northwestern University
No comments:
Post a Comment