Oleh : Prof. D.A. Carson
[Bagian3]“…Pada ahirnya, Paulus dapat menempatkan dirinya sendiri dibawah sebuah sumpah ( misal Roma 9:1; 2 Kor 1:23); Tuhan menempatkan dirinya sendiri dibawah sebuah sumpah ketika dia bersumpah demi dirinya sendiri ( Ibrani 6:13-18). Tetapi tidak Paulus atau juga Tuhan menggunakan sebuah sumpah untuk mengelak atau menyanggah dusta/bohong. Tidak juga dengan ketiadaan sebuah sumpah berarti baik Paulus atau Tuhan dapat bebas untuk berbohong………
Lex talionis, legislasi “mata ganti mata” (Matius 5:38-42). Hukum Perjanjian Lama, “mata ganti mata, dan gigi ganti gigi,” telah ditegakan sebagai bagian sistem yudisial dari benih bangsa Israel (Keluaran 21:24; Imamat 24:20; Ulangan 19:21). Untuk jenis-jenis kejahatan tertentu, faktanya sangatlah adil. Lex talionis (hukum pembalasan) tidak dapat diaplikasikan dalam banyak kasus kriminal—penyembahan berhala, sebagai contoh, atau perkosaan, atau penghujatan—tetapi dalam kejadian-kejadian, katakanlah, personal dan niat menciderai orang lain, dalam hal ini sangat adil. Terlebih lagi, lex talionis memberikan keuntungan membuat perseteruan yang berkepanjangan dapat dihentikan…..
Legislasi atau perundang-undangan Perjanjian Lama tidak hanya menyajikan kedilan yang ketat’keras ; legislasi atau perundang-undangan PL memberikan proyeksi gambaran akan realisasinya dimuka atas sebuah masyarakat yang tertata secara benar dimana orang-orang berinteraksi dan mendukung satu sama lain tanpa prasangka buruk/kebencian. Pada dasarnya ini adalah sebuah dunia yang telah rusak dan penuh dosa; legislasi harus dijalankan untuk mengekang atau membatasi kejahatan, memenuhi klaim-klaim keadilan, dan meredam dendam.
...itulah natur hubungan antara hukum Mosaik—atau, lebih luas lagi, “kitab hukum [dan] para nabi” ( 5:17)—dan kesempurnaan kerajaan yang sempurna. Yang terdahulu menunjuk kepada yang kemudian/akan datang; hukum taurat dan kitab para nabi menunjuk pada kerajaan. Dan kerajaan itu telah terbit; kerajaan itu telah dilantik/diresmikan dalam hidup dan pelayanan dan kematian dan kebangkitan dan peninggian Yesus.
Saya menduga saat kita berpikir tentang kasih di tempat-tempat keras, maka kita secara alami condong pada sukarnya tuntutan Yesus untuk mengasihi musuh-musuh kita. Musuh dalam berbagai bentuk dan ukuran. Sebelum kita merefleksikan pada keragaman musuh-musuh, dan oleh karena itu pada keragaman kasih yang dimintakan untuk diperlihatkan, kita harus memikirkan cara kita melalui apa yang berangkali merupakan nas paling penting pada subyek ini.