Oleh: Martin Simamora
Yesus
Kristus di Antara Realitas Dirinya di Tengah-Tengah Masyarakat dan Diri-Nya
Sebagai Sang Firman yang Menjadi Manusia di Antara Manusia
Jesus Son of Mary |
Satu hal yang menarik
pada diri Yesus Kristus, bukan soal menjadi begitu berbeda dengan dunia ini
pada realitasnya dan pada jati dirinya. Ia sebetulnya tidak dapat anda dekati
pada ranah “berani memilih berbeda dengan dunia ini dengan segala keinginan dan
kebenaran-kebenaran versinya.” Yesus Kristus dalam Ia sebagai manusia sudah
terlampau keras untuk dikenali oleh siapapun pada apakah realitasnya. Secara umum masyarakat
pada eranya beranggapan bahwa Yesus terjebak dalam problem kejiwaan yang begitu
berat hingga ia tidak mampu membedakan antara fantasi dan realita sosial sesungguhnya.
Mari segera kita lihat problem ini, memang di sini kita perlu untuk membaca
secara lebih cermat dan teliti sehingga kita dapat menangkap sebuah kegelisahan
dan kebingungan yang berkecamuk di antara para pendengarnya atau para
pengelunya, mari kita membaca situasi-situasi berikut ini:
►Markus
6:3 Bukankah
Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan
Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama
kita?" Lalu mereka kecewa dan menolak Dia.
►Matius
13:55 Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama
Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas? Dan bukankah
saudara-saudara-Nya perempuan semuanya ada bersama kita? Jadi dari mana
diperoleh-Nya semuanya itu?"
►Yohanes
6:42 Kata mereka: "Bukankah Ia ini Yesus, anak Yusuf,
yang ibu bapanya kita kenal? Bagaimana Ia dapat berkata: Aku
telah turun dari sorga?"
Bagi masyarakat ada
problem jati diri dan terutama akal sehat pada diri Yesus. Ada satu perilaku
dan pengidentitasan diri yang melampaui siapakah ia sebagaimana masyarakat
mengenalnya. Ini terungkap jelas dari
kegusaran semacam ini:
●Bukankah
ia ini tukang kayu?
●Bukankah
ibunya: Maria?
●Bukankah saudara-saudaranya: Yakobus, Yusuf, Simon dan
Yudas?
●Bukankah
ia ini Yesus, anak Yusuf, yang ibu bapanya kita kenal?
●Bukankah
saudara-saudaranya perempuan semuanya ada bersama kita?
01
|
Nama
|
Yesus
|
02
|
Tempat
kelahiran
|
Bethlehem
|
03
|
Tempat
domisili
|
Nazareth
|
04
|
Pekerjaan
|
Tukang Kayu
|
05
|
Saudara
|
Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas
|
06
|
Panggilan
masyarakat
|
Yesus
|
07
|
Dikenal
sebagai
|
Tukang kayu
|
Inilah
Yesus sebagaimana apa adanya dikenal oleh masyarakat. Bertahun-tahun begitulah
masyarakat mengenalinya. Keluarga Yesus adalah keluarga yang sangat dikenal
baik, dan saya harus katakan sangat baik dalam bermasyarakat dan bertetangga.
Setidak-tidaknya, Yesus adalah tukang kayu yang punya banyak pelanggan dan
memuaskan hasil kerjanya, sebab bagi masyarakat saat itu, jika menyebut nama
Yesus anak Maria, maka yang terbersit adalah ia seorang tukang kayu.
Yesus
memiliki identitas, jati diri dan relasi sosial yang sangat baik sebetulnya.
Juga dapat dikatakan seorang tukang kayu yang juga memiliki
kehidupan rohani yang baik, bisa menjadi teladan baik. Ia tidak membiarkan
dirinya hidup seperti dunia ini yang tidak mengenal Tuhan. Ia berusaha
semaksimal mungkin dekat dan tak terlepas dari kehidupan di rumah ibadat. Coba
perhatikan ini:
►Lukas
4:15 Sementara itu Ia mengajar di
rumah-rumah ibadat di situ dan semua orang memuji Dia
►Lukas
4:16 Ia datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan, dan menurut kebiasaan-Nya pada hari Sabat
Ia masuk ke rumah ibadat, lalu
berdiri hendak membaca dari Alkitab.
►Lukas
13:10 Pada suatu kali Yesus sedang
mengajar dalam salah satu rumah
ibadat pada hari Sabat
►Matius
4:23 Yesuspun berkeliling di seluruh
Galilea; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat.
Sehingga saya bisa buatkan
biodata kehidupan sosial diri Yesus, semacam ini:
01
|
Nama
|
Yesus
|
02
|
Pekerjaan
|
Tukang Kayu
|
03
|
Aktivitas
Lain
|
Pengajar Kitab Suci di rumah
ibadat
|
04
|
Kehidupan rohani
|
Teratur ke rumah
ibadat membaca Alkitab, dan memiliki jam-jam doa pribadi yang sangat istimewa
(Matius 14:23; Markus 1:25; Mark 6:46) dan ini adalah kebiasaan yang sering
dilakukannya: Lukas 5:16
|
04
|
Frekuensi
perjalanan
|
Sangat sering
|
Yesus
adalah seorang Tukang kayu sebagaimana dikenal oleh masyarakat, memiliki
kehidupan rohani yang terbangun secara amat baik, bahkan ia memiliki pengetahuan dan kematangan rohani yang sangat
dewasa untuk cakap memberikan pengajaran di rumah ibadat. Bukan satu rumah
ibadat! Sehingga Yesus Kristus dapat dikatakan seorang yang dikenal sebagai
tukang kayu dan sekaligus Guru Kitab Suci yang diakui oleh para Ahli Taurat
atau pemimpin agama Yahudi untuk mengajar. Karena tidak sembarang orang boleh
mengajarkan Kitab Suci kepada umat Tuhan! Perhatikan satu kasus ini yang
menunjukan bahwa Yesus memiliki otoritas yang diakui oleh rumah ibadat untuk
mengajar sementara ia adalah seorang
tukang kayu sebagaimana dikenal oleh masyarakat umum:
Lukas
4:16-17”… dan menurut kebiasaan-Nya pada hari Sabat Ia masuk ke rumah ibadat,
lalu berdiri hendak membaca dari Alkitab. Kepada-Nya diberikan kitab
nabi Yesaya dan setelah dibuka-Nya, Ia menemukan nas, di mana ada tertulis:..”
Lukas
4:20 Kemudian Ia menutup kitab itu, memberikannya kembali kepada pejabat,
lalu duduk
Sehingga
kita bisa mengerti kalau Yesus memiliki otoritas untuk mengajar dan memiliki
pengajaran yang bukan saja berotoritas, namun diakui oleh para pejabat rumah
ibadat yang menentukan seseorang berhak untuk mengajarkan kitab-kitab kepada
jemaat. Apa yang lebih penting lagi, Yesus mengajar dalam sebuah pengawasan,
bukan sembarang saja. Dengan demikian pengajarannya teruji.
Sampai
sebatas ini dan sejauh Yesus memasuki peran rohani semacam ini ditengah-tengan
masyarakat, tidak akan terlihat sebuah konflik antara Yesus terhadap masyarakat
sekitarnya dalam ia adalah seorang tukang kayu. Ia memang dikenal sebagai ahli
Taurat yang memiliki pengajaran yang sangat berbeda dengan pada umumnya ahli
Taurat yang sangat dikenal dan menjadi
acuan kehidupan rohani masyarakat luas. Coba perhatikan ini:
▬Matius
7:29 sebab Ia mengajar mereka sebagai
orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli
Taurat mereka.
Bahkan
para guru Kitab Suci dan pihak-pihak berwenang dalam hal pengajaran-pengajaran
suci yang selama ini mereka pegang, tak kuasa untuk tak mengakui kalau Yesus adalah
Guru yang memiliki bukan saja pengetahuan tetapi kuasa untuk mengajar dan
menyingkapkan kebenaran-kebenaran yang mereka sendiri tak miliki. Coba
perhatikan ini:
▬Matius
21:23 Lalu Yesus masuk ke Bait Allah, dan ketika Ia mengajar di situ, datanglah imam-imam kepala serta tua-tua bangsa Yahudi kepada-Nya, dan
bertanya: "Dengan kuasa manakah
Engkau melakukan hal-hal itu? Dan siapakah yang memberikan kuasa itu kepada-Mu?"
Pada
momen ini, ini adalah momen kebenaran yang sulit untuk mereka tolak dan untuk
dikatakan bahwa Yesus sedang melampaui jati dirinya sebagai seorang Tukang
Kayu. Ia masih diijinkan masuk ke Bait Allah bahkan untuk mengajar di situ
dalam restu dan pengawasan imam-imam kepala serta tua-tua bangsa Yahudi. Di
tengah-tengah Yesus sedang mengajar, tak kuasa mereka untuk tidak mengungkapkan
ketakjuban mereka—terlepas dari motif yang negatif, mereka tidak dapat
membantah jika Yesus sungguh lebih besar dari mereka- dengan mengajukan sebuah
pertanyaan terkait apa yang dimiliki oleh Yesus namun tidak mereka miliki—bahkan
sukar sekali bagi mereka untuk mengenali sumber kuasa yang ada pada diri Yesus.
Perhatikan pertanyaan ini: “Dengan kuasa manakah Engkau melakukan hal-hal itu?
Dan siapakah yang memberikan kuasa itu kepada-Mu.”
Seorang
Tukang Kayu, Pengajar di Bait Allah, Pemilik Kuasa yang hanya dimilikinya
sendiri. Ini tak tertutupi pada diri Yesus untuk tampil begitu menyolok, dan
bagaimana mungkin tidak menimbulkan kegelisahan? Bagaimana bisa hanya Yesus
yang memiliki kuasa yang bukan soal kuasa belaka, tetapi kuasa Yesus itu sangat
erat kaitannya dengan kitab suci yang diajarkan oleh mereka. Bahwa kuasa yang sedang dibicarakan di sini
begitu sukar mereka akui karena terkait dengan kuasa yang mengerjakan sabda
Allah sehingga mewujud berdasarkan instruksi, sabda dan pemenuhan
ketentuan-ketentuan yang dikehendaki kitab suci itu sendiri. Salah satu yang
sangat kuat ada pada kasus ini:
▬Lukas
17:11-14 Dalam perjalanan-Nya ke Yerusalem Yesus menyusur perbatasan Samaria
dan Galilea. Ketika Ia memasuki suatu desa datanglah sepuluh orang kusta
menemui Dia. Mereka tinggal berdiri agak jauh dan berteriak: "Yesus, Guru,
kasihanilah kami!" Lalu Ia memandang mereka dan berkata: "Pergilah,
perlihatkanlah dirimu kepada imam-imam." Dan sementara
mereka di tengah jalan mereka menjadi tahir.
-Apa
pentingnya instruksi ini: “pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam-imam?
-apakah
otoritas semacam ini yang bekerja pada Yesus adalah sebuah kelaziman atau bukan
hal menakjubkan pada era tersebut?
Bisakah
anda menjawab ini? Menjawab ini akan menjelaskan hal yang luar biasa istimewa
terkait pertanyaan para tua-tua Yahudi tadi: "Dengan kuasa manakah Engkau melakukan hal-hal itu? Dan siapakah yang
memberikan kuasa itu kepada-Mu?"
Mari
kita melihat hal lainnya lagi:
▬Lukas
5:12-14 Pada suatu kali Yesus berada dalam sebuah kota. Di situ ada seorang
yang penuh kusta. Ketika ia melihat Yesus, tersungkurlah ia dan memohon:
"Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku." Lalu Yesus
mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu, dan berkata: "Aku mau, jadilah
engkau tahir." Seketika itu juga lenyaplah penyakit kustanya. Yesus
melarang orang itu memberitahukannya kepada siapapun juga dan berkata:
"Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam dan persembahkanlah untuk
pentahiranmu persembahan seperti yang diperintahkan Musa, sebagai bukti bagi
mereka."
Pada
kasus ini, Yesus menunjukan bahwa apa yang dilakukan menggenapi apa yang
diperintahkan Musa, namun dalam sebuah cara yang mana baik Musa dan para imam moderen
di era Yesus tidak berkuasa melakukan semacam ini: “seketika itu juga lenyaplah
penyakit kustanya.” Ketika Yesus memerintahkan semacam ini: “pergilah,
perlihatkan dirimu kepada imam dan persembahkanlah untuk pentahiranmu persembahan seperti yang
diperintahkan Musa,” Yesus hendak menunjukan bukti kongkrit siapakah dirinya
itu adalah sebagaimana Ia berkata bahwa dirinyalah yang dinanti-nantikan oleh
Israel:
Lukas
4:17-22 Kepada-Nya diberikan kitab nabi
Yesaya dan setelah dibuka-Nya, Ia menemukan nas, di mana ada tertulis: Roh
Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar
baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada
orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan
orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah
datang." Kemudian Ia menutup kitab itu, memberikannya kembali kepada
pejabat, lalu duduk; dan mata semua orang dalam rumah ibadat itu tertuju
kepada-Nya. Lalu Ia memulai mengajar mereka, kata-Nya: "Pada hari ini
genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya."
Sementara
memang Yesus antara perkataannya yang melampaui obyektivitas jati dirinya atau
siapakah dia dalam tatanan sosial, tidaklah seperti tong kosong yang nyaring
bunyinya, tetapi tepat sabagaimana tua-tua Yahudi menyadari bahwa perkataannya
berisikan kuasa yang mengerjakan perkataannya, namun itu semua terlampau tinggi
untuk didaki dan diraih sebagai sebuah realitas Yesus yang melampaui semua
realita yang dapat dipahami oleh manusia. Itu sebabnya sejak di hadapan jemaat,
Yesus berkata: “pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya,” ia telah
dianggap memiliki problem jiwa dan akal sehat. Seolah bagi jemaat, Yesus tidak
dapat membedakan antara realita dan
fantasi. Yesus bagi mereka mengalami kebingungan yang tak tersembuhkan dan sangat mengejutkan bagi
akal sehat para pendengarnya. Itu sebabnya mereka merespon dalam cara yang
berupaya keras mencari pijakan dan pegangan kokoh agar tidak larut ke dalam
semacam kegilaan yang sangat susah untuk mereka pahami:
Lukas
4:22 Dan semua orang itu membenarkan Dia dan mereka heran akan kata-kata yang
indah yang diucapkan-Nya, lalu kata mereka: "Bukankah Ia ini anak Yusuf?"
Para
pendengarnya sendiri telah berjuang keras untuk memulihkan kewarasan dan
keseimbangan akal sehat, sebab cuplikan Yesaya yang dibaca oleh Yesus dan lalu
kemudian dikatakannya: telah genap pada saat mereka mendengarkannya, sungguh
terlampau mulia bagi seorang manusia, tukang kayu, bahkan bagi pengajar Kitab
Suci terhormat sekalipun sebagaimana Yesus.
Sementara
hal ini telah menjadi semacam ketegangan akal sehat yang cukup menyakitkan dan
memusingkan nalar mereka, Yesus tidak bergegas menurunkan ketegangan yang membahana
dan menyakitkan segenap indrawi mereka dalam sebuah ibadah yang begitu tenang
dan penuh hormat itu. Sebaliknya, Yesus menegaskan bahwa ia adalah Ia yang
menggenapinya dan jika penolakan harus terjadi, itu memang sebagaimana yang
telah diantisipasinya-tepat sebagaimana sejarah bangsa ini pada kebenaran yang lebih rendah daripada yang
dikemukakannya. Coba perhatikan tanggapan Yesus menyikapi ketegangan yang
menyelimuti pendengarnya:
Lukas
4:23-24 Maka berkatalah Ia kepada mereka: "Tentu kamu akan mengatakan
pepatah ini kepada-Ku: Hai tabib, sembuhkanlah diri-Mu sendiri. Perbuatlah di
sini juga, di tempat asal-Mu ini, segala yang kami dengar yang telah terjadi di
Kapernaum!" Dan kata-Nya lagi: "Aku
berkata kepadamu, sesungguhnya tidak ada nabi yang dihargai di tempat
asalnya.
Yesus
Sang Mesias dengan demikian telah mendeklarasikan dirinya adalah Mesias Israel
dalam sebuah cara yang siapapun yang tidak dapat menerimanya, bukan karena
beriman itu seperti sebuah kesukaran nalar, kesukaran karena ancaman yang
bagaimanapun. Tetapi karena Anak Manusia menggenapi Kitab Suci, bagaimana
mungkin? Siapapun tidak akan dapat mendekatinya. Bahkan kini di era moderen,
Yesus dalam sudut pengimanan telah dikemas ulang dan dipasarkan sebagai guru
kebaikan, guru moralitas, role model untuk berjuang keras memiliki kekudusan
dan berjuang penuh dedikasi melawan dosa. Sebuah rasionalisasi agar Yesus tidak
terlihat sebagai sebuah fantasi. Tak heran jika Mesias ini dibuang bagaikan
batu puing oleh bangsa ini dan jatuh kepada bangsa lain yaitu mereka yang
berkenan kepadanya. Jalan masuk Yesus
kepada bangsa-bangsa lain bukan karena ia membawa ajaran moralitas dan
perjuangan hidup kudus sehingga Bapa senang kepada Yesus dalam tatar yang
rasionalistik bagi manusia. Bukan karena ia begitu rendah hati sehingga ia
tidak melampaui natur kemanusiaannya yang begitu lancang mengambil posisi
sebagai penggenap Kitab Suci. Ia memiliki jalan menuju bangsa-bangsa lain
karena memang itu tak terelakan oleh sebab ia sendiri tidak dapat didekati
dalam kultur-kultur yang bagaimanapun- bahkan tidak oleh kultur dan
spiritualitas Yahudi yang seperti apapun juga. Ia memiliki jalan kepada
bangsa-bangsa lain, karena ia tidak terkurung pada satu peradaban,
spiritualitas tertentu dan zaman tertentu, tetapi Ia datang dari Allah bagi
semua bangsa, bagi siapa yang berkenan kepadanya.
Bagi
sebagian kelompok Kristen, pengajaran Yesus dalam kemas ulang, pada hakikatnya
sebuah upaya untuk menggeser Yesus dari posisi yang ditegakannya. Kala Yesus
sudah dikemas ulang semacam itu-dalam ranah moralitas, dalam ranah yang selaras dengan spiritualitasmu dan yang
selaras dengan konsepsi Tuhan berkonteks kemanusiaan yang terbatas, maka Yesus menjadi sangat menggelikan dan akan
dibingkai sebagai manusia yang kehilangan akal sehatnya untuk membedakan antara
realitas dan fantasi. Coba perhatikan sejumlah pernyataan Yesus ini:
Matius
9:1-2 Sesudah itu naiklah Yesus ke dalam perahu lalu menyeberang. Kemudian
sampailah Ia ke kota-Nya sendiri. Maka dibawa oranglah kepada-Nya seorang
lumpuh yang terbaring di tempat tidurnya. Ketika Yesus melihat iman mereka,
berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu: "Percayalah,
hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni."
Ketika
anda tidak lagi percaya bahwa keberkenanan dan sumber pengudusan kehidupanmu
berasal dari “dosamu sudah diampuni.” Dan juga anda tidak percaya dalam hal itu
tidak ada satu alternatif yang bagaimanapun untuk memiliki dan mempertahankan
pengampunan itu selain tindakan pengampunan oleh Yesus, maka wajar produk
keyakinan dan pengajaran untuk berkenan kepada Bapa, akan jatuh pada perjuangan
diri untuk kudus berdasarkan perjuangan, bukan berdasarkan pada pengampunan
dosa sebagai pondasi berkenan dan didalamnya anda membangun kehidupan kudus dan
meneladani Yesus dalam keseharian.
Ketika
injil telah berubah menjadi berjuang untuk memperoleh perkenanan hingga akhir hidupmu
dan berupaya menyenangkan Bapa sebagai dasar keberkenanan dan menyenangkan Bapa,
maka yang akbar adalah dirimu dan sumber keselamatan adalah dirimu! Tetapi
benarkah dirimu berkuasa untuk mendapatkan pengampunan hingga kesudahannya?
Bagi
orang-orang Yahudi dalam sebuah momen
istimewa di Bait Allah untuk mengejar kebenaran tertinggi yang menjadi fokus Yesus, bukan saja bagi sebuah bangsa tetapi bagi dunia, untuk diketahui dan untuk
diterima dalam keberkenanan:
▬Yohanes
10:23-24 Dan Yesus berjalan-jalan di Bait Allah, di serambi Salomo. Maka
orang-orang Yahudi mengelilingi Dia dan berkata kepada-Nya: "Berapa lama
lagi Engkau membiarkan kami hidup dalam kebimbangan? Jikalau Engkau Mesias,
katakanlah terus terang kepada kami."
Kita
harus tahu bahwa totalitas karya Yesus dibumi ini adalah menunjukan kepada
dunia bahwa Ia adalah mesias itu, ia melakukan pekerjaan-pekerjaan seperti
mengampuni dosa dan mentahirkan orang kusta:
▬Yohanes
10:25 Yesus menjawab mereka: "Aku
telah mengatakannya kepada kamu, tetapi kamu tidak percaya; pekerjaan-pekerjaan
yang Kulakukan dalam nama Bapa-Ku, itulah yang
memberikan kesaksian tentang Aku,
Ia
tidak datang untuk menjadi Tukang kayu, Ahli Kitab, Pengajar di rumah ibadat,
dan apalagi menjadi teladan hidup benar, hidup kudus, bagaimana hidup sempurna
seperti Bapa hingga kesudahan dan kemudian diajarkan sebagai jalan hidup atau
jalan memiliki keberkenan pada Bapa yang harus diperjuangkan dengan darah dan
daging ini. Tidak, karena Yesus menyodorkan dirinya adalah jalan itu!
Dan
demikian juga dengan para pemuka agama Yahudi, apakah Yesus sebagaimana
diklaimnya menjadi fokus yang begitu penting hingga jam-jam jelang penyalibannya.
Coba perhatikan ini:
▬Lukas
22:66-67 Dan setelah hari siang berkumpullah sidang para tua-tua bangsa
Yahudi dan imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu mereka
menghadapkan Dia ke Mahkamah Agama mereka, katanya: "Jikalau Engkau adalah Mesias, katakanlah kepada kami."
Yesus
tidak berhenti pada jati diri bahwa ia adalah Guru Kitab Suci, Teladan Agung
hidup benar, kudus, berjuang untuk berkenan kepada Bapa hingga kesudahannya.
Jika saja sampai di sini tujuannya, maka mustahil ada konflik dan pertumpahan
darah. Mereka tidak melihat Yesus sebagai sebuah penggenap kitab suci, walau
Yesus sudah melakukan banyak pekerjaan yang menunjukan hal itu. Bagi mereka,
justru itu sebuah penghujatan sebagaimana terungkap dalam sebuah dialog apa
adanya:
▬Yohanes
10:31-33 Sekali lagi orang-orang Yahudi mengambil batu untuk melempari Yesus. Kata
Yesus kepada mereka: "Banyak pekerjaan baik yang berasal dari Bapa-Ku yang
Kuperlihatkan kepadamu; pekerjaan manakah di antaranya yang menyebabkan kamu
mau melempari Aku?" Jawab orang-orang Yahudi itu: "Bukan karena suatu
pekerjaan baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau
menghujat Allah dan karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja,
menyamakan diri-Mu dengan Allah."
Orang
Yahudi tahu bahwa Yesus tidak berfantasi,
karena ucapannya mengerjakan peristiwa atau bukti bahwa Ia adalah perkataannya-
Ia adalah Firman dan Sang Firman yang menjadi manusia dan bersabda. Tetapi bahwa
Ia adalah Anak, itu sukar diterima secara damai dalam akal sehat. Dan inilah
yang dibidik Yesus sebagai akar masalah mereka:
▬Yohanes
10:36 masihkah kamu berkata kepada
Dia yang dikuduskan oleh Bapa dan yang telah diutus-Nya ke dalam dunia: Engkau menghujat Allah! Karena
Aku telah berkata: Aku Anak Allah?
Dan
sekali lagi Yesus memberikan bukti bahwa ia tetap memiliki akal sehat dan tidak
mengalami kerancuan yang membuatnya
tidak lagi sanggup membedakan secara tajam antara fantasi dan realita-antara
kenyataan terhadap klaim jiwa yang mengalami kegilaan. Lihatlah bagaimana Yesus
mengonstruksikan akal sehat yang sanggup memahami bahwa klaimnya memerlukan
suplai bukti yang berlimpah, sebab klaimnya pasti menuntut sebuah rasionalitas
yang menunjukan bahwa ucapannya bukan ucapan kosong yang tidak mengerjakan
apapun:
▬Yohanes
10:38 tetapi jikalau Aku melakukannya
dan kamu tidak mau percaya kepada-Ku, percayalah akan pekerjaan-pekerjaan itu,
supaya kamu boleh mengetahui dan
mengerti, bahwa Bapa di dalam Aku dan Aku
di dalam Bapa."
Pekerjaan
Yesus senantiasa menghasilkan mujizat yang menggenapi kitab suci termasuk apa
yang dituliskan Musa ini:
▬Imamat
13:46 Selama ia kena penyakit itu, ia tetap najis; memang ia najis; ia harus tinggal terasing, di
luar perkemahan itulah tempat kediamannya.
Dimana
setiap penderita kusta yang mendekatinya justru mengalami pentahiran hingga
sembuh total; Yesus tidak menjadi najis karena berdekatan dan berinteraksi,
sebaliknya kekudusannya berkuasa untuk menguduskannya.
Apakah
para pemuka agama Yahudi berkuasa melakukannya? Jelas tidak.
Tetapi
memang ini bukan problem moralitas, hidup kudus dan berjuang berkenan kepada
Bapa, pada diri kita manusia. Tetapi pada bagaimana dapat berjumpa dengan Bapa
dan Juruselamat mulia itu dalam pembacaan-pembacaan kitab suci. Kalau anda
membaca kitab suci malah menghasilkan ajaran atau keyakinan perbuatan baik dan
berjuang hidup berkenan hingga pada akhirnya, maka genaplah apa yang disabdakan
Yesus ini:
▬Yohanes
5:39-40 Kamu menyelidiki Kitab-kitab
Suci, sebab kamu menyangka bahwa oleh-Nya kamu mempunyai hidup yang
kekal, tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku, namun kamu tidak mau datang
kepada-Ku untuk memperoleh hidup itu.
Apakah
anda saat ini, saat mempelajari kitab suci malah menemukan diri anda sebagai
kunci menuju keberkenan pada Bapa yaitu berjuang untuk berkenan hingga
kesudahan, sehingga dirimu dan upaya diri adalah JALAN KESELAMATAN itu sendiri? Tolonglah dirimu sendiri maka Allah menolongmu? Apakah itu keyakinan anda sebagai seorang pengikut Kristus?
Jika demikian adanya anda, berilah diri
anda untuk dibentuk oleh firman Tuhan. Kiranya Allah Roh Kudus memberikan
pertolongan dan kekuatan bagi anda agar mengenal Anak sebagaimana Bapa
menghendakinya.
Soli Deo Gloria
No comments:
Post a Comment