Oleh: Martin Simamora
Momen-Momen
Terpenting Dalam Kehidupan Umat Manusia Tanpa Allah, Oleh Allah Agar Keselamatan
Adalah Kehidupan Bagi Manusia yang Percaya Kepada-Nya
Bagi Sang Kristus, Ia harus melakukan apa yang
telah menjadi kehendak Bapa-Nya agar segala maksud Allah tergenapi hingga pada
titik-titik paling menentukan yang harus dihadapinya:
Markus
14:1-2 Hari raya Paskah dan hari raya Roti Tidak Beragi akan mulai dua hari
lagi. Imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat mencari jalan untuk menangkap dan
membunuh Yesus dengan tipu muslihat, sebab mereka berkata: "Jangan pada
waktu perayaan, supaya jangan timbul keributan di antara rakyat."
Matius
26:1-4Setelah Yesus selesai dengan segala
pengajaran-Nya itu, berkatalah Ia kepada murid-murid-Nya: Kamu tahu, bahwa
dua hari lagi akan dirayakan Paskah, maka Anak Manusia akan diserahkan untuk
disalibkan. Pada waktu itu berkumpullah imam-imam kepala dan tua-tua bangsa
Yahudi di istana Imam Besar yang bernama Kayafas, dan mereka merundingkan suatu
rencana untuk menangkap Yesus dengan tipu muslihat dan untuk membunuh Dia.
Ini momen dimana kesengsaraan dan kematiannya bukan saja
semakin dekat tetapi sedang menuju gerbang pewujudannya. Kita tahu sekali bahwa
Yesus telah bukan saja mempersiapkan murid-muridnya untuk memasuki sebuah fase
yang tak terjelaskan dalam rasionalitas manusia, tetapi mengajarkannya sebagai
kebenaran yang mencengangkan siapapun. Mencengangkan siapapun:
Markus
8:31-33 Kemudian mulailah Yesus mengajarkan kepada mereka, bahwa Anak Manusia
harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala
dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari. Hal ini
dikatakan-Nya dengan terus terang. Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan
menegor Dia. Maka berpalinglah Yesus dan sambil memandang murid-murid-Nya Ia
memarahi Petrus, kata-Nya: "Enyahlah Iblis, sebab engkau bukan memikirkan
apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia."
Kita harus memahami
bahwa Yesus tidak mengajarkan ini sebagai sebuah kegilaan gagasan yang sedang
dipaksakan untuk diterima oleh para muridnya, dalam sejumlah kesempatan Ia
bahkan terlihat begitu tenang memberikan ruang kepada para muridnya yang lebih
luas untuk menunjukan sebuah penolakan dan sebuah kebimbangan yang tak
tertahankan untuk ditanggung oleh manusia:
Yohanes
6:50-52 Inilah roti yang turun dari sorga: Barangsiapa makan dari padanya, ia
tidak akan mati. Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang
makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu
ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia." Orang-orang
Yahudi bertengkar antara sesama mereka dan berkata: "Bagaimana Ia ini dapat memberikan daging-Nya kepada kita untuk
dimakan."
Yohanes
6:60-61 Sesudah mendengar semuanya itu banyak dari murid-murid Yesus yang
berkata: "Perkataan ini keras,
siapakah yang sanggup mendengarkannya?" Yesus yang di dalam hati-Nya tahu,
bahwa murid-murid-Nya bersungut-sungut tentang hal itu, berkata kepada mereka:
"Adakah perkataan itu menggoncangkan imanmu?
Yohanes
6:66-67 Mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak
lagi mengikut Dia. Maka kata Yesus kepada kedua belas murid-Nya: "Apakah kamu tidak mau pergi juga?"
Bukan saja Ia tidak
mengajarkannya sebagai sebuah kegilaan gagasan yang dipaksakan tetapi Yesus
dengan sengaja memberikan ruang yang teramat lebar bagi manusia untuk berpikir
dan melakukan pertimbangan-pertimbangan untuk menemukan sebuah sudut penerimaan
yang paling mungkin bagi seorang manusia. Yesus bahkan masuk ke dalam dimensi
berpikir manusia untuk membantu jika saja kemanusiaan manusia kuat untuk
menanggung kebenaran itu dalam jaring-jaring rasionalitas manusia. Begini ia
memasukinya:
Yohanes
6:55-56 Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah
benar-benar minuman. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal
di dalam Aku dan Aku di dalam dia.
Ia berupaya
menguraikan kebuntuan pendengarnya agar sumbat “Bagaimana Ia ini dapat memberikan daging-Nya kepada kita untuk
dimakan” dapat dienyahkan dengan sebuah statement yang begitu jernih: “sebab
daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman.”
Yesus bahkan menarik sebuah peristiwa besar yang menjadi sejarah yang begitu
monumental bagi dunia ini pada bagaimana
Allah pernah secara langsung memberikan makanan dan kehidupan sehari-hari pada
sebuah bangsa, untuk menunjukan bahwa makanan yang sedang dibicarakannya adalah makanan sementara
makanan itu adalah yang memberikan kehidupan dari Allah:
Yohanes
6:57-58 Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian
juga barangsiapa yang memakan Aku,
akan hidup oleh Aku. Inilah roti yang telah turun dari sorga, bukan roti seperti yang dimakan nenek
moyangmu dan mereka telah mati. Barangsiapa makan roti ini, ia akan hidup selama-lamanya."
Satu-satunya yang
membedakan “roti” itu adalah: “Roti ini akan memberikan hidup selama-lamanya.”
Sebetulnya sudah
jelas, pertanyaan “bagaimana ia dapat memberikan dagingnya kepada kita untuk
dimakan” sudah terjawab! Tetapi itu sama sekali tidak menjawab pertanyaan
rasional tersebut. Mengapa? Karena apa yang tak dapat dicerna rasional mereka
adalah relasi Yesus dengan hidup selama-lamanya yang terletak pada diri Sang
Mesias itu bisa merupakan kebenaran. Kalau pertanyaannya kemudian, apakah dasar
dan kemampuan manusia untuk beriman pada Yesus sebagaimana yang diajarkannya
sendiri, maka ini lebih dari sekedar kasih karunia yang populer ada dalam benak anda. Karena kasih karunia yang populer akan juga
mengalami kesukaran yang begitu luar biasa untuk menerima penjelasan Yesus ini:
“Lalu Ia berkata: "Sebab itu telah Kukatakan kepadamu: Tidak ada
seorangpun dapat datang kepada-Ku, kalau Bapa tidak mengaruniakannya kepadanya-
Yohanes 6:65” yang pada injil ini-pada ayat ini- seketika diikuti dengan
realitas penggenapannya “Mulai dari waktu
itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia-
Yohanes 6:66.”
Ketika anda membaca
realitas semacam ini: “Imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat mencari jalan
untuk menangkap dan membunuh Yesus dengan tipu muslihat”, maka harus dipahami
bahwa problem yang dihadapi manusia sekaliber imam-imam kepala dan ahli-ahli
Taurat bukan pada ketakmampuan rasio dan ketakmampuan theologis, tetapi pada
ketakberdayaan manusia untuk pertama-tama datang dan menerima Yesus sebagaimana
dikatakannya sendiri, yang oleh Yesus dikatakan hanya dapat ditanggulangi jika
kasih karunia semacam ini saja: Tidak ada seorangpun yang dapat datang
kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku
(Yohanes 6:44).
Mengapa ini begitu
penting? Ini menjadi begitu penting karena Yesus sendiri telah meletakan
dirinya dalam peristiwa kesengsaraan dan kematian pada kayu salib sebagai
sebuah pengajaran yang merupakan kulminasi mengapa Ia datang ke dunia ini.
Ketika menerima Yesus seutuhnya terkait sekali dengan kebenaran “tidak ada
seorangpun yang dapat dating kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang
mengutus Aku,” maka demikian juga dengan penerimaan siapapun terhadap ajaran
Yesus terkait pengajarannya tetang kematian dan apa yang dihasilkan dalam
kematiannya. Pada puncaknya, kulminasi penolakan Yesus beserta pengajarannya
yang berujung pada “berkumpullah imam-imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi di istana Imam
Besar yang bernama Kayafas, dan mereka merundingkan suatu rencana untuk
menangkap Yesus dengan tipu muslihat dan untuk membunuh Dia,”juga
bersumber dari “Tidak ada seorangpun yang dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak
ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku.”
Mari kita melihat sebuah
problem yang identik dengan "Bagaimana
Ia ini dapat memberikan daging-Nya kepada kita untuk dimakan," tapi
kali ini Empat puluh enam tahun orang mendirikan Bait Allah ini dan Engkau dapat
membangunnya dalam tiga hari?
Yohanes
2:19-20 Jawab Yesus kepada mereka: "Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga
hari Aku akan mendirikannya kembali." Lalu kata orang Yahudi kepada-Nya:
"Empat puluh enam tahun orang
mendirikan Bait Allah ini dan Engkau dapat membangunnya dalam tiga hari?"
Penderitaan Yesus
yang berujung kematian, sejak semula, telah menjadi kabar baik yang janggal
bagi siapapun tetapi merupakan mahkota yang senantiasa dikenakan Yesus
kemanapun ia pergi, yang semakin lama mahkota itu semakin berkemilau ketika
memasuki tempat dimana penderitaan itu menemukan gerbang masuknya:
Yohanes
12:12-13 Keesokan harinya ketika orang banyak yang datang merayakan pesta
mendengar, bahwa Yesus sedang di tengah jalan menuju Yerusalem, mereka
mengambil daun-daun palem, dan pergi menyongsong Dia sambil berseru-seru:
"Hosana! Diberkatilah Dia yang
datang dalam nama Tuhan, Raja Israel!"
Sementara penyambutan
itu begitu memuliakannya sebagaimana nubuat Kitab suci menuliskannya: “Yesus menemukan seekor keledai
muda lalu Ia naik ke atasnya, seperti
ada tertulis” (Yoh 12:14- Zak 9:9), Yesus telah
terlebih dahulu mengajarkan bahwa di kota dimana ia disambut dalam pemuliaan,
di situ ia juga akan menggenapi apa yang
menjadi pikiran/rencana Bapa yang juga merupakan pikiran dan rencana Sang Mesias
sendiri:
Markus
8:31-33 Kemudian mulailah Yesus mengajarkan kepada mereka, bahwa Anak Manusia harus menanggung banyak
penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat,
lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari. Hal ini dikatakan-Nya dengan terus
terang. Tetapi Petrus menarik Yesus
ke samping dan menegor Dia. Maka berpalinglah Yesus dan sambil
memandang murid-murid-Nya Ia memarahi Petrus, kata-Nya: "Enyahlah Iblis,
sebab engkau bukan memikirkan apa yang
dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia."
Tak satupun yang akan
berpikir bahwa Ia akan mengalami kemalangan kelam sebagaimana telah
diajarkannya sendiri sebagai kehendak Bapa-Nya dalam dunia yang kelam ini,
benar-benar terjadi. Semua terpana dan takjub pada daya kewibawaan Yesus kala
masuk ke Yerusalem: Hosana! Diberkatilah
Dia yang datang dalam nama Tuhan, Raja Israel! Siapakah manusia itu yang
disambut sedemikian megah? Ini sendiri tak terpikirkan dan terpahami oleh para
pemuka agama: Maka kata orang-orang Farisi seorang kepada yang lain: "Kamu lihat sendiri, bahwa kamu sama sekali
tidak berhasil, lihatlah, seluruh dunia datang mengikuti Dia." (Markus
12:19).
Tetapi siapa yang
menyangka bahwa Yesus tak akan mengubah pikirannya sama sekali, sebaliknya ia
menyibakan kemuliaan teragungnya dibandingkan dengan pemuliaan dirinya secara masif
di jalanan menuju Yerusalem tadi. Begini Ia sendiri berkata:
Yohanes
12:23-27 Tetapi Yesus menjawab mereka, kata-Nya: "Telah tiba saatnya Anak
Manusia dimuliakan. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji
gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika
ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah. Barangsiapa mencintai
nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai
nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal. Barangsiapa
melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situpun
pelayan-Ku akan berada. Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa. Sekarang
jiwa-Ku terharu dan apakah yang akan Kukatakan? Bapa, selamatkanlah Aku dari
saat ini? Tidak, sebab untuk itulah Aku datang ke dalam saat ini.
Kita sekali lagi
harus memahami bahwa reaksi individu atapun massa terhadap Yesus secara umum
bersumber dari pengharapan bahwa Ia seharusnya datang dan tampil sebagaimana pengharapan diri mereka yang
semacam ini: Yesus sedang di tengah jalan
menuju Yerusalem, mereka mengambil daun-daun palem, dan pergi menyongsong Dia
sambil berseru-seru: "Hosana!
Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, Raja Israel! Perhatikan warna biru. Mereka berpengharapan bahwa Yesus
memenuhi permintaan mereka agar Ia tampil sebagai yang telah dimahkotai publik dalam
sebuah pemuliaan yang agung semacam itu, dan ini memang pengharapan yang
bertumbuh perlahan dan makin kuat sejak lama:
Yohanes
6:14-15 Ketika orang-orang itu melihat mujizat yang telah diadakan-Nya, mereka
berkata: "Dia ini adalah benar-benar nabi yang akan datang ke dalam
dunia." Karena Yesus tahu, bahwa mereka hendak datang dan
hendak membawa Dia dengan paksa untuk menjadikan Dia raja, Ia menyingkir pula
ke gunung, seorang diri.
Apa yang tidak mereka
ketahui dan mustahil untuk diterima sebagai kebenaran adalah apakah tujuan
kedatangannya dan kemuliaan dan pemuliaan seperti apakah yang sebenarnya milik
kepunyaan Yesus yang harus dikenakannya sendiri. Inilah itu: Sekarang
jiwa-Ku terharu dan apakah yang akan Kukatakan? Bapa, selamatkanlah Aku dari
saat ini? Tidak, sebab untuk itulah Aku datang ke
dalam saat ini.
Dan keterpisahan
antara Yesus dan dunia beserta segala keinginannya semakin vulgar dan terbuka
lebar untuk semakin terpisah selebar dan sedalam samudra raya bahkan angkasa
raya ini, ketika secara terus terang hal ini disingkapkan oleh Yesus dalam
sebuah dialog yang begitu lugas :
Yohanes
10:31-33 Sekali lagi orang-orang Yahudi
mengambil batu untuk melempari Yesus. Kata Yesus kepada mereka:
"Banyak pekerjaan baik yang berasal dari Bapa-Ku yang Kuperlihatkan
kepadamu; pekerjaan manakah di antaranya yang menyebabkan kamu mau melempari
Aku?" Jawab orang-orang Yahudi itu: "Bukan karena suatu pekerjaan
baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Allah
dan karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan diri-Mu
dengan Allah."
Seperti dikatakan
Yesus sebelumnya, satu-satunya penjelasan mengapa orang tidak dapat datang
kepada Yesus dan menerima segenap ajarannya, bukan pada kemampuan rasionalitas
untuk menerima, sebab tidak tersedia ruang sama sekali bagi rasionalitas untuk
mampu memproses kebenaran semacam ini dalam benak:
▄Yohanes
10:33 Aku dan Bapa adalah satu."
▄"Empat
puluh enam tahun orang mendirikan Bait Allah ini dan Engkau dapat membangunnya
dalam tiga hari?"
▄
Bagaimana Ia ini dapat memberikan
daging-Nya kepada kita untuk dimakan
Kebenaran pada Yesus
jelas sekali tidak dapat dipeluk dengan akal budi sementara akal budi manusia
dapat menangkap dan mengolah perkataan Yesus menjadi sebuah logika bahasa yang
sangat dimengerti manusia. Itu sebabnya, hasilnya adalah semacam ini:
orang-orang Yahudi mengambil batu untuk melempari Yesus dan pada puncaknya: “Hari raya Paskah dan hari raya Roti Tidak
Beragi akan mulai dua hari lagi. Imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat mencari
jalan untuk menangkap dan membunuh Yesus dengan tipu muslihat.”
Apa yang ingin saya
tunjukan pada catatan kecilku adalah ini: rentet penangkapan, siksa yang
melahirkan kesengsaraan tak berkesudahan hingga kematiannya di kayu salib,
bukan sekedar bentuk penolakan berdasarkan konflik antarmanusia, atau karena
persinggungan perbedaan kebenaran yang tak terselesaikan secara tafsir. Karena
misalkan saja untuk “Aku dan Bapa adalah satu” telah dijernihkan Yesus apakah
maksudnya, jadi terkait siapakah dirinya terhadap Bapa, itu memang diluar
jangkauan logika umum dan logika theologia yang bagaimanapun yang dapat dijaring
oleh para pemuka agama kala itu. Coba perhatikan ini sejenak: “masihkah kamu berkata kepada Dia yang
dikuduskan oleh Bapa dan yang telah diutus-Nya ke dalam dunia: Engkau menghujat
Allah! Karena Aku telah berkata: Aku Anak Allah?” (Yohanes 10:36). Apa yang
terjadi sebenarnya adalah: setiap kali manusia memandang dan mendengar pada
Yesus, manusia akan senantiasa terjerembab dalam ketakberdayaan ini: engkau
bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan
manusia."
Ketika kemuliaan
Yesus yang akan ditegakannya bukan pada penyambutan megah di Yerusalem, tetapi
kematiannya, maka beginilah reaksi manusia:
Yohanes
12:34 Lalu jawab orang banyak itu: "Kami
telah mendengar dari hukum Taurat, bahwa Mesias tetap hidup selama-lamanya;
bagaimana mungkin Engkau mengatakan, bahwa Anak
Manusia harus ditinggikan? Siapakah Anak Manusia itu?"
Tak ada yang dapat
menerima kebenaran ini tanpa jatuh kedalam kegelapan dunia yang wujudnya tak
mungkin dilihat manusia sebagai sebuah musuh kebenaran Allah, yaitu engkau
bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan
manusia. Bukankah dalam banyak aspek yang lebih sederhana, begitulah
kita? Celakanya lagi kita dalam hal itu
berpikir kalau itulah yang benar dari Allah. Kita secara umum memiliki problem
Petrus terhadap kebenaran Allah “Tetapi
Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia” yang tentu saja dalam
ragam yang begitu variatif.
Anak Manusia harus
ditinggikan, tetapi masak harus seperti itu? Yudas merupakan wujud paling keras dari betapa
hebatnya “bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang
dipikirkan manusia” dapat mendikte dan menggiring manusia untuk bukan
saja meninggalkan pikiran Allah untuk bergantung pada pikirannya sendiri, tetapi
membuat diri manusia itu sebagai milik kepunyaan iblis sebagai instrumennya
untuk mengalami perjumpaan paling frontal dengan Yesus semenjak perjumpaannya
dengan Yesus di gurun (Matius 4:1-11), kali ini untuk maksud mempecudanginya:
▄Markus
14:43-45 Waktu Yesus masih berbicara, muncullah Yudas, salah seorang dari kedua
belas murid itu, dan bersama-sama dia serombongan orang yang membawa pedang dan
pentung, disuruh oleh imam-imam kepala, ahli-ahli Taurat dan tua-tua. Orang
yang menyerahkan Dia telah memberitahukan tanda ini kepada mereka: "Orang
yang akan kucium, itulah Dia, tangkaplah Dia dan bawalah Dia dengan
selamat." Dan ketika ia sampai di situ ia segera maju mendapatkan Yesus
dan berkata: "Rabi," lalu mencium Dia.
yang dilakukan Yudas
dari meja jamuan bersama dengan Yesus-jamuan makan yang tak tuntas diikutinya
demi sebuah penghianatan terhadap Mesias yang telah mengecewakan
pengharapannya:
▄Lukas
22:14-23 Ketika tiba saatnya, Yesus duduk makan bersama-sama dengan
rasul-rasul-Nya. Kata-Nya kepada mereka: "Aku sangat rindu makan Paskah
ini bersama-sama dengan kamu, sebelum Aku menderita. Sebab Aku berkata
kepadamu: Aku tidak akan memakannya lagi sampai ia beroleh kegenapannya dalam Kerajaan
Allah." Kemudian Ia mengambil sebuah cawan, mengucap syukur, lalu berkata:
"Ambillah ini dan bagikanlah di antara kamu. Sebab Aku berkata kepada
kamu: mulai dari sekarang ini Aku tidak akan minum lagi hasil pokok anggur
sampai Kerajaan Allah telah datang." Lalu Ia mengambil roti, mengucap
syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka, kata-Nya:
"Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi
peringatan akan Aku." Demikian juga dibuat-Nya dengan cawan sesudah makan;
Ia berkata: "Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang
ditumpahkan bagi kamu. Tetapi, lihat, tangan orang yang
menyerahkan Aku, ada bersama dengan Aku di meja ini. Sebab Anak
Manusia memang akan pergi seperti yang telah ditetapkan, akan tetapi, celakalah
orang yang olehnya Ia diserahkan!" Lalu mulailah mereka mempersoalkan, siapa di antara mereka yang akan berbuat
demikian.
Yohanes
13:26-28,30 Jawab Yesus: "Dialah itu, yang kepadanya Aku akan memberikan
roti, sesudah Aku mencelupkannya." Sesudah berkata demikian Ia mengambil
roti, mencelupkannya dan memberikannya kepada Yudas, anak Simon Iskariot. Dan
sesudah Yudas menerima roti itu, ia kerasukan Iblis. Maka Yesus berkata
kepadanya: "Apa yang hendak kauperbuat, perbuatlah dengan segera."
Tetapi
tidak ada seorangpun dari antara mereka yang duduk makan itu mengerti, apa
maksud Yesus mengatakan itu kepada Yudas. Yudas menerima roti itu lalu segera pergi.
Pada waktu itu hari sudah malam.
Malam itu adalah
momentum yang akan benar-benar menyendirikan Yesus. Tak akan ada lagi
murid-murid yang mengiringinya. Semua telah jatuh ke dalam bukan memikirkan apa yang dipikirkan
Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia, dan tak akan ada yang
sanggup bertahan dalam situasi yang begitu kelam dan bukan saja begitu
tersendirikan tetapi melihat Sang Mesias tak dapat lagi,bagi mereka, bersikap
realistis. Kita harus mengerti pada momen ini para murid masih berupaya keras
membebaskan Yesus dari kejanggalan yang tak terpahami ini:
▄Matius
26:51-53 Tetapi seorang dari mereka yang menyertai Yesus mengulurkan tangannya,
menghunus pedangnya dan menetakkannya kepada hamba Imam Besar sehingga putus
telinganya. Maka kata Yesus kepadanya: "Masukkan pedang itu kembali ke dalam sarungnya, sebab barangsiapa
menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang. Atau kausangka, bahwa Aku tidak dapat berseru kepada Bapa-Ku,
supaya Ia segera mengirim lebih dari dua belas pasukan malaikat membantu Aku?
Di sini jelas kalau
Yesus tidak kehilangan akal sehatnya, tetapi jelas ini bukan soal akal sehat.
Karena jika itu yang utamanya maka tidak
perlu para murid dan semua manusia jatuh kedalam ketakberdayaan abadi ini: engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan
Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.
Memiliki pikiran
Bapa, menjadi jelas, bukan semacam kemewahan yang dapat diperjuangkan oleh manusia
dengan segenap hikmat atau wisdomnya. Kecenderungan manusia sudah nyata pada
hal terdasarnya yaitu: bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan
apa yang dipikirkan manusia.
Pada persidangannya,
kita kembali melihat wujud keras dari Tidak ada seorangpun yang dapat datang
kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku, perhatikan,
misalnya, pada episode ini:
Matius
27:39-44 Orang-orang yang lewat di sana menghujat Dia dan sambil menggelengkan
kepala, mereka berkata: "Hai Engkau
yang mau merubuhkan Bait Suci dan mau membangunnya kembali dalam tiga hari,
selamatkanlah diri-Mu jikalau Engkau Anak Allah, turunlah dari
salib itu!" Demikian juga imam-imam kepala bersama-sama
ahli-ahli Taurat dan tua-tua mengolok-olokkan Dia dan mereka berkata: Orang lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan!
Ia Raja Israel? Baiklah
Ia turun dari salib itu dan kami akan percaya kepada-Nya. Ia menaruh harapan-Nya pada Allah: baiklah Allah menyelamatkan Dia, jikalau Allah berkenan kepada-Nya! Karena Ia
telah berkata: Aku adalah Anak Allah." Bahkan penyamun-penyamun yang
disalibkan bersama-sama dengan Dia mencela-Nya demikian juga.
Apa pikirmu terhadap
Yesus dengan kebenaran yang sungguh sukar ini? Apakah anda pikir Ia pasti
manusia berdosa, jika tidak masakan ia harus alami penderitaan dan maut? Atau,
anda pikir dia datang untuk menjadi contoh bagi kita sebagai corpus delicti sebagai bukti yang menunjukan iblis bersalah sehingga Bapa memiliki
dasar yang kuat untuk menghakimi iblis-bahwa Yesus dan Bapa tak berdaya
terhadap iblis dalam hal barang bukti kejahatan iblis yang begitu lemah saat
ini hingga ada manusia-manusia yang dapat menjadi barang bukti kejahatan iblis
kelak.
Untuk memiliki
pikiran Allah, harus dicamkan, bukan merupakan aktivitas pembentukan mental dan
pikiran sedemikian rupa untuk memiliki semacam kemuliaan jiwa yang kemudian
ditakar sebagai ilahi berdasarkan pencapaian yang diperjuangkan hingga
kesudahan. Sejak semula Yesus sudah meletakan sebuah pasak kebenaran dimana di
situ saja kita boleh mengikat diri ini untuk melakukan perjalanan yang akan
membawa diri ini untuk memiliki pemikiran Allah yaitu kehendak Bapa yang ada
dalam Yesus Kristus. Pada Petrus, Yesus
telah berkata: "Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia
yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga” (Mat 16:17)
terkait siapakah Ia Sang Mesias!
Berdasarkan ini, maka
kita dapat memahami ketika Yesus berseru di Salibnya: “Yesus berkata: "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu
apa yang mereka perbuat." (Matius 23:43), bukan sebuah
pernyataan yang memaksudkan bahwa semua yang terlibat dalam penyalibannya
adalah manusia-manusia yang kehilangan akal sehatnya dan kewarasannya, seolah
semua adalah orang gila yang melakukan sebuah tindakan tanpa sebuah argumen yang
dimilikinya. Mereka memilikinya, hanya saja tak satupun merupakan kebenaran,
namun mereka tak berdaya untuk menjelaskan secara rasional apa yang tak dapat
mereka pahami untuk diterima sebagai kebenaran, sehingga Yesus harus
disingkirkan sebagai manusia yang sangat berbahaya. Kini, kita, seharusnya
memahami bahwa “mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” sangat erat terkait
dengan:
▄ Bagaimana Ia ini dapat memberikan
daging-Nya kepada kita untuk dimakan
▄ makan roti ini, ia akan hidup
selama-lamanya
Yang bersumber dari Tidak
ada seorangpun yang dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa
yang mengutus Aku. Kita harus memahami bahwa doa Yesus dalam seruan
itu, erat sekali dengan tujuan kedatangannya, sebagaimana ia katakan kepada
Nikodemus Guru bangsa Yahudi itu:
Yohanes
3:16-17 Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah
mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak
binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus
Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk
menyelamatkannya oleh Dia.
Apa yang Yesus
serukan di atas kayu salib itu bukan seru pembinasaan yang memang sudah
seharusnya, tetapi sebuah seru yang akan menegakkan sebuah ruang kasih karunia
yang begitu efektif dan penuh kuasa pada setiap manusia yang percaya untuk
secara sungguh dan benar mengalami sejak awal hingga kesudahaannya: supaya setiap
orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa.
Pada salib itulah Ia
Sang Mesias dapat benar-benar secara penuh kuasa dihadapan manusia dan iblis
bahwa Ia sungguh berkuasa di dunia untuk menentukan siapapun juga yang
dikehendakinya untuk mengalami: supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya
tidak binasa! Itu juga sebabnya terkait hal ini, ia berkata setelah
kebangkitannya: Yesus mendekati mereka dan berkata: "Kepada-Ku telah diberikan segala
kuasa di sorga dan di bumi- Matius 28:18.
Tanpa Yesus yang
memiliki segala kuasa di sorga dan di bumi, mustahil ada manusia yang dapat
beriman, bahkan sementara Ia Sang Mesias ini telah tiada di muka bumi (Ibrani 1:1-3) ini secara jasmaniah dan
saya dan anda, dan berjuta-juta hingga bermilyar manusia yang akan datang,
tidak mungkin dapat mengalami perjumpaan dengan Yesus sebagai Dia Sang Kebenaran
dimana Segala kebenaran Allah berdiam dan hanya pada-Nya sebagaiman12 murid-Nya dan manusia sezamannya di tempat tersebut. Menjadi begitu
penting untuk menutup catatan penting ini dengan baris-baris ini: Sekalipun kamu
belum pernah melihat Dia, namun kamu mengasihi-Nya. Kamu percaya kepada Dia,
sekalipun kamu sekarang tidak melihat-Nya- 1Petrus 1:8.
Soli
Deo Gloria
No comments:
Post a Comment