Oleh: Martin Simamora
“Keselamatan
Diluar Kristen” Bagian 4&5”
Bagian 4A: Ini adalah lanjutan dari: “bagian-bagian terdahulu” Terminologi dosa
dalam Alkitab adalah terminologi yang luas, didalam konteks-konteks
biblikalnya, merujukan bahwa dosa memiliki 3 aspek: ketidakpatuhan pada atau
pelanggaran hukum, pelanggaran hubungan antarmanusia, dan pemberontakan melawan
Allah, yang merupakan konsep paling dasar. Penyederhanaan terlalu berlebihan
berisiko, diantara istilah-istilah Ibrani yang paling umum, “hattat” yang
bermakna sebuah standard, target, atau tujuan
yang tak tercapai; “pesa” yang bermakna pelanggaran hubungan
antarmanusia atau pemberontakan; “awon” yang bermakna melakukan hal yang
bertentangan dengan apa yang benar atau melawan apa yang benar; “segagah” yang
mengindikasikan kesalahan atau kekeliruan; “resa” yang bermakna
ketidakber-tuhan-an, ketidakadilan, dan kejahatan; dan “amal,” ketika itu
merujuk pada dosa, bermakna perilaku yang mendatangkan kerusakan/bahaya atau
penindasan. Istilah Yunani yang paling umum adalah “hamartia”, sebuah kata yang
kerap dipersonifikasikan dalam Perjanjian Baru, dan mengindikasikan pelanggaran
terhadap hukum, orang-orang, atau Tuhan. “Paraptoma” adalah istilah umum
lainnya untuk pelanggaran-pelanggaran atau kegagalan-kegagalan untuk mencapai
standard. “Adikia” merupakan makna yang
lebih sempit dan kata legal, menggambarkan perbuatan-perbuatan ketidakbenaran
dan tidak adil. “Parabasis” mengindikasikan pelanggaran hukum; “asebeia”
bermakna ketidakbertuhanan atau ketidakhormatan terhadap Tuhan; “anomia” yang
bermakna hidup tanpa pemerintahan hukum. Alkitab secara khusus menyatakan dosa
adalah hal negatif. Dosa itu adalah kehidupan tanpa atau tak menuruti hukum,
ketidakpatuhan, ketidakhormatan terhadap Tuhan, tidak percaya, keraguan, kegelapan
sebagai lawan terhadap terang, sebuah kejatuhan sebagai lawan terhadap berdiri
teguh, kelemahan bukan kekuatan. Dosa adalah ketidakbenaran dan
ketidakberimanan [ Baker’s Evangelical Dictionary Theology: Sin atau tautan
ini].
Karakteristik-karakteristik
demikian dapat dijumpai,misal, dalam Hakim-Hakim 2:10-13, 2 Raja-Raja 21:6,
atau sebagaimana nabi Yesaya berkata: “Celakalah mereka yang menyebutkan
kejahatan itu baik dan kebaikan itu jahat, yang mengubah kegelapan menjadi
terang dan terang menjadi kegelapan, yang mengubah pahit menjadi manis, dan
manis menjadi pahit”- Yesaya 5:20. Nabi Amos, terkait dosa, berkata begini:”
Beginilah firman TUHAN: "Karena tiga perbuatan jahat Israel, bahkan empat,
Aku tidak akan menarik kembali keputusan-Ku: Oleh karena mereka menjual orang
benar karena uang dan orang miskin karena sepasang kasut; mereka
menginjak-injak kepala orang lemah ke dalam debu dan membelokkan jalan orang
sengsara; anak dan ayah pergi menjamah seorang perempuan muda, sehingga
melanggar kekudusan nama-Ku- Amos 2:6-7. Jika dosa adalah ketiadaan mengasihi
Tuhan maka manusia itu juga benci atau
tidak mempedulikan terhadap manusia lainnya.
Yesus Kristus
melanjutkan pengecaman-pengecaman terhadap dosa ini dengan cara mendalamkan
maknanya! [akan disinggung pada bagian 4.1B]. Dikarenakan luasnya makna dosa,
sebagaimana telah disajikan di atas, apakah kemudian bermakna ada jalan keselamatan yang lain, sebagaimana yang
diajarkan oleh pendeta Dr. Erastus Sabdono? Apakah Yesus sendiri kemudian
mengajarkan jalan keselamatan yang lain?
Bagian 4B: Hanya ada satu Tuhan yang menghakimi segenap penduduk bumi dengan
satu-satunya kebenaran yang telah ditetapkan-Nya, tanpa pandang bulu
sedikitpun. Sehingga dalam Alkitab, inilah yang akan kita jumpai:
Mazmur 14:2-3 TUHAN
memandang ke bawah dari sorga kepada anak-anak manusia untuk melihat, apakah
ada yang berakal budi dan yang mencari Allah. Mereka semua telah menyeleweng,
semuanya telah bejat; tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak.
Jika, anda
memperhatikan konteks Mazmur Daud ini, maka di sini Tuhan menempatkan satu
kebenaran tunggal bagi semua bangsa di luar bangsa yang telah dijumpainya tadi:
“Tidak sadarkah semua orang yang melakukan kejahatan, yang memakan habis
umat-Ku seperti memakan roti, dan yang tidak berseru kepada TUHAN? Di sanalah
mereka ditimpa kekejutan yang besar, sebab Allah menyertai angkatan yang
benar”- ayat 4 dan 5. Siapapun yang melakukan hal yang bertentangan dengan
kehendak dan maksud-Nya di bumi ini melalui bangsa pilihan-Nya, itu merupakan
penyingkap natur semua manusia:“semua telah menyeleweng, semuanya telah bejat,
tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak.”
Sekali lagi, harus
dicamkan bahwa pada dasarnya semua atau tidak seorangpun yang tidak bejat.
Dasar sebuah bangsa bernama Israel
terlihat sebagai sebuah bangsa favorit, bukan karena sebuah kemuliaan yang ada
sedikit saja pada dirinya.
Perihal ini nampak
nyata dalam bagian mazmur ini:
▬Mazmur
33:8-12 Biarlah segenap bumi takut kepada TUHAN, biarlah semua penduduk dunia
gentar terhadap Dia! Sebab Dia berfirman, maka semuanya jadi; Dia memberi
perintah, maka semuanya ada. TUHAN menggagalkan rencana bangsa-bangsa; Ia
meniadakan rancangan suku-suku bangsa; tetapi rencana TUHAN tetap
selama-lamanya, rancangan hati-Nya turun-temurun. Berbahagialah bangsa, yang
Allahnya ialah TUHAN, suku bangsa yang dipilih-Nya menjadi milik-Nya sendiri!
Disebut berbahagia,
bukan karena sukses untuk dapat mengenal dan membuat keputusan untuk memilih
dan mengikut Dia yang hanya dengan memerintah maka semuanya ada. Bagaimana sebuah bangsa dapat memilih Tuhan,
jika dikatakan bahwa tak ada satupun yang tak bejat?
BAGIAN
5
Bagian 5A: Sebagaimana Allah memiliki satu-satunya ketetapan dari diri-Nya bagi semua manusia, tanpa
pandang bulu, maka kebenaran yang di sampaikan oleh Yesus Kristus, juga
kebenaran tunggal. Ia tak membawa bermacam-macam kebenaran bagi manusia dan
memperkenalkan berbagai macam sorga,dengan demikian. Tidak pernah sama sekali.
Harus senantiasa dicamkan dan tak boleh dikesampingkan bahwa Yesus dari sorga
dan datang ke dunia. Ini dinyatakan demikian, sehingga kehadirannya yang
lokalitas tidak bermakna kesempitan kebenaran yang ada pada dirinya. Ia senantiasa
bertakhta di atas bumi ini dan memerintah serta menghakimi dunia ini sekalipun
ada di salah satu titik di muka bumi ini:
Yohanes 3:16-17
Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan
Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak
binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke
dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh
Dia.
Sementara Ia berada
di komunitas bangsa Yahudi, Yesus
berbicara ketentuan hidup setiap manusia di dalam dunia ini dalam kapasitas
penyelamatan-Nya yang menjangkau bola dunia ini. Kala Ia berkata “setiap orang
yang percaya kepada-Nya tidak binasa,” maka konteks “setiap orang” adalah
orang-orang di dunia ini secara global dalam sebuah kehendak yang datang dari
Allah Sang Pencipta langit dan bumi ini. Ketika Yesus berkata mengenai setiap
orang yang percaya kepada-Nya atau diri-Nya :tidak binasa, maka tidak perlu
sampai orang-orang yang tak percaya itu
perlu melawan hingga melahirkan penghinaan kepada Anak Allah, pembenci Kristus
hingga sehingga menghambat dan merusak pekerjaan Allah, untuk baru dapat
dikategorikan menjadi lawan bagi Kristus dan kebenarannya. Tak ada ketentuan
khusus semacam itu yang menyempitkan makna. Tidak percaya kepada Yesus, oleh
Yesus, benar-benar dalam makna yang sangat luas, seluas makna “setiap orang
yang percaya kepada-Nya tidak binasa.”
Bagian 5B: Salah satu bagian pada Alkitab
yang menggambarkan secara tajam bahwa Tuhan yang dikenal Israel adalah Sang
Hakim atas segala bangsa di bumi ini terdemonstrasi secara tajam di sini:
Yesaya34:1-5 Marilah
mendekat, hai bangsa-bangsa, dengarlah, dan perhatikanlah, hai suku-suku
bangsa! Baiklah bumi serta segala isinya mendengar, dunia dan segala yang
terpancar dari padanya. Sebab TUHAN murka atas segala bangsa, dan hati-Nya
panas atas segenap tentara mereka. Ia telah mengkhususkan mereka untuk ditumpas
dan menyerahkan mereka untuk dibantai. Orang-orangnya yang mati terbunuh akan
dilemparkan, dan dari bangkai-bangkai mereka akan naik bau busuk; gunung-gunung
akan kebanjiran darah mereka. Segenap tentara langit akan hancur, dan langit
akan digulung seperti gulungan kitab, segala tentara mereka akan gugur seperti
daun yang gugur dari pohon anggur, dan seperti gugurnya daun pohon ara. Sebab
pedang-Ku yang di langit sudah mengamuk, lihat, ia turun menghakimi Edom,
bangsa yang Kukhususkan untuk ditumpas.
Apakah Tuhan yang
dikenal Israel itu adalah Tuhannya
bangsa Edom? Bukan! Apakah urusan-Nya sehingga Ia menghakimi bangsa yang
memiliki tuhannya tersendiri? Siapakah DIA sehingga dapat berkata seenaknya
“bangsa yang Kukhususkan untuk ditumpas?” Sekudus apakah IA, memangnya?
Seberkuasa apakah IA, memangnya? Benarkah Ia, satu-satunya hakim dan tak adakah
yang dapat menahan pedang-Nya yang dilangit untuk tak mengamuk seganas itu,
karena Ia begitu bencinya dengan ketak-kudus-an?
Kapanpun anda
membicarakan bahwa hanya ada satu Tuhan dan hanya ada satu-satunya kebenaran,
maka itu erat sekali dengan Siapakah Dia adanya! Tak bisa tidak akan
bersilangan dengan kekudusan-Nya.
Bagian 5C: Perintah
atau hukum Allah pada dasarnya bukanlah soal moralitas, atau belaka soal serangkaian pokok-pokok apakah
yang benar dan apakah yang salah.
Perintah-perintah itu sendiri bukanlah ketentuan-ketentuan dengan
ukuran-ukuran dunia manusia. Mari perhatikan satu hal ini saja: mengapakah serangkaian perintah-perintah itu harus
dimulai dengan kekudusan Allah itu
sendiri, yaitu: “Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku?- Keluaran 20:3”;
“Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di
atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi-
Keluaran 20:4”; Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya,
sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan
kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat
dari orang-orang yang membenci Aku- Keluaran 20:5”; “tetapi Aku menunjukkan
kasih setia kepada beribu-ribu orang, yaitu mereka yang mengasihi Aku dan yang
berpegang pada perintah-perintah-Ku- Keluaran 20:6”; “Jangan menyebut nama
TUHAN, Allahmu, dengan sembarangan, sebab TUHAN akan memandang bersalah orang
yang menyebut nama-Nya dengan sembarangan- Keluaran 20:7.” Larangan-larangan
seperti “jangan membunuh”, “jangan mencuri”, dan “jangan berzinah” misalnya
saja, itu bukan sama sekali soal moralitas manusia tetapi hukum kudus Allah,
bukan hukum moralitas manusia. Memang benar merujuk pada apakah moral, bisa
dikatakan sebagai hukum moralitas tetapi tidak akan pernah menjadi belaka
moralitas manusiawi. Apa yang disebut sebagai moralitas di dalam ketetapan
Allah pada dasarnya kekudusan Tuhan dengan konsekuensi mematikan atau kehidupan dalam kasih setia
Tuhan. Dalam Alkitab, kalau ada hal-hal
yang disebut sebagai moralitas umat Tuhan, maka harus dicamkan bahwa sebuah
pelanggaran tidak akan mendapatkan
pengampunan melalui pembangunan
komitmen hidup untuk memperbaiki diri. Mengapa? Sebab tak ada manusia yang
sanggup menutup lubang ketakudusannya, bahkan satu lubang akan menguapkan
kekudusan Tuhan pada dirinya, berganti dengan penghukuman yang melumat bukan
saja kehidupannya tetapi generasi-generasi berikutnya. Ketika satu saja anda
melanggar salah satu larangan pada perintah-perintah Allah yang manapun juga,
ingatlah bahwa manusia sedang berhadapan dengan : Aku, TUHAN, Allahmu, adalah
Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada
keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku dan tetapi
Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang, yaitu mereka yang
mengasihi Aku dan yang berpegang pada perintah-perintah-Ku. Jadi ini bukan sama
sekali belaka moralitas manusia kala anda membaca: jangan membunuh, jangan
berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu,
jangan mengingini rumah, isteri, hambanya laki-laki atau perempuan atau
lembunya atau keledainya atau apapun yang dipunyai sesamamu [Kel 20:13-17].”
Pada bagian manapun perintah itu tak ada satu bagianpun yang sama sekali
bernilai semata ketentuan relasi antarmanusia yang mana nilai-nilainya berdasar
pada kemanusiaan pada nilai tertingginya, sehingga menyatakan tidak semuanya
bernilai ilahi, karena begitu menjunjung hak-hak terasasi seorang manusia.
Dalam hal itu sekalipun, sangat ilahi dan sangat kudus sebagaimana adanya IA
ADA: “Seluruh bangsa itu menyaksikan guruh mengguntur, kilat sabung-menyabung,
sangkakala berbunyi dan gunung berasap. Maka bangsa itu takut dan gemetar dan
mereka berdiri jauh-jauh- Keluaran 20:18.
Bagian 5D: Yesus Sang Kristus/ Mesias dalam banyak kesempatan telah menunjukan
bahwa Ia adalah terang yang dibicarakan dan dinantikan oleh para nabi kudus
Allah, bahkan semenjak Abraham. Mari perhatikan hal-hal berikut ini:
▬▬Yohanes 8:56 Abraham bapamu bersukacita bahwa ia
akan melihat hari-Ku dan ia telah melihatnya dan ia bersukacita."
▬▬Matius 13:16-17
Tetapi berbahagialah matamu karena melihat dan telingamu karena
mendengar. Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya banyak nabi dan orang benar
ingin melihat apa yang kamu lihat, tetapi tidak melihatnya, dan ingin mendengar
apa yang kamu dengar, tetapi tidak mendengarnya.
Pada Matius 13 ini,
sungguh berbeda konteksnya dengan Yohanes 8, karena yang dimaksud dengan Abraham telah
melihatnya, ini terkait dengan pengenalan dan pengetahuan Yesus yang mengatasi
waktu dan ruang sebagaimana yang menjadi keberatan para pendengar-Nya: “Maka
kata orang-orang Yahudi itu kepada-Nya: "Umur-Mu belum sampai lima puluh
tahun dan Engkau telah melihat Abraham?" Kata Yesus kepada mereka:
"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada-
Yoh 8:57-58." Sementara itu “tetapi tidak melihatnya” dan “tetapi tidak
mendengarnya” menunjuk pada ketak-kekal-an para nabi dan orang benar yang
menantikan dan beriman padaDia yang sudah ada sejak kekekalan namun masih
dinantikan dalam pengimanan penuh untuk datang ke dalam dunia ini sebagai
terang bagi dunia, perhatikan ini: “Setelah pada zaman dahulu Allah berulang
kali dan dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan
perantaraan nabi-nabi, maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita
dengan perantaraan Anak-Nya, yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak
menerima segala yang ada. Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta. Ia
adalah cahaya kemuliaan Allah…” - Ibrani 1:1-3
Bagian 5E: Apakah tujuan hidup umat Tuhan atau lebih spesifik lagi, apakah ada
semacam perbedaan tujuan atau orientasi hidup antara umat Tuhan di era
perjanjian lama dibandingkan dengan perjanjian baru? Menjawabnya memang akan
menunjukan apakah yang menjadi orientasi kehidupan mereka di masing-masing era itu, tetapi apa
yang jauh lebih penting harus dipahami, atas keduanya, Allahlah yang menentukan
apa yang harus menjadi tujuan atau kehidupan masing-masing mereka berdasarkan
maksud-Nya dan dalam cara-Nya saja. Saya
akan tunjukan nanti, apakah yang dimaksudkan “Allahlah yang menentukan apa yang
harus menjadi tujuan atau kehidupan masing-masing,” bahwa itu bukan sama sekali
dengan tujuan pemaksaan atau sebuah pelenyapan pemberontakan, sebaliknya di tengah-tengah
pemberontakan terkeras itulah, eksekusi penentuan apa yang harus menjadi
tujuan-Nya,justru, berlangsung sempurna di dalam kekudusan-Nya,keadilan-Nya dan
kasih setia-Nya.
Mari memulainya
dengan: bagaimana Allah menetapkan tujuan hidup umat-Nya pada era perjanjian
lama:
▬▬Imamat 26:40-46 Tetapi bila mereka mengakui
kesalahan mereka dan kesalahan nenek moyang mereka dalam hal berubah setia yang
dilakukan mereka terhadap Aku dan mengakui juga bahwa hidup mereka bertentangan
dengan Daku --Akupun bertindak melawan mereka dan membawa mereka ke negeri
musuh mereka--atau bila kemudian hati mereka yang tidak bersunat itu telah
tunduk dan mereka telah membayar pulih kesalahan mereka, maka Aku akan
mengingat perjanjian-Ku dengan Yakub; juga perjanjian dengan Ishak dan
perjanjian-Ku dengan Abrahampun akan Kuingat dan negeri itu akan Kuingat juga.
Jadi tanah itu akan
ditinggalkan mereka dan akan pulih dari akibat tahun-tahun sabat yang
dilalaikan selama tanah itu tandus, oleh karena ditinggalkan mereka, dan mereka
akan membayar pulih kesalahan mereka, tak lain dan tak bukan karena mereka
menolak peraturan-Ku dan hati mereka muak mendengarkan ketetapan-Ku. Namun
demikian, apabila mereka ada di negeri musuh mereka, Aku tidak akan menolak
mereka dan tidak akan muak melihat mereka, sehingga Aku membinasakan mereka dan
membatalkan perjanjian-Ku dengan mereka, sebab Akulah TUHAN, Allah mereka.
Untuk keselamatan mereka Aku akan mengingat perjanjian dengan orang-orang
dahulu yang Kubawa keluar dari tanah Mesir di depan mata bangsa-bangsa lain,
supaya Aku menjadi Allah mereka; Akulah TUHAN." Itulah ketetapan-ketetapan
dan peraturan-peraturan serta hukum-hukum yang diberikan TUHAN, berlaku di
antara Dia dengan orang Israel, di gunung Sinai, dengan perantaraan Musa.
Membaca bagian ini
sendiri saja sudah menunjukan satu hal mahapenting: Allah yang memilih bangsa
ini, adalah juga Allah yang menjaga
keamanan perjanjian-Nya dengan bangsa ini melalui perantaraan Musa, sekalipun
mereka “berubah setia.” Apa yang harus dipahami bahwa tujuan-Nya, baik pada
umat perjanjian lama dan perjanjian baru, telah dibangun-Nya atas dasar
rancangan-Nya sendiri dan tidak dapat digagalkan oleh berbagai
perubahan-perubahan manusia yang senantiasa gagal memenuhi tuntutan
kekudusan-Nya.
Bagian 5F: Sehingga
Yesus Kristus memang tak bisa dipisahkan dari perjanjian lama. Tetapi apakah
relasi dirinya dengan perjanjian lama? Apakah Ia mengajarkannya agar dilakukan
dan menjadi sebuah jalan keselamatan atau jalan pengudusan atau jalan
pendamaian atau jalan untuk menjadi anak-anak tebusan-Nya?
Mari kita
memperhatikan penjelasan Yesus berikut ini, yang menunjukan secara kuat pada
bagaimanakah sesungguhnya relasinya dengan perjanjian lama itu:
▬▬Matius 5:17-19 Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku
datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan
untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata
kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau
satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya
terjadi. Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat
sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia
akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa
yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan
menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga.
Bagian ini menunjukan
relasi Yesus terhadap hukum Taurat atau
kitab para nabi: untuk menggenapinya- Ialah yang menggenapinya. Tak
hanya sampai disitu,tetapi menghakimi semua tak ada satu saja, bahkan,
menduduki tempat yang paling rendah di dalam kerajaan sorga. Perhatikan
penghakimannya ini: “Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak
lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi,
sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.” Dengan kata lain,
Yesus mengatakan: tidak ada satupun yang sanggup menggenapi apa yang harus
digenapi, selain diri-Nya saja.
Harus dimengerti
bahwa “tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga” memang bermakna neraka,
sebagaimana ditunjukan oleh Yesus di dalam lanjutan penghakiman-Nya:
Bagian 5G: Ketika
nabi Yohanes Pembaptis berseru memberitakan pertobatan yang terkait erat dengan
kedatangan Mesias yang adalah kedatangan Kerajaan Sorga, ia bukan hadir sebagai
terang dan kebenaran itu sendiri, karena tujuan kehadirannya adalah sebagai
seorang nabi perjanjian lama yang mempersiapkan
kegenapan janji Allah mengenai kedatangan Mesias:
▬▬Matius 3:1-3 Pada waktu itu tampillah Yohanes
Pembaptis di padang gurun Yudea dan memberitakan: Bertobatlah, sebab Kerajaan
Sorga sudah dekat! Sesungguhnya dialah yang dimaksudkan nabi Yesaya ketika ia
berkata: "Ada suara orang yang berseru-seru di padang gurun: Persiapkanlah
jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya."
Yohanes Pembaptis
bukan terang itu sendiri, tetapi Penyeru yang meneriakan seru pertobatan dan
memberitakan Dia yang akan datang- Kerajaan Sorga. Ia berseru-seru bahwa Kerajaan Sorga itu sudah
dekat. Bahkan Ia sendiri pun tak layak untuk menyentuh Kerajaan Sorga itu sama
sekali dalam sebuah ekspresi yang begitu memuliakan Dia yang diberitakannya dan
begitu merendahkan dirinya si pemberita-Nya: “aku tidak layak melepaskan
kasut-Nya- Matius 3:11.”
Apa yang kemilau di
sini, dengan demikian, terang yang dimaksud dalam Injil Yohanes 1:1-5,14,
adalah kedatangan Kerajaan Sorga! Kedatangan Yesus adalah kedatangan kerajaan
sorga.
Bagian 5H: Yesus
Kristus sendiri menunjukan dirinya sebagai apa yang dinyatakan oleh nabi
Yohanes Pembaptis kala menyebut Yesus “Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah
dekat!- Matius 3:2” dalam sebuah peristiwa yang menggambarkan bahwa Kerajaan
Sorga adalah dirinya sendiri yang
berkuasa atas segala kuasa di dunia ini: ”Tetapi jika Aku mengusir setan dengan
kuasa Roh Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu- Matius
12:28.” Harus diingat bahwa kebenaran atau penggenapan dalam tatar aktualisasi
kehadiran Kerajaan Allah yang Mahakudus dan Mahakuasa telah terjadi dalam:
▬▬Matius 12:22 Kemudian dibawalah kepada Yesus
seorang yang kerasukan setan. Orang itu buta dan bisu, lalu Yesus
menyembuhkannya, sehingga si bisu itu berkata-kata dan melihat.
Peristiwa ini
sebetulnya menyingkapkan apa yang tak dapat dilihat oleh semua manusia. Apakah
itu? Bahwa kuasa kegelapan membelenggu manusia hingga jiwa tak dapat
berkomunikasi dengan atau menjangkau Allah; bahwa kuasa kegelapan pada episode
ini menunjukan rupa kerja kegelapan yang mengurung jiwa manusia hingga tak bisa
melihat dan tak bisa mendengarkan kehendak Allah, jika bukan disembuhkan-Nya.
Tetapi siapakah yang bisa melihat kebenaran ini? Apa yang bisa dilihat
hanyalah: “Orang itu buta dan bisu dan kerasukan setan” tetapi bagaimana itu
bertemalian: “buta dan bisu dan kerasukan setan,” hanya Yesus yang sanggup
menunjukannya: “lalu Yesus menyembuhkannya sehingga si bisu itu berkata-kata
dan melihat.”
Bagian 5i: Tidak
ada satupun di situ sebuah momentum pemaksaan sebagaimana yang dimaksudkan oleh
pendeta Dr. Erastus Sabdono, apa yang ada dan terjadi sebetulnya, Yesus Sang
Terang Dunia itu sedang menunjukan sebuah realita manusia yang hanya akan
terlihat atau tersingkap kalau itu dinyatakan. Jelas saja sebab kegelapan di
sini memang masih memberikan kepada manusia sebuah kehidupan, walau jelas
kehidupan yang tidak dipimpin oleh Allah atau Kerajaan Sorga. Realita bahwa
kerajaan maut yang menguasai manusia, oleh Yesus, dalam cara semacam ini:
"Setiap kerajaan yang terpecah-pecah pasti binasa, dan setiap rumah tangga
yang terpecah-pecah, pasti runtuh. Jikalau Iblis itu juga terbagi-bagi dan
melawan dirinya sendiri, bagaimanakah kerajaannya dapat bertahan? Sebab kamu
berkata, bahwa Aku mengusir setan dengan kuasa Beelzebul. Jadi jika Aku
mengusir setan dengan kuasa Beelzebul, dengan kuasa apakah pengikut-pengikutmu
mengusirnya? Sebab itu merekalah yang akan menjadi hakimmu”- Lukas 11:17-20,
jelas akan memeranjatkan siapapun juga. Mengapa? Sebab pernyataan Yesus tadi
menunjukan 2 realita penting bagi dunia: (1) IA adalah penentu sekaligus
penguji berada di dalam kerajaan manakah atau milik kerajaan siapakah manusia
itu. Dan (2)IA sedang menunjukan tak ada satupun manusia yang tidak berada
didalam penguasaan kerajaan penghulu iblis. Ketika mulut seorang Farisi berkata
kepada Yesus “Ia mengusir setan dengan kuasa Beelzebul, penghulu setan-
Lukas11:15, maka itu adalah gambaran bagaimana sebetulnya ketika terang itu
masuk ke dalam dunia ini yang dijumpai-Nya hanyalah kegelapan. Oposisi terhadap
Yesus yang bagaimanapun hanya menunjukan realitas yang tak terlihat: dunia ini
berada didalam pendudukan kerajaan penghulu setan.
Bagian 5J: Tak
terhindarkan juga maka pernyataan pendeta Dr. Erastus Sabdono pada bagian
berikutnya sebagaimana pada paragraf “Keselamatan Di Luar Kristen (Pelajaran
05)” yang ditampilkan oleh situs resmi GBI Rhema Church,dengan demikian, sangat
salah:
Bagi mereka yang
menolak Tuhan Yesus, berarti mereka berpihak kepada kuasa kegelapan. Mereka
menyaksikan dan mengalami bagaimana kuasa Allah dinyatakan yaitu dengan
pengusiran setan dan berbagai mujizat. Tetapi mereka menolak Tuhan Yesus maka
berarti mereka di pihak kuasa kegelapan (Luk 11:20). Kalau mereka tidak melihat
atau tidak pernah mendengar Injil secara memadai mereka tidak berdosa, tetapi
kalau mereka melihat (mendengar Injil secara memadai) tetapi tidak percaya maka
dosa mereka kekal (Yoh 9:41). Penolakan mereka dalam ekspresi nyata yaitu
memusuhi Tuhan Yesus dan menuduh Tuhan Yesus menggunakan kuasa penghulu setan
(baalzebul). Mereka menganggap Tuhan Yesus sesat dan pantas dimusuhi, ajaran
dan pengikut-Nya pantas diberantas.
Sebagaimana pada
bagian sebelumnya, sudah saya tunjukan bahwa “dosa” bukan sebuah keadaan
yang baru muncul setelah Yesus hadir
pada tindakan menolak-Nya, sebaliknya Yesus sebagai Terang Dunia menunjukan
realitas dunia berserta segenap mahkluk sejak kejatuhan Adam hingga kini.
Apakah saat saya menyatakan”sangat salah,” itu berdasarkan penghakiman yang lahir
dari sebuah analisa? Jawabnya: Tidak sama sekali. Tetapi secara gamblang
Alkitab telah menunjukan.
Bagian 5K: Bagaimana
dengan Yesus sendiri, terhadap pernyataan pendeta Dr.Erastus Sabdono yang
berbunyi “Kalau mereka tidak melihat atau tidak pernah mendengar Injil secara
memadai mereka tidak berdosa, tetapi kalau mereka melihat (mendengar Injil
secara memadai) tetapi tidak percaya maka dosa mereka kekal (Yoh 9:41)? “Apakah Yesus sendiri membicarakan dosa bukan dalam sebuah kontinum waktu, yang
sejak kejatuhan Adam hingga kini?Apakah dosa itu telah ada memerintah segenap
manusia sejak perjanjian lama hingga memasuki eranya-saat Ia masuk ke dalam
dunia ini? Adakah Ia menunjukan sebuah kesinambungan tak terputus tepat pada
dirinya sendiri yang menunjukan bahwa dosa sudah ada sejak sebelum dirinya di
dunia ini hadir, dalam cara yang sangat tajam?
Maka jawabannya:
ya,ada, bahkan begitu tajam menunjukan bahwa Ia sendiri adalah Sang Hakim atas
dosa yang sejak dahulu kala menguasai dunia.
Marilah kita
memperhatikan, mengarahkan diri kita kepada sabdanya berikut ini, sebuah sabda
penghakiman:
Bagian 5L: Salah
satu momen indah dan megah pada kedatangan Yesus Kristus ke dalam dunia ini,
adalah percakapannya dengan seorang perempuan Samaria. Ya, Samaria, bangsa yang
tak boleh dikunjungi oleh para murid-Nya kala Ia mengutus mereka untuk
memberitakan Kerajaan Sorga, yaitu dirinya sendiri. Sebagaimana telah saya
tunjukan pada bagian sebelumnya. Pertemuan ini, karenanya, telah menjadi sebuah
pertemuan yang memperlihatkan bahwa Yesus adalah kebenaran dan hakim atas
segala bangsa, sebab didalam perjumpaan ini pun, telah disampaikan-Nya
kebenaran yang menyatakan keselamatan yang datang dari-Nya dan oleh-Nya,
sekaligus menghakimi semua manusia. Mari kita memperhatikan dialog berikut ini:
Yohanes 4:3-12 Iapun
meninggalkan Yudea dan kembali lagi ke Galilea. Ia harus melintasi daerah
Samaria. Maka sampailah Ia ke sebuah kota di Samaria, yang bernama Sikhar dekat
tanah yang diberikan Yakub dahulu kepada anaknya, Yusuf. Di situ terdapat sumur
Yakub. Yesus sangat letih oleh perjalanan, karena itu Ia duduk di pinggir sumur
itu. Hari kira-kira pukul dua belas. Maka datanglah seorang perempuan Samaria
hendak menimba air. Kata Yesus kepadanya: "Berilah Aku minum." Sebab
murid-murid-Nya telah pergi ke kota membeli makanan. Maka kata perempuan
Samaria itu kepada-Nya: "Masakan Engkau, seorang Yahudi, minta minum
kepadaku, seorang Samaria?" (Sebab orang Yahudi tidak bergaul dengan orang
Samaria.) Jawab Yesus kepadanya: "Jikalau engkau tahu tentang karunia Allah
dan siapakah Dia yang berkata kepadamu: Berilah Aku minum! niscaya engkau telah
meminta kepada-Nya dan Ia telah memberikan kepadamu air hidup." Kata
perempuan itu kepada-Nya: "Tuhan, Engkau tidak punya timba dan sumur ini
amat dalam; dari manakah Engkau memperoleh air hidup itu? Adakah Engkau lebih
besar dari pada bapa kami Yakub, yang memberikan sumur ini kepada kami dan yang
telah minum sendiri dari dalamnya, ia serta anak-anaknya dan ternaknya?"
Perempuan Samaria itu
mengenal Yesus, bahwa Ia adalah seorang Yahudi bukan sebagai Sang Terang Dunia.
Itu sebabnya ia terperanjat dengan permintaan Yesus yang begitu janggal mau
bergaul dengan dirinya yang seorang Samaria. Dalam Alkitab jelas terlihat bahwa
relasi antara Yahudi dengan Samaria memang sangat negatif,
Bagian 5M: Dalam
Terang, manusia yang beriman kepada Yesus, menjadi tahu kemana harus pergi. Itu
tak lepas dari diri Kristus sendiri, yaitu mengikut diri-Nya; dalam terang
manusia itu, ia menjadi tahu dan diberikuasa untuk membuat keputusan
mahapenting: mengikut dia. Mengikuti Yesus, apakah pentingnya? Penting karena
keselamatan itu sendiri merupakan peristiwa atau “event” keberimanan seseorang
secara aktual, bukan belaka konsepsi atau sekedar beragam komposit
kebenaran-kebenaran yang dilahirkan dari
sebuah keanggunan pikir teologisnya, yang kemudian dipercayai sekedar untuk
diajarkan. Keselamatan adalah kebenaran teologis sekaligus peristiwa aktual
iman di dunia ini, dan itu semua dimulai dengan satu perintah-Nya: ikutlah Aku.
Sekali lagi, apakah
pentingnya mengikut Yesus dalam peristiwa iman seorang percaya sehari-hari,
dalam situasi-situasi menuntut kesetiaan sekalipun membahayakan, dan setia atau
bertahan hingga kesudahannya?
Yesus sendiri
menunjukan apakah pentingnya diri-Nya itu harus diikuti, melalui sejumlah
perintah kepada para murid atau setiap orang percaya di segala jaman, yang
menuntut ketahanan iman hingga kesudahannya. seperti:
Bagian 5N: Dosa,
bukan sekedar pelanggaran, bukan sekedar perbuatan jahat, bukan sekedar
ketaksucian dalam arti yang dapat dipulihkan atau direstorasi dan diluruskan
dengan pertobatan atau pengoreksian dan komitmen untuk membangun kehidupan yang
lebih baik oleh dan pada diri manusia itu sendiri. Natur dosa, yang sedang
dibicarakan Alkitab menunjukan bahwa manusia tak berdaya untuk memulihkan,
merestorasi atau meluruskan kebengkokan itu. Perjanjian baru menegaskan hal ini
bahkan menunjukan natur semacam itu saat
pengandungan Sang Mesias dalam rahim
anak dara Maria:
Bagian 5.O: Jikalau seseorang sungguh mengasihi Yesus, maka ia
akan sungguh-sungguh memperhatikan perintah-Nya ini:
Yohanes 14:23 Jawab
Yesus: "Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku dan Bapa-Ku
akan mengasihi dia dan Kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan
dia.
Jikalau seorang
berkata ia mengasihi Yesus namun telah memperlakukan firman-Nya diluar apa yang
dimaksudkan-Nya atau dikehendaki-Nya, maka inilah yang sebenarnya terjadi:
Yohanes 14:24
Barangsiapa tidak mengasihi Aku, ia tidak menuruti firman-Ku; dan firman yang
kamu dengar itu bukanlah dari pada-Ku, melainkan dari Bapa yang mengutus Aku.
Seorang yang mengaku
mengasih Tuhan dan berdiri dihadapan jemaat Tuhan sebagai seorang guru
kebenaran, tentu harus menyadari bahwa lidahnya tidak boleh melahirkan berbagai
pengajaran berdasarkan kehendaknya sendiri, selain apa yang menjadi
kehendak-Nya yang telah dinyatakan dalam Alkitabmu.
Bersambung ke bagian 6
Segala
Kemuliaan Hanya Bagi Tuhan
No comments:
Post a Comment