Oleh : Dr. Mark Jones
Pastilah tidak seorangpun yang mepermasalahkan bahwa Kristus
mengasihi Bapa-Nya dengan segenap hati, jiwa, akal budi, dan
kekuatan-Nya. Tetapi tidak semua orang Kristen diyakinkan bahwa
mereka dapat menjangkau kasih semacam ini.
Akan tetapi seperti dalam doa Agustinus
yang terkenal,”Tuhan berikan apa yang Engkau perintahkan dan perintahkanlah apapun
juga yang Engkau kehendaki.”
Oleh Roh Kudus, orang-orang Kristen
dapat,dalam artian yang sesungguhnya, mencintai Tuhan
Ketika salah seorang ahli taurat bertanya kepada Yesus, perintah manakah yang paling penting, Dia menjawab : "Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu” (Markus 12:28-30). Kristus pada dasarnya telah mengutip dari Ulangan 6:4-5, sehingga memperlihatkan bahwa keharusan bagi umat Tuhan sejak dulu sama,dan, memang, akan selalu sama, bahkan sampai kedalam kekekalan. Apakah, kemudian, makna mengasihi Tuhan segenap hatimu, dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu?
Yesus yang Pertama
Dia yang menjawab pertanyaan ahli taurat itu
juga merupakan Orang, yang tidak seperti orang lain manapun
semenjak kejatuhan dalam dosa, mengenal apakah mengasihi Tuhan secara sempurna
dengan segenap keberadaan diri-Nya. Yesus
memiliki satu tugas di bumi: untuk mengasihi Bapa-Nya. Dia tidak semata menghindari dosa selama berada di
bumi, tetapi dengan mengakui kehadiran Bapa bersama dengan Dia, menegaskan hal ini, Dia “selalu” mengerjakan apa yang
berkenan pada Tuhan ( Yohanes 8:29).
Faktanya, Yesus menjalankan perintah-perintah Tuhan agar
tinggal didalam kasih Bapa (Yohanes
15:10), dan apabila ia mengundurkan diri, maka Aku tidak berkenan
kepadanya (Ibrani 10:38). Persis seperti apa yang Kristus telah katakan kepada
murid-murid-Nya, “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti
segala perintah-Ku” (Yohanes 14:15),
Bapa dapat mengatakan hal yang sama kepada Kristus. Yesus melaksanakan perintah-perintah
Bapa-Nya karena Yesus mengasihi Bapa. Shema
merupakan pengakuan hebat Kristus. Hati,
jiwa, akal budi, dan kekuatan-Nya telah berada dalam persesuaian yang sempurna saat Dia mengasihi Bapa-Nya dengan sebuah
kesempurnaan sehingga semestinya
membuat kita merendahkan diri hingga ke
inti keberadaan kita.
HATI, JIWA, AKAL BUDI, DAN KEKUATAN
Kitab suci jelas menyatakan bahwa hati adalah sentral dalam mengasihi Tuhan; Kita harus “menjaga hati [kita] dengan segala kewaspadaan, karena dari situ mengalir pancaran kehidupan” (Amsal 4:23). Orang yang baik adalah mereka yang memiliki perbendaharaan yang baik didalam hati mereka (Lukas 6:45). Kemurnian hati diperlukan untuk mereka yang mengasihi Tuhan dan ingin menyembah Tuhan (Maz 24:4). Tentulah, hanya mereka dengan hati yang murni akan melihat Tuhan (Matius 5:8), apakah didalam hidup ini oleh iman atau dalam kehidupan yang akan datang dengan melihat ( 1 Yohanes 3:2-3).
Kita tidak hanya harus mengasihi Tuhan dengan segenap hati kita, tetapi juga dengan segenap jiwa kita (sinonim dengan “roh”). Dalam ibadah kita kepada Tuhan, jiwa kita bertanggungjawab atas pelaksanaan-pelaksanan rohani tertinggi; jiwa adalah kursi aktivitas emosional kita. Kepatuhan Kristus telah lebih lagi diuji di dalam taman Getsemane dibandingkan dengan tempat-tempat lain, dimana jiwa-Nya “seperti mau mati rasanya” (Matius 26:38). Jiwa mengekspresikan kesedihan dan suka cita yang tak terhindarkan menemani kehidupan iman ( Mazmur 42;32:2). Jadi, tanpa ingin menekankan perbedaan yang terlampau jauh, terlihat bahwa ‘hati’ berhubungan dengan kemauan dan “jiwa” terhadap emosi-emosi.
Mengasihi Tuhan dengan segenap akal budi melibatkan kursi kehidupan intelektual kita. Akan tetapi, mengasihi Tuhan dengan segenap akal budi juga berarti mengasihi Dia dengan cara-cara berpikir dan sikap-sikap yang benar, maksudnya menempatkan intelektual kita dalam subordinasi terhadap pewahyuan Tuhan akan diri-Nya sendiri, tidak hanya dengan memikirkan tentang Dia, tetapi dengan menundukan pemikiran kita terhadap pewahyuan-Nya. Dikarenakan keterbatasan kita, kita tidak pernah sampai pada poin dimana kita tidak memiliki kebutuhan untuk mempelajari lebih jauh tentang Tuhan. Kita membaca dalam Yesaya 50:4 bahwa Tuhan telah memberikan kepada “hamba” itu (yaitu, Yesus) “lidah seorang murid,” dan “setiap pagi” hamba tersebut dibangunkan oleh Tuhan untuk diajar. Kasih Kristus bagi Tuhan berarti Dia terapkan tidak hanya pada hati dan jiwa-Nya, tetapi juga pikiran-Nya. Jika bagi Yesus adalah perlu untuk diajarkan sehingga Dia dapat mengasihi Tuhan dengan pikiran-Nya, betapa lebih besar lagi umat-Nya perlu diajar?
Mengasihi Tuhan dengan segenap “kekuatan” kita membawa serta semua ragam elemen yang telah kita diskusikan sejauh ini. Hati, jiwa,dan pikiran kita dibedakan dalam kata-kata Yesus, tetapi ketiga hal tersebut tidak boleh dipikirkan sebagai tiga hal yang dipisahkan dan keeping-keping natur kita yang dapat dipisah-pisahkan. Persis seperti halnya dengan atribut-atribut Tuhan yang tidak dapat dipisahkan, sehingga elemen-elemen keberadaan kita ini tidak dapat dipisahkan. Dengan kata lain, seperti halnya dengan kuasa Tuhan adalah kasih-Nya adalah kebijaksanaan-Nya adalah kekekalan-Nya adalah pengetahuan-Nya, dan seterusnya, “hati” kita adalah “jiwa” kita adalah “akal budi” kita adalah “kekuatan” kita. Mengasihi Tuhan dengan segenap kekuatan kita, kemudian, adalah mengasihi Tuhan dengan seluruh keberadaan kita, yang melihatkan manusia kita seutuhnya, baik jasmani dan jiwa. Itu menjelaskan mengapa kata segenap diulangi empat kali oleh Kristus ( Markus 12:30). Terlebih lagi, semua empat perintah tersebut didahului dengan preposisi dalam bahasa Yunani :ex, sehingga menekankan bahwa kita mengasihi kita tidak hanya dengan segenap hati tetapi dari seluruh hati kita.
MUNGKIN ATAU TIDAK MUNGKIN?
Pastilah tidak seorangpun yang mepermasalahkan bahwa Kristus mengasihi Bapa-Nya dengan segenap hati, jiwa, akal budi, dan kekuatan-Nya. Tetapi tidak semua orang Kristen diyakinkan bahwa mereka dapat menjangkau kasih semacam ini. Akan tetapi seperti dalam doa Agustinus yang terkenal,”Tuhan berikan apa yang Engkau perintahkan dan perintahkanlah apapun juga yang Engkau kehendaki.” Oleh Roh Kudus, orang-orang Kristen dapat,dalam artian yang sesungguhnya, mencintai Tuhan. Mazmur 119:34 berkata, “Buatlah aku mengerti, maka aku akan memegang Taurat-Mu; aku hendak memeliharanya dengan segenap hati.”
Menjalankan Taurat dengan “segenap hati” bisa dipahami secara legal atau berkenaan dengan Injil. Secara legal, HANYA KRISTUS yang telah mengasihi Tuhan dengan “segenap hati” karena hukum taurat mensyaratkan KESELARASAN YANG SEMPURNA, yang mana kita tidak melakukannya. Namun demikian, dalam pengertian Injili (Puritan), Tuhan, dengan kasih-Nya dan belas kasih didalam Kristus,memampukan kita untuk mengasihi secara sungguh-sungguh tetapi tidak secara sempurna.
Secara injili, kasih kita kepada Tuhan selalu cacat dan tidak utuh, dan kita harus selalu bertobat akan kegagalan kita untuk mengasihi Dia secara penuh. Namun demikian, kita memiliki kasih kepada Tuhan, sementara itu, hati yang belum diregenarasi (dilahirkan kembali) tidak mengetahui apapun tentang hal ini. Jika kasih kita kepada Tuhan muncul dari sebuah hati yang telah diregenerasikan oleh Roh Kudus, kita dapat dikatakan mengasihi Tuhan dengan “segenap hati” kita, walaupun kasih yang demikian masih tetap belum sempurna sampai tiba pemuliaan kita.
Hal ini seharusnya menjadi sebuah sumber penyemangat yang hebat
bagi kita. Mengapa?
-
Karena pengharapan kita ada didalam Yesus, yang telah memenuhi
perintah ini secara sempurna bagi kita sehingga kita
tidak harus berdiri di hadapan Tuhan hanya dengan sebuah kasih atau cinta yang
tidak sempurna seperti pengharapan kita
memasuki surga.
- Kedua, karena penyatuan kita dengan Yesus, apa yang merupakan kebenaran dari diri-Nya menjadi kebenaran kita. Tuhan memampukan kita untuk mematuhi perintah ini dan mencintai Dia, walaupun secara tidak sempurna, dengan semua keberadaan kita yang demikian maka Tuhan disukakan dalam kasih yang Dia terima dari umat-Nya.
Pada ahirnya, sebuah hasrat yang intensif untuk mengasihi Tuhan dengan segenap keberadaan kita merupakan satu-satunya respon yang tepat terhadap Dia yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi telah menyerahkan Dia kepada kita semua ( Roma 8:32).
The Greatest Commandment , Tabletalk – Ligonier Ministries and R.C Sproul | diterjemahkan oleh : Martin Simamora
No comments:
Post a Comment