Sebuah
Pelajaran dari Lintah
Oleh: Jason
Jackson
Christian
Courier
Sudahlah
itu Cukup??
Terdapat beberapa hal yang tak pernah kita
ucapkan,”Sudahlah itu cukup.” Agur bin Yake mengangkat perihal bagi kita:
Perkataan Agur bin
Yake dari Masa. Tutur kata orang itu: Aku
berlelah-lelah, ya Allah, aku
berlelah-lelah, sampai habis
tenagaku- Amsal 30:1
Ini membentangkan
dihadapan kita pemikiran-pemikiran kita semua mengenai “hal-hal yang tak mungkin dipuaskan”
pengejaran-pengejaran kita sehingga mampu berkata “sudahlah itu cukup.”
Si lintah mempunyai
dua anak perempuan: "Untukku!" dan "Untukku!" Ada tiga hal
yang tak akan kenyang, ada empat hal yang tak pernah berkata:
"Cukup!" Dunia orang mati,
dan rahim yang mandul, dan bumi yang tidak pernah puas dengan air,
dan api yang tidak pernah berkata: "Cukup!" (Amsal 30:15-16).
Ayat-ayat ini dalam
bentuk sebuah amsal dan ibarat, perkataan dan teka-teki orang bijak
(Amsal 1:6)
Apakah poin yang
hendak dikatakan oleh ayat-ayat diatas tersebut? Jawabannya tidak dikemukakan
dalam cara yang ekspresif atau gamblang.
Saya asumsikan bahwa
kita seharusnya merenungkan mengenai hal ini sejenak. Saya membayangkan bahwa
kita harus memberikan waktu khusus untuk mempertimbangkan ayat tersebut dengan
sejumlah pemikiran, sejenak. “Hemm… Terdapat beberapa hal yang tak pernah kita
ucapkan,”Sudahlah itu cukup.”
Sebuah petunjuk
penting di sini adalah, bahwa si penulis menggunakan sebuah “amsal numerik”
(semacam dengan Amsal 6:16). Amsal numerik atau angka adalah sebuah daftar
sejumlah hal tertentu, dan ketika daftar tersebut terlihat lengkap, sesuatu yang lain
ditambahkan pada daftar tersebut. Dengan kata lain, daftar tersebut tentu saja
tidak bersifat menyeluruh.
Dalam amsal ini,
pesannya tidak sepenuhnya apa yang ada dalam daftar tersebut, tetapi apa yang
dapat ditambahkan pada daftar tersebut atau apa yang secara figuratif sedang
hendak dikemukakan oleh daftar tersebut. “Hal-hal
yang tak mungkin dipuaskan” ini mengingatkan kita akan manusia-manusia tak mungkin dipuaskan.
Peringatannya adalah
bahwa kita bisa saja adalah manusia
yang tak pernah dipuaskan itu. Moral
kisah ini adalah untuk menemukan rasa cukup.
Dengarkan nasihat
Paulus:
Aku
tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan
dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik
dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun
dalam hal kekurangan. Segala perkara dapat kutanggung di
dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.- Filipi 4:12-13
Dua
Peringatan Mengenai Lintah-Lintah
Anggaplah bahwa
seseorang memanggilmu seekor”lintah”. Maukah kamu menganggapnya sebagai sebuah
sanjungan? Saya kira kamu akan pikir itu pujian, kalau kamu memang benar salah
satu lintah itu. Tetapi kebanyakan kita akan menganggapnya sebagai pelecehan,
karena manusia-manusia parasit pada dasarnya menjijikan.
Peringatannya ada dua
bagian. Satu bagian, belajarlah untuk menjadi cukup. Tetapi pada satu sisi
lainnya, waspadai lintah-lintah sekita itu:
▬Alkoholik
menginginkan minuman lainnya
▬Pezinah
menginginkan perselingkuhan lainnya
▬Orang
angkuh menginginkan sanjungan lainnya
▬Orang
yang bernafsu atas benda kepunyaan orang lain menginginkan apa yang kamu miliki
▬Seorang
yang dikuasai hasrat birahi menginginkan pelacur lainnya lagi
▬Seorang
pemalas menginginkan gratisan lainnya lagi
▬Seorang
pembangkang menginginkan pelarian lainnya lagi
▬Seorang
Penyesat menginginkan toleransimu padanya
Dan semua hal ini
akan beragam daya hancurnya pada hubungan atau relasi mereka, mengorbankan kebahagiaan
mereka sendiri, selalu berupaya untuk mendapatkan lebih banyak lagi dari apa
yang mereka inginkan.
Tetapi tak seorangpun
harus menjalani kehidupan sebuah hidup yang tak dapat dipuaskan.
Ketika seseorang
menginginkan keselamatan, mereka dapat menemukan keselamatan yang sesungguhnya:
dan
kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu-
Yohanes 8:32
Apa yang Satan
tawaran dalam buah tesebut sesungguhnya adalah sebuah ilusi. “Kamu bisa loh
sebijak Tuhan. Kamu itu tidak akan memerlukan
siapapun untuk memberitahumu apa yang harus dilakukan. Kamu itu bisa menjadi
pandu moralmu sendiri, bebas atau merdeka dari semua batasan.”
Ada sebuah kait
pancing dalam pencobaan itu, dan kait itu adalah sebuah penderitaan hidup dalam
wujud diri kita tidak pernah dapat
dipuaskan dengan ilusi-ilusi kosong dan melarikan diri dari
pertanggungjawaban pribadi. Memang
ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar. (1Timotius
6:6).
Diterjemahkan
dan diedit oleh: Martin Simamora
Soli
Deo Gloria
No comments:
Post a Comment