F O K U S

Nabi Daud Tentang Siapakah Kristus

Ia Adalah Seorang Nabi Dan Ia Telah   Melihat Ke Depan Dan Telah Berbicara Tentang Kebangkitan Mesias Oleh: Blogger Martin Simamora ...

0 KEMATIANKU (2 selesai)



Apa yang Terjadi Pada Seorang Saat  Kematian
Oleh: Wayne Jackson
Christian Courier


Dibawa Serta Bersama-Nya — 1 Tesalonika 4:14
Dalam surat atau epistelnya yang pertama kepada orang-orang kudus di Tesalonika, rasul Paulus menekankan bahwa orang-orang Kristen yang telah meninggal masih menikmati hubungan “dalam Kristus (1Tes 4:16b), dan pada waktu kedatangan Tuhan kembali, mereka yang tubuhnya telah “tidur” akan dibawa serta “bersamanya” (1Tes 4:14b) “dari surge” (1Tes 4:16a).

Sementara memang sejumlah kontroversi pada konstruksi teks tersebut (sejumlah pihak berkata bahwa “dengannya” merujuk pada sebuah jalan masuk menuju surge setelah waktu kedatangan Kristus kedua), setelah mempertimbangkan opsi-opsi secara cermat, Hendriksen menyatakan bahwa Allah “akan membawa jiwa-jiwa mereka [orang-orang benar] dengannya dari surge [dengan Yesus, dari surga], sehingga orang-orang benar dalam Kristus dapat disatukan kembali secara cepat (dalam sekejab)” dengan tubuh-tubuh mereka (1979, 113-114; bandingkan dengan Morris, 1991, 140).

Semua orang kudus yang setia-yang masih hidup dan yang telah meninggal dunia-tetap memiliki pengalaman mereka “bersama dengan Tuhan”. Terkait hal ini, Harris memberikan sebuah komentar:

“The difference between ‘the dead in Christ’ and living Christians is not in their status (‘in Christ’ in both cases), but in the quality of their fellowship with Christ and the degree of their proximity to Christ” (1971, III.1207; emphasis added).

[perbedaan antara “mereka yang telah meninggal dalam Kristus”dan orang-orang Kristen yang masih hidup bukan dalam status mereka (“dalam Kristus” dalam kedua kasus tersebut), tetapi dalam kualitas persekutuan mereka dengan Kristus dan tingkat kedekatan mereka pada Kristus” (1971, III.1207; penekanan ditambahkan).

Telah Diselamatkan Kepada Kerajaan Surgawi-Nya-2Timotius 4:18

Dalam tulisan terakhirnya, Paulus mengekspresikan keyakinan dirinya bahwa Tuhan “akan melepaskanky dari setiap pekerjaan jahat, dan akan menyelamatkanku kepada kerajaan surgawi-Nya” (2Timotius 4:18). Terminologi “surgawi” adalah sebuah terminologi komposit, secara literal bermakna “dalam surga.” Mengenai ini George W.Knight berpendapat:
“it appears that Paul is speaking of Christ’s kingdom ‘in heaven’ and saying that when he dies he will be brought safely into that kingdom and remain in it from then on (cf. 1 Thes. 4:13-18)” (1992, 472; cf. Lenski, 1961, 880-881).
[Nyata bahwa Paulus sedang membicarakan kerajaan Kristus “dalam surge” dan berkata bahwa ketika ia mati ia akan dibawa secara aman  ke dalam kerajaan itu dan tetap berada di dalamnya sejak ia dibawa masuk (bandingkan 1Tes 4:13-18)” (1992, 472;  bandingkan dengan Lenski, 1961, 880-881).]


Di Bawah Mezbah — Wahyu 6:9
Dalam Wahyu 6:9 dst, Yohanes melihat sekelompok jiwa “di bawah Mezbah.” Mereka telah dibunuh karena firman Tuhan dan kesaksian mereka. Mereka telah dikhususkan dari mereka yang ada di “bumi” (Wahyu 6:10), dan motif “mezbah” mengidentifikasikan lokasi sebagai surge (Wahyu 8:3,5; 11:1,19;14:15,18).

Jika tidak ada jiwa-jiwa di surge, gambaran tersebut tidak mungkin dipahami. Lihat juga “kumpulan besar orang” yang sedang “berdiri dihadapan takhta dan dihadapan Anak Domba” (Wahyu 7:9 dst; 14:1-4). Dan sebagaimana telah ditunjukan sebelumnya dalam kitab Wahyu, “pohon kehidupan”, telah diidentifikasikan sebagai sedang berada dalam “Firdaus” (Wahyu 2:7) berlokasi dalam surga (Wahyu 22:2).

Seorang ahli dengan merujuk pada pernyataan rasul Paulus mengenai perjalanannya ke surga 14 tahun sebelumnya (2Kor 12:1 dst) menyatakan secara cermat:

“Paul’s reference to the vision given him early in his ministry, in which in one instance he says that he was ‘caught up even to the third heaven,’ and in another that he was ‘caught up into Paradise,’ II Cor. 12:2-4, shows that Paradise is to be identified with heaven” (Boettner, 1956, 92).

[Referensi Paulus pada penglihatan yang diberikan padanya di permulaan pelayanannya, yang mana dalam satu pernyataannya ia berkata bahwa ia telah “diangkat bahkan ke langit ketiga”, dan pada bagian lainnya bahwa ia telah “diangkat masuk ke dalam Firdaus.” 2Kor 12:2-4, menunjukan bahwa Firdaus harus diidentifikasikan dengan surga” (Boettner, 1956, 92).]

Karena itu, tidakkah yang terbaik, untuk mengatakan Hades sebagai sebuah keadaan jiwa-jiwa yang telah meninggalkan tubuhnya/meninggal (apakah orang benar atau tidak benar) sebelum kebangkitan—“Firdaus” menggambarkan keadaan orang benar dalam alam surgawi, walaupun hingga sekarang tanpa tubuh-tubuh baru mereka?

Pandangan ini konsisten dengan bukti berlimpah dari upah surga pada titik kematian. Sebagaimana Prof. Erickson telah menyatakan perihal ini:

    “On the basis of these biblical considerations, we conclude that upon death believers go immediately to a place and condition of blessedness, and unbelievers to an experience of misery, torment, and punishment. Although the evidence is not clear, it is likely that these are the very places to which believers and unbelievers will go after the great judgment, since the presence of the Lord (Luke 23:43; 2 Cor. 5:8; Phil 1:23) would seem to be nothing more than heaven. Yet while the place of the intermediate and final states may be the same, the experiences of paradise and Hades are doubtless not as intense as what will ultimately be, since the person is in a somewhat incomplete condition” (Erickson, 1998, 1189).


[pada basis pertimbangan-pertimbangan biblikal ini, kita menyimpulkan bahwa pada kematian orang-orang percaya seketika itu juga pergi ke sebuah tempat dan kondisi keterberkatan, dan orang-orang tak percaya ke sebuah pengalaman penderitaan sengsara, tersiksa dan penghukuman. Walau buktinya tidak jernih, itu hampir dipastikan bahwa tempat-tempat ini adalah memang benar merupakan tempat-tempat dimana orang-orang percaya dan orang-orang tak percaya akan pergi setelah penghakiman agung, karena hadirat/ kehadiran Tuhan (Lukas 23:43; 2Korintus 5:8; Fil 1:23) akan terlihat menjadi tidak ada apa-apa daripada surga. Namun sementara tempat penantian sementara orang-orang yang telah meninggal dan tahap-tahap final mungkin sama, pengalaman-pengalaman firdaus dan Hades secara pasti tak seintensif sebagaimana apa yang pada puncaknya terjadi. Karena orang tersebut masih dalam sebuah semacam keadaan yang tidak utuh” (Erickson, 1998, 1189).


Keberatan-Keberatan yang Dituduhkan
Sejumlah orang Kristen terhormat telah menyampaikan pendapat bahwa orang-orang benar yang meninggal tidak akan ada di surge sampay setelah kebangkitan umum dan sejumlah nas disajikan sebagai teks-teks pendukung bagi pandangan ini. Pertimbangkanlah berikut ini.

Tidak Seorangpun Telah Naik — Yoh 3:13
“Tidak ada seorangpun yang telah naik ke sorga, selain dari pada Dia yang telah turun dari sorga, yaitu Anak Manusia”-Yohanes 3:13

Tidakkah nas ini menyatakan bahwa tak seorangpun belum masuk ke dalam surga? Pernyataan ini, harus diakui, adalah sukar-jika diisolasikan dari konteks terdekatnya. Akan tetapi, salah satu prinsip interpretasi Alkitab adalah, bahwa sebuah teks yang dijumpi tidak memberikan makna yang pasti harus diharmonisasikan dengan nas-nas yang lebih jelas pada satu tema.

    “No single statement or obscure passage of one book can be allowed to set aside a doctrine which is clearly established by many passages” (Terry, 1890, 449).

[Tidak satupun pernyataan atau nas yang memiliki makna tak pasti dari sebuah buku dapat dibolehkan untuk menyingkirkan sebuah doktrin yang secara jelas dibangun oleh banyak nas” (Terry, 1890, 449).]

Karena itu, jika ada bukti kuas bahwa ada jiwa-jiwa di dalam surga, nas ini tidak bisa dipaksakan menjadi konflik dengan realita tersebut. Dalam teks ini Kristus sedang membicarakan keunikan dirinya dan kemampuan melekat pada dirinya sendiri untuk mengajar terkair “hal-hal surga”. Kristus tidak sedang mendiskusikan tema umum tentang siapa yang  boleh atau tidak boleh berada di surga.

Dunia purba dipenuhi dengan mitos-mitos mereka yang seharusnya telah naik kedalam surga dan telah kembali untuk membagikan informasi mereka dengan para penduduk bumi. Dalam menyatakan keunikannya, Tuhan sedang mendeklarasikan bahwa tak seorangpun telah naik kedalam surga untuk mengakses pengetahuan yang dengan pengetahuan itu dibagikannya saat kembali ke dunia.

Robert Stein mengutarakan bahwa itu adalah sebuah sarana bersifat idiom yang menggambarkan sebuah usaha manusia untuk mendapatkan pengetahuan ilahi (1990,103). Hanya seorang yang benar-benar makhluk divinitas secara intrinsik  memiliki sebagai kepunyaan diri sendiri informasi mewah semacam itu (Dods, 1956, I.715). Kristus, sebuah pribadi kekal yang berdiam di surga (Yohanes 1:1), memang telah dikualifikasikan untuk sebuah peran sedemikian. Manusia-manusia lain tidak dalam kualifikasi tersebut.


Godet memparafrasekan perihal ini:
    “No one has entered into communion with God and possesses thereby an intuitive knowledge of divine things, in order to reveal them to others, except He to whom heaven was opened and who dwells there at this very moment” (cited by Morris, 1995, 197).

[tak seorangpun telah  masuk kedalam komuni dengan Tuhan dan memiliki sebagai kepunyaannya sehingga memberikan padanya sebuah pengetahuan intuitif akan hal-hal divinitas, agar supaya menyingkapkannya kepada manusia-manusia lain, kecuali Ia yang padanya surga telah dibukakan dan yang berdiam di sana  tepat pada saat ini juga” (dikutip oleh Morris,1995,197).

Karena itu, memahaminya secara tepat, teks ini tidak sedang menegasikan atau menyangkal argument-argumen yang telah digambarkan di atas berdasarkan nas-nas Alkitab.


Belum Naik Kepada Bapa — Yohanes 20:17
Ketika Maria Magdalena memegang Yesus pada pagi kebangkitan, Tuhan, dengan peringatan lembut memperingatkan, berkata:
"Janganlah engkau memegang Aku, sebab Aku belum pergi kepada Bapa,… Yohanes 20:17

Beberapa alasan untuk pandangan semacam ini: Yesus belum juga ke Bapa, yang ada di surga; ia telah pergi ke Hades (Kisah Para Rasul 2:27), dua keadaan ini sama sekali terpisah.

Logika ini cacat. Pandangan ini tidak memperhitungkan nas-nas lainnya. Dan pandangan semacam ini gagal untuk mempertimbangkan konteks terdekat deklarasi Juruselamat:
Pertama, pada poin  kematiannya Kristus telah berseru dengan suara nyaring:”Bapa, kedalam tanganmu Aku serahkan rohku…”(Lukas 23:46).Benarkah Ia menyerahkan rohnya kepada Bapa? Pada momen tersebut? Atau apakah itu diasosiasikan hanya terwujud 40 hari  kemudian?

Itu tentu saja bukan interpretasi yang paling alami. Present tense, bentuk suara tengah kata kerja menunjukan bahwa ia telah melakukan “penyerahan,” “memberikan,” atau “mempercayakan” rohnya pada Bapa menjadi pemeliharanya pada momen tersebut (Spicq, 1994, 3.13; Danker, 2000, 772).

“At the moment when He is about to lose self-consciousness, and when the possession of His spirit escapes from Him, He confides it as a deposit to his Father” (Godet, 1879, II.338). “The Father received the Spirit of Jesus” (Bengal, 1877, II.216).

[“Pada momen itu ketia Ia sedang menuju ke setengah kehilangan kesadaran akan diri dan ketika kepemilikan atas roh-Nya telah meningglkan-Nya, Ia telah memberikan roh-Nya yang paling berharga itu sebagai sebuah deposit kepada Bapa-Nya” (Godet, 1879, II.338).“The Father received the Spirit of Jesus” (Bengal, 1877, II.216).


Kedua, Ketika Yesus berkata,”Aku belum naik [perfect tense] kepada Bapa,” bentuk kalimat atau tense menunjukan sebuah keadaan permanen, bukan belaka apa yang dilakukannya (Tenney, 1981, 192). Lebih lanjut, Maria sedang memegang pada tubuh-Nya. Ia telah merujukan “tubuh”-Nya ketika ia mengafirmasikan bahwa Ia belum naik ke atas. Ia tidak sedang menyangkali telah berada bersama dengan Bapa selama waktu 3 hari sebelumnya. Yesus sedang memperingatkan Mari bahwa masa tinggalnya di bumu adalah temporer atau sesaat. Hubungan permanen dengan diri-Nya akan terjadi pada masa depan-dalam surga


Daud Tidak di Surga — Kisah Para Rasul 2:34
Argumen lainnya berdasarkan nas Alkitab yang dirancang untuk mendukung gagasan ini adalah bahwa tak seorang pun tetapi Allah Tritunggal dan para malaikatnya saja yang berdiam di surge dengan mengambil pernyataan Petrus pada hari Pentakosta sehubungan dengan Daud. Ratusan tahun setelah raja besar itu meninggal, Petrus mendeklarasikan:”Sebab Daud belum naik kedalam surga..” (Kisah Para Rasul 2:34).

Untuk merancang teks ini sebagai bukti bahwa roh Daud belum ada dalam surga, sepenuhya tak tepat. Argumen rasul Petrus adalah, bahwa profetik mazmur yang telah lebih dulu mengatakan kebangkitan Mesias dan bertakhtanya Ia dan bahwa raja besar Israel tidak dapat berbicara sehubungan dengan dirinya sendiri, karena tubuh Daud masih berada dalam kuburnya yang terjaga aman, sebagaimana mereka telah mengakuinya setelah menolak sebelumnya (Kisah Para Rasul 2:29). Jadi, ayat 34  berhubungan dengan tubuh Daud, bukan jiwanya.

Kesimpulan
Secara keseluruhan adalah tepat untuk mengatakan bahwa pada kematiannya, roh anak Allah berada dalam Hades atau Firdaus. Ini tidak harus merupakan sebuah penyangkalan  bahwa jiwa yang sama dalam surga jika firdaus (jiwa yang diterima) pada dasarnya keadaan jiwa terpisah dari tubuh berada dalam surga. Jadi, pada saat kedatangan kembali Kristus, ketika tubuh dan jiwa disatukan kembali, terminologi Hades menjadi using (Wahyu 1:18;20:13), Karena akan ada setelahnya keadaan tak ada “hanya jiwa.”

Saya mau menyampaikan kata peringatan terhormat ini. Mereka yang cepat menolak saudara-saudara mereka yang membicarakan orang-orang terkasih setia mereka “dalam surga” harus bertindak dengan lebih berhati-hati. Ketika ada hanya sedikit teks berkata mengenai orang-orang kudus yang telah meninggal di Hades/Firdaus (dengan tanpa elaborasi), dan teks-teks lain (lebih berlimpah dan eksplisit) menunjukan orang-orang benar yang meninggal tinggal di surga, pelajar yang saleh dan takut akan Tuhan tidak akan membuang banyak ayat yang menyatakan orang benar dalam Kristus yang meninggal ada di surge demi sedikit ayat tersebut. Sebagaimana seorang ahli menyatakannya:

    “[T]he New Testament has very few verses speaking of the intermediate state, but the teaching is definite that, for the child of God, absent from the body is to be present with the Lord (2 Cor 5:8)” (Harris, R.L., 1971, 175; cf. Ecclesiastes 12:7).

Perjanjian Baru memiliki sangat sedikit ayat yang membicarakan keadaan orang percaya yang meninggal dalam masa penantian, tetapi ajaran ini sangat jelas ada bahwa, bagi anak Tuhan, meninggalkan tubuh adalah menjadi berada dengan Tuhan (2Kor 5:8)” (Harris, R.L., 1971, 175; cf. Ecclesiastes 12:7).

Sebaliknya, mengakui bahwa semua tubuh kitab suci diinspirasi dari Tuhan, dan karenanya tidak dikonflikan, sebuah solusi akan diupayakan sehingga membawa dua pernyataannya menjadi harmoni. Namun demikian, pada puncaknya ketaksepekatan dalam studi area ini tidak seharusnya menjadi sebuah titik ketaksepakatan yang memanas. Hal tersebut ada sebagaimana adanya terlepas dari peselisihan kita.


Diterjemahkan dan diedit oleh dengan penuh pengucapan syukur dari jiwaku yang terdalam: Martin Simamora

Soli Deo Gloria
Solus Christus
Sola Gratia


Kutipan dan Referensi Untuk Artikel ini:
Barnett, Paul. Second Epistle to the Corinthians. Grand Rapids, MI: Eerdmans. 1997.
Bengal, John A. Gnomon of the New Testament. Edinburgh, Scotland: T. & T. Clark. 3 Vols. 1877.
Boettner, Loraine. Immortality. Philadelphia, PA: Presbyterian & Reformed. 1956.
Danker, F.W. et al. Greek-English Lexicon of the New Testament. Chicago, IL: University of Chicago. 2000.
Dods, Marcus. The Expositor’s Greek Testament. W. Robertson Nicoll, ed. Grand Rapids, MI: Eerdmans. 1956.
Erickson, Millard J. Christian Theology – Second Edition. Grand Rapids, MI: Baker Academic. 1998.
Fee, Gordon. Paul’s Letter to the Philippians. Grand Rapids, MI: Eerdmans. 1995.
Godet, F. The Gospel of St. Luke. Edinburgh, Scotland: T. & T. Clark. 2 Vols. 1879.
Grundmann, Walter. Theological Dictionary of the New Testament. G. Kittel, ed. Grand Rapids, MI: Eerdmans. 10 Vols. 1964.
Harris, M.J. “Prepositions.” The New International Dictionary of New Testament Theology. C. Brown, ed. Grand Rapids, MI: Zondervan. 1971.
Harris, R. Laird. Man — God’s Eternal Creation. Chicago, IL: Moody. 1971.
Hendriksen, William. Thessalonians, Timothy, Titus. Grand Rapids, MI: Baker. 1979.
Hiebert, D. Edmond. The Thessalonian Epistles. Chicago, IL. Moody. 1971.
Hodge, Charles. An Exposition of Second Corinthians. New York, NY: Robert Carter & Brothers. 1860.
Knight, George W. The Pastoral Epistles. Grand Rapids, MI: Eerdmans. 1992.
Lenski. R.C.H. Colossians, Thessalonians, Timothy, Titus, Philemon. Minneapolis, MN: Augsburg. 1961.
Melick, Jr., Richard R. Philippians – The New American Commentary. Nashville, TN. 1991.
Morris, Leon. First & Second Thessalonians. Grand Rapids, MI: Eerdmans. 1991.
Morris, Leon. The Gospel of John – Revised. Grand Rapids, MI: Eerdmans. 1995.
Robertson, A.T. A Grammar of the Greek New Testament in the Light of Historical Research. London, England: Hodder & Stoughton. 1919.
Spicq, Ceslas. Theological Lexicon of the New Testament. Peabody, MA: Hendrickson. 3 Vols. 1994.
Stein, Robert. Difficult Passages in the New Testament. Grand Rapids, MI: Baker. 1990.
Tenney, Merrill. John – The Expositor’s Bible Commentary, Frank Gaebelein, ed. Grand Rapids, MI: Zondervan. 1981.
Terry, Milton S. Biblical Hermeneutics. New York, NY: Eaton & Mains. 1890.
Vincent, Marvin. Word Studies in the New Testament. Wilmington, DL: Associated Publishers. 1972.
Woods, Guy N. The Gospel According to John. Nashville, TN: Gospel Advocate. 1981.





No comments:

Post a Comment

Anchor of Life Fellowship , Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri - Efesus 2:8-9