Oleh : Dr. Harry L. Reeder
Gereja tidak lagi membentuk dunia karena gereja sedang dibentuk oleh dunia ini. Gereja hari ini tidak dapat membendung, apalagi mentransformasi…., alih-alih memperkatakan berita injil sejati… telah terbujuk rayu dan telah diintimidasi masuk kedalam modifikasi berita injil berdasarkan pada apa yang direstui oleh budaya
rekonstruksi : Titanic oleh Cameron- nydailynews.com |
Dalam gelap gulita 15 April 1912, Titanic yang dijuluki sebagai”
kapal yang bahkan Tuhan tidak dapat menenggelamkannya, telah karam
dalam perairan ber-es di Atlantik Utara, lambungnya terbelah dua. Luar biasanya, mereka yang hilang dalam
bencana ini terdiri dari orang-orang dari
berbagai kalangan dan latar belakang kehidupan yang dapat dipikirkan, termasuk beberapa diantaranya
adalah para multi milyarder. Perahu-perahu penyelamat disesaki dengan
para wanita dan anak-anak dari setiap lapisan masyarakat.
Fenomena-fenomena ini menjadi
subyek-subyek analisa yang tak
tertahankan dalam media dan bahkan dalam lingkungan akademi selama hari-hari berikutnya.
Filem Titanic (1977) yang dipublikasikan secara luas dan
diakui sebagai yang sangat baik telah berupaya untuk menciptakan kembali
peristiwa bersejarah ini. Filem ini, telah dikatakan sebagai sukses secara sinematik dan teknologi, sebenarnya sebuah kegagalan faktual, memotret secara tidak
tepat kisah malam yang mencekam
tersebut. Perevisi naskah telah berupaya untuk menghadirkan bencana sebagai “perang kelas
sosial.” Sebuah kisah cinta
berzinah yang norak antara seorang
perempuan dari kalangan atas dan seorang imigran dari kalangan kelas rendah telah diadakan untuk filem ini. Juga ada sebuah gambaran fiksional terkait
tekanan budaya elit terhadap kelas-kelas masyarakat yang lebih rendah dalam perut kapal ini, memampukan mereka (sebagai sebuah hak istimewa)
untuk menyelamatkan diri dengan sejumlah perahu penyelamat.
Sebenarnya,para pembuat filem melewatkan sebuah peluang besar. Mikrokosmos kemewahan, konsumerisme,
dan elitisme, peristiwa
luar biasa yang terjadi. Para pria dengan
kekuasaan dan prestisius yang
dimilikinya telah mengorbankan nyawa mereka demi para perempuan dan anak-anak dari kelas
masyarakat yang lebih rendah, banyak dari mereka adalah adalah para budak, para
buruh harian, dan para pembantu rumah tangga. Dalam diri mereka yang dalam cara
yang luar biasa mengutamakan kepentingan diri sendiri, pengorbanan diri
telah menjadi sebuah kebajikan umum selama momen krisis ini, kekuatan
luar biasa memilih untuk mati agar yang
tidak berdaya dapat menerima kehidupan.
Analisa-analisa pada hari-hari berikutnya secara terus-menerus mempertanyakan pertanyaan yang nyata: “Mengapa?” Jawabannya, hampir secara universal diakui—bahkan oleh para agnostik dan sekularis—yang tak terbantahkan merupakan pengaruh Kekristenan. Kebajikan Kristen akan pengorbanan diri sendiri bagi kebaikan orang lain dan merupakan perintah biblikal bagi kaum pria untuk memberikan nyawanya bagi para perempuan dan anak-anak adalah pilihan, bukan malah menyelamatkan diri sendiri. Kebajikan-kebajikan ini telah menang dalam konteks pilihan-pilihan mati dan hidup yang sesungguhnya diatas Titanic.
Mungkinkah kebajikan-kebajikan yang bekerja tersebut diterapkan dalam budaya masa kini, yang ditandai oleh pementingan diri sendiri, pemuasan diri sendiri, dan peninggian diri sendiri? Kitab suci dan sejarah mengatakan ya. Namun demikian, Kitab suci dan sejarah juga mengatakan bahwa injil yang mendorong transformasi tidak akan terjadi dalam dunia ini sampai dunia ini dalam genggaman gereja Kristus.
Dalam budaya kontemporer yang bermasalah dalam sebuah lautan narsisme, pun gereja kontemporer sepertinya bermasalah dalam peninggian diri sendiri dan supremasi pengidolaan personal. Banyak gereja (dan, oleh karena itu, anggota-anggota mereka) telah lama menanggalkan panggilan injil [untuk] tidak menyelaraskan diri dengan dunia ini tetapi [untuk] ditransformasikan oleh pembaruan pikiranmu” (Roma 12:1-2). Gereja tidak lagi membentuk dunia karena gereja sedang dibentuk oleh dunia ini. Gereja hari ini tidak dapat membendung, apalagi mentransformasi, efek-efek narsisme yang menghancurkan dalam budaya karena narsisme tidak terbendungkan dan berkembang subur dalam perbatasan-perbatasan pelayanan itu sendiri. Bukti-bukti pementingan diri sendiri didalam gereja tidak terbantahkan lagi dan diambang menjadi virus.
Gereja kontemporer, dalam sebuah upaya untuk menjadi relevan dan terhubungkan, dalam banyak hal telah menjadi tidak relevan dan tidak terkoneksi dengan mengakomadasikan dirinya sendiri kepada tuntutan budaya narsisme. Gereja hari ini, alih-alih memperkatakan berita injil sejati dalam bahasa-bahasa yang dapat dimengerti budaya, telah terbujuk rayu dan telah diintimidasi masuk kedalam modifikasi berita injil berdasarkan pada apa yang direstui oleh budaya. Jadi kita bersikukuh pada supremasi kesukaan-kesukaan personal genre musical dalam ibadah. Anak-anak kita hadir untuk meraih kehormatan-kehormatan akademis dan atletik dengan tujuan untuk mengangkat kebanggaan orang tua. Mitra pernikahan, alih-alih menjadi subyek-subyek cinta yang berkorban, telah menjadi obyek-obyek untuk digunakan untuk kemudian diahiri. Karir-karir kita adalah instrumen untuk konsumerisme yang mencolok bukanya peluang-peluang untuk menciptakan kesejahteraan dan mengumpulkan berbagai sumber daya bagi orang-orang memerlukannya.
Gereja-gereja lokal kita telah dipandang sebagai “toko-toko penjual kebutuhan khusus” keagamaan atau religius untuk menghadapi berbagai tantang hidup. Pemberitaan injil telah diselewengkan kedalam terapi penghargaan diri sendiri atau perkataan penyemangat, melatih kita untuk sukses secara dunia atau, bahkan yang lebih menakjubkan lagi, mendefiniskan kembali kasih Kristus dalam pengertian-pengertian yang mengucilkan ketidaksukaan Tuhan terhadap sikap tidak mau bertobat atas keberpusatan pada diri sendiri dalam kehidupan kita.
Pengejaran kita atas kebahagiaan dan pemuasan diri sendiri telah menggantikan panggilan Tuhan untuk menjadi kudus dan membesarkan kemuliaan-Nya.Pertanyaan pertama kita dalam pelajaran alkitab tersistematisasi (katekisasi) sekarang ini adalah, “Apakah tujuan utama Tuhan?” Jawab :”Untuk mencintaiku dan membuatku happy.” Keselarasan kita terhadap dunia dan kehilangan kita atas panggilan injil yang jernih untuk mengikut Kristus dan untuk mati bagi diri sendiri dan dosa-dosa kita telah menjadikan orang-orang percaya gereja menjadi termometer-termometer atau alat ukur suhu budaya dan bukannya menjadi thermostat atau PENGATUR suhu didalam budaya.
Ada sebuah pelajaran raksasa atau titanic yang harus dipelajari dari kisah Titanic ini. Selama momen krisis, sebuah kebajikan yang asing bagi manusia yang telah jatuh kedalam dosa telah melingkupi budaya kolektif diatas kapal Titanic. Pengorbanan diri muncul sebagai pemenang bukannya narsisme karena injil memanggil untuk penyangkalan diri yang sebelumnya telah menembus dan telah mengubah kehidupan orang-orang percaya di seluruh masyarakat. Sebuah dunia yang mengamatinya telah dipengaruhi kala mereka mengamati para pengikut Kristus, yang dilakukan secara tidak sempurna namun sepenuh hati, meyakini berkat injil : “Bagiku hidup adalah Kristus, dan mati adalah keuntungan” (Filipi 1:21).
Gereja Kristus memproklamasikan sebuah kabar injil yang luar biasa jelas dan tidak dapat dinegosiasikan : Datanglah kepada Kristus, Dia yang telah menyangkal diri-Nya sendiri, telah menganggap tidak ada kekayaan-kekayaan kemuliaan, dan telah merendahkan diri-Nya sendiri hingga kematian di atas kayu salib sehingga kita dapat diselamatkan dan diberikan hidup yang kekal. Kristus ini, yang secara cuma-cuma menerimamu oleh iman dan pertobatan,memanggilmu untuk mengikut Dia dan untuk mati terhadap diri sendiri sehingga orang-orang lain dapat diselamatkan melalui anda, tetapi untuk merendahkan diri kita dan mematikan diri sehingga kita dapat ditinggi Dia yang akan meninggikan kita pada saatnya. “Bukan aku lagi yang hidup, tetapi Kristus yang hidup didalamku. Dan hidup yang kuhidupi sekarang dalam daging kuhidupi dengan iman dalam Anak Allah yang telah mengasihiku dan telah memberikan dirinya sendiri kepadaku” (Gal 2:20).
Narsisme dunia dapat dibendung dan bahkan ditransformasi, tetapi narsisme didalam diri kita pertama-tama harus diperhadap-hadapkan/ditantang, siapakah yang diselamatkan oleh anugerah, katakan tidak pada panggilan tipu muslihat dunia untuk menyembah diri sendiri dan katakan ya untuk panggilan Kristus yang membebaskan untuk menyangkal diri. Ini adalah sebuah pembebasan yang akan membawa kita untuk lebih berpusat pada Kristus, yang telah berbuat banyak untuk menyelamatkan kita.
Cultural Narcism and a Titanic Lesson, Tabletalk- Ligonier Ministry and R.C Sproul |diterjemahkan-diedit oleh : Martin Simamora
Analisa-analisa pada hari-hari berikutnya secara terus-menerus mempertanyakan pertanyaan yang nyata: “Mengapa?” Jawabannya, hampir secara universal diakui—bahkan oleh para agnostik dan sekularis—yang tak terbantahkan merupakan pengaruh Kekristenan. Kebajikan Kristen akan pengorbanan diri sendiri bagi kebaikan orang lain dan merupakan perintah biblikal bagi kaum pria untuk memberikan nyawanya bagi para perempuan dan anak-anak adalah pilihan, bukan malah menyelamatkan diri sendiri. Kebajikan-kebajikan ini telah menang dalam konteks pilihan-pilihan mati dan hidup yang sesungguhnya diatas Titanic.
Mungkinkah kebajikan-kebajikan yang bekerja tersebut diterapkan dalam budaya masa kini, yang ditandai oleh pementingan diri sendiri, pemuasan diri sendiri, dan peninggian diri sendiri? Kitab suci dan sejarah mengatakan ya. Namun demikian, Kitab suci dan sejarah juga mengatakan bahwa injil yang mendorong transformasi tidak akan terjadi dalam dunia ini sampai dunia ini dalam genggaman gereja Kristus.
Dalam budaya kontemporer yang bermasalah dalam sebuah lautan narsisme, pun gereja kontemporer sepertinya bermasalah dalam peninggian diri sendiri dan supremasi pengidolaan personal. Banyak gereja (dan, oleh karena itu, anggota-anggota mereka) telah lama menanggalkan panggilan injil [untuk] tidak menyelaraskan diri dengan dunia ini tetapi [untuk] ditransformasikan oleh pembaruan pikiranmu” (Roma 12:1-2). Gereja tidak lagi membentuk dunia karena gereja sedang dibentuk oleh dunia ini. Gereja hari ini tidak dapat membendung, apalagi mentransformasi, efek-efek narsisme yang menghancurkan dalam budaya karena narsisme tidak terbendungkan dan berkembang subur dalam perbatasan-perbatasan pelayanan itu sendiri. Bukti-bukti pementingan diri sendiri didalam gereja tidak terbantahkan lagi dan diambang menjadi virus.
foto: christianpost.com |
Gereja kontemporer, dalam sebuah upaya untuk menjadi relevan dan terhubungkan, dalam banyak hal telah menjadi tidak relevan dan tidak terkoneksi dengan mengakomadasikan dirinya sendiri kepada tuntutan budaya narsisme. Gereja hari ini, alih-alih memperkatakan berita injil sejati dalam bahasa-bahasa yang dapat dimengerti budaya, telah terbujuk rayu dan telah diintimidasi masuk kedalam modifikasi berita injil berdasarkan pada apa yang direstui oleh budaya. Jadi kita bersikukuh pada supremasi kesukaan-kesukaan personal genre musical dalam ibadah. Anak-anak kita hadir untuk meraih kehormatan-kehormatan akademis dan atletik dengan tujuan untuk mengangkat kebanggaan orang tua. Mitra pernikahan, alih-alih menjadi subyek-subyek cinta yang berkorban, telah menjadi obyek-obyek untuk digunakan untuk kemudian diahiri. Karir-karir kita adalah instrumen untuk konsumerisme yang mencolok bukanya peluang-peluang untuk menciptakan kesejahteraan dan mengumpulkan berbagai sumber daya bagi orang-orang memerlukannya.
Gereja-gereja lokal kita telah dipandang sebagai “toko-toko penjual kebutuhan khusus” keagamaan atau religius untuk menghadapi berbagai tantang hidup. Pemberitaan injil telah diselewengkan kedalam terapi penghargaan diri sendiri atau perkataan penyemangat, melatih kita untuk sukses secara dunia atau, bahkan yang lebih menakjubkan lagi, mendefiniskan kembali kasih Kristus dalam pengertian-pengertian yang mengucilkan ketidaksukaan Tuhan terhadap sikap tidak mau bertobat atas keberpusatan pada diri sendiri dalam kehidupan kita.
terapi penghargaan diri sendiri atau
perkataan penyemangat- Brown Sharpie |
Pengejaran kita atas kebahagiaan dan pemuasan diri sendiri telah menggantikan panggilan Tuhan untuk menjadi kudus dan membesarkan kemuliaan-Nya.Pertanyaan pertama kita dalam pelajaran alkitab tersistematisasi (katekisasi) sekarang ini adalah, “Apakah tujuan utama Tuhan?” Jawab :”Untuk mencintaiku dan membuatku happy.” Keselarasan kita terhadap dunia dan kehilangan kita atas panggilan injil yang jernih untuk mengikut Kristus dan untuk mati bagi diri sendiri dan dosa-dosa kita telah menjadikan orang-orang percaya gereja menjadi termometer-termometer atau alat ukur suhu budaya dan bukannya menjadi thermostat atau PENGATUR suhu didalam budaya.
Ada sebuah pelajaran raksasa atau titanic yang harus dipelajari dari kisah Titanic ini. Selama momen krisis, sebuah kebajikan yang asing bagi manusia yang telah jatuh kedalam dosa telah melingkupi budaya kolektif diatas kapal Titanic. Pengorbanan diri muncul sebagai pemenang bukannya narsisme karena injil memanggil untuk penyangkalan diri yang sebelumnya telah menembus dan telah mengubah kehidupan orang-orang percaya di seluruh masyarakat. Sebuah dunia yang mengamatinya telah dipengaruhi kala mereka mengamati para pengikut Kristus, yang dilakukan secara tidak sempurna namun sepenuh hati, meyakini berkat injil : “Bagiku hidup adalah Kristus, dan mati adalah keuntungan” (Filipi 1:21).
Gereja Kristus memproklamasikan sebuah kabar injil yang luar biasa jelas dan tidak dapat dinegosiasikan : Datanglah kepada Kristus, Dia yang telah menyangkal diri-Nya sendiri, telah menganggap tidak ada kekayaan-kekayaan kemuliaan, dan telah merendahkan diri-Nya sendiri hingga kematian di atas kayu salib sehingga kita dapat diselamatkan dan diberikan hidup yang kekal. Kristus ini, yang secara cuma-cuma menerimamu oleh iman dan pertobatan,memanggilmu untuk mengikut Dia dan untuk mati terhadap diri sendiri sehingga orang-orang lain dapat diselamatkan melalui anda, tetapi untuk merendahkan diri kita dan mematikan diri sehingga kita dapat ditinggi Dia yang akan meninggikan kita pada saatnya. “Bukan aku lagi yang hidup, tetapi Kristus yang hidup didalamku. Dan hidup yang kuhidupi sekarang dalam daging kuhidupi dengan iman dalam Anak Allah yang telah mengasihiku dan telah memberikan dirinya sendiri kepadaku” (Gal 2:20).
narsisme, forbes.com |
Narsisme dunia dapat dibendung dan bahkan ditransformasi, tetapi narsisme didalam diri kita pertama-tama harus diperhadap-hadapkan/ditantang, siapakah yang diselamatkan oleh anugerah, katakan tidak pada panggilan tipu muslihat dunia untuk menyembah diri sendiri dan katakan ya untuk panggilan Kristus yang membebaskan untuk menyangkal diri. Ini adalah sebuah pembebasan yang akan membawa kita untuk lebih berpusat pada Kristus, yang telah berbuat banyak untuk menyelamatkan kita.
Cultural Narcism and a Titanic Lesson, Tabletalk- Ligonier Ministry and R.C Sproul |diterjemahkan-diedit oleh : Martin Simamora
No comments:
Post a Comment