Siapakah yang Mengontrol Kematian?
Oleh:
Wayne Jackson
Christian
Courier
“Ketika
seorang Kristen terkasih meninggal dunia, para sobatnya kerap berkata.”Tuhan
telah memanggilnya pulang.” Namun demikian, Kitab suci terlihat mengatakan
bahwa iblis memiliki “kuasa atas kematian” (Ibrani 2:14). Siapa yang
menyebabkan kematian?
Mari kita
pertama-tama mempertimbangkan sejumlah kebenaran umum Alkitab
Allah
itu pencipta dan pemelihara hidup (Kisah Para Rasul 17:25,28; 1 Timotius 6:13).
Sebab Allah mahakuasa, Ia secara nyata memiliki kemampuan untuk mengakhiri
kehidupan manusia, sebagaimana yang telah Ia lakukan dalam kasus Uza:
2Samuel
6:7 Maka bangkitlah murka TUHAN terhadap Uza, lalu Allah membunuh dia di sana
karena keteledorannya itu; ia mati di sana dekat tabut Allah itu.
Juga, Ia memiliki
kuasa untuk memperpanjang hidup. Ia telah memperpanjang hidup Hizkiah sebanyak
15 tahun (2 Raja-Raja 20:6), baik secara providensia, atau lebih lagi secara
ajaib, atau barangkali sebuah kombinasi kedua-duanya.
Ia bahkan dapat
merestorasi kehidupan dari kematian, sebagaimana yang telah Ia lakukan dengan
membangkitkan Yesus dari antara orang mati (Roma 1:4)
Sementara adalah
benar bahwa di era purba Allah terkadang beroperasi secara langsung, dalam
mengendalikan untuk menggenapkan maksudnya untuk menyudahi atau merestorasi
hidup manusia, peristiwa-peristiwa tersebut adalah supernatural (ajaib) dengan
desain-desain yang sangat spesifik. Karena tujuan-tujuan sepesifik tersebut, hal-hal
semacam ini tidak untuk dipertimbangkan sebagai sebuah prosedur divinitas bagi kekinian:
1Korintus
13:8-10 Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan
berhenti; pengetahuan akan lenyap. Sebab pengetahuan kita tidak lengkap dan
nubuat kita tidak sempurna. Tetapi jika yang sempurna tiba, maka yang tidak
sempurna itu akan lenyap.
Sebagai contoh,
selama masa hidup Musa, seorang laki-laki bernama Korah (sepupu Musa) telah
menggerakan sebuah pemberontakan melawan nabi Allah dan saudaranya, Harun
(Bilangan 16:3). Sebagai akibatnya, mereka berdiri dalam penentangan terhadap
Allah sendiri, karena Musa dan Harun
hadir mewakili TUHAN (lihat ayat 30).
Karena itu, Allah
telah menetapkan untuk menghukum pemberontak-pemberontak ini dengan mengambil
nyawa mereka. Sebuah tanda harus diberikan untuk mendokumenkan fakta bahwa
penghakiman telah dilaksanakan sebagai ketetapan yang divinitas- bukan kematian
yang alami. Musa berkata:
Bilangan
16:29 jika orang-orang ini nanti mati seperti matinya setiap manusia…
maka aku tidak diutus TUHAN
Daya tarik khusus
pada frasa “seperti matinya setiap
manusia” menunjukan kesudahan hidup manusia pada umumnya yang bukan merupakan
keterlibatan Allah dalam melakukannya secara langsung.
Mati seperti matinya
setiap manusia. Ketika orang mati, itu
maksudnya bukan karena Tuhan mengintervensi dan mengambil roh dari
tubuhnya terlepas dari apakah itu orang “baik” atau “jahat”.
Yakobus
2:26 Sebab seperti tubuh tanpa roh
adalah mati,
Ini pada dasarnya
adalah proses alami, yang pada ultimatnya
merupakan akibat dari penolakan manusia atas hukum Tuhan pada permulaan
sejarah manusia:
Kejadian
2:17 tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah
kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau
mati."
Kejadian
3:22 Berfirmanlah TUHAN Allah: "Sesungguhnya manusia itu telah menjadi
seperti salah satu dari Kita, tahu tentang yang baik dan yang jahat; maka
sekarang jangan sampai ia mengulurkan tangannya dan mengambil pula dari buah
pohon kehidupan itu dan memakannya, sehingga ia hidup untuk
selama-lamanya."
Roma
5:12 Sebab itu, sama seperti dosa telah
masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut,
demikianlah maut itu telah menjalar
kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa.
TUHAN, karena itu,
memberikan pintu masuk kematian untuk mengambil kita sebagai sebuah proses.
Tetapi kita tidak diberi kuasa untuk berkata, dalam kasus spesifik apapun juga,
Allah “telah mengambil” dia, kecuali pewahyuan ilahi mengindikasikannya.
Bandingkan dengan:
Kejadian
5:24 Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah, lalu ia tidak ada lagi, sebab ia
telah diangkat oleh Allah
Sebagaimana telah
dikatakan, apakah maksud teks yang mendeklarasikan bahwa iblis “memiliki kuasa
kematian” (Ibrani 2:14)?
Pertama, itu harus
dinyatakan secara empatik bahwa Setan tidak memiliki kuasa untuk secara
langsung mengambil nyawa manusia. Jika demikian kasusnya, semua orang Kristen
akan dibunuh, karena ia adalah ‘musuh’ kita (Matius 13:28).
Kitab Ayub
mendemonstrasikan kebenaran ini juga. Setan hanya dapat membahayakan patriakh
Ayub tersebut sejauh TUHAN memberikan pintu masuk baginya, dan Tuhan telah
menolak memberikan izin untuk membinasakan hidup Ayub (Ayub 2:6). Allah lebih
agung daripada kesengsaraannya. Bandingkan dengan:
1Yohanes
4:4 Kamu berasal dari Allah, anak-anakku, dan kamu telah mengalahkan nabi-nabi
palsu itu; sebab Roh yang ada di dalam
kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia.
Referensi pada kusa
kematian yang dimiliki Setan tanpa diragukan sebuah ekspresi yang didesain
untuk peran Penggoda dalam kejatuhan manusia pada permulaan waktu. Kematian
memerintah sebagai sebuah akibat dosa (Roma 5:12). Sejak iblis memperkenalkan
dosa, iblis telah ditokohkan sebagai sang “pembunuh” keluarga manusia:
Yohanes
8:44 Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan
bapamu. Ia adalah pembunuh manusia
sejak semula…
Kematian, karena itu,
adalah sebuah rancangan pertemuan yang pasti dialami semua manusia (Ibrani
9:27)-dengan pengecualian bagi mereka yang masih hidup saat kedatangan kembali
Kristus (1Korintus 15:51).
Sejauh dalam hal Setan
memiliki sebuah peran berat bagi persamaan upah dosa adalah maut, dalam hal
tersebutlah maka ia dikatakan memiliki “kuasa kematian/” Tidak dalam makna
secara langsung, tetapi hanya dalam sebuah kesejarahan, ia telah diasosiasikan.
Akan tetapi, akhir bahagia
bagi tragedy ini telah terlihat dalam fakta Yesus, oleh kebangkitan dirinya
sendiri dari antara orang mati, dan inilah yang telah menginspirasikan
bahwa Yesus adalah “buah pertama” dari
mereka yang akan juga mengalami apa yang dialami Yesus, merupakan keseluruhan kabar baik itu bahwa Ia “telah mematahkan
kuasa maut dan mendatangkan hidup yang tidak dapat binasa” (2 Timotius 1:10).
Dan pengharapan yang
terberkati tersebut (bandingkan dengan Kisah Para Rasul 24:15) telah melepaskan
umat-Nya dari perbudakan “takut akan kematian” (Ibrani 2:15).
Dalam momen-momen
kita yang lebih baik, karena itu, kita dapat berkata,” Aku menginginkan untuk
pergi dan ada bersama dengan TUHAN, karena itu adalah sangat jauh lebih baik (bandingkan Filipi
1:23). Lagi, kita “menginginkan lebih baik untuk meninggalkan tubuh ini,”
sehingga kita dapat menjadi “berada di rumah bersama dengan Tuhan” (2 Korintus
5:8).
Karena itulah refrain
yang manis bagi lagu kita akan terdengar seperti ini:
"Berbahagialah
orang-orang mati yang mati dalam Tuhan, sejak sekarang ini."
"Sungguh," kata Roh, "supaya mereka boleh beristirahat dari
jerih lelah mereka, karena segala perbuatan mereka menyertai mereka."-
Wahyu 14:13
Karena itulah, mari
kita berupaya untuk meletakan soal-soal mengenai “hidup” dan “kematian” kedalam
sebuah fokus yang lebih tajam, dan mempersiapkan diri kita bagi hari atau saat kematian diri kita
sendiri.
Diterjemahkan
dan diedit oleh: Martin Simamora
Soli Deo Gloria
Solus Christus
No comments:
Post a Comment