Oleh: Martin Simamora
Keberdosaan Manusia
Tidak Dikarenakan Eksistensi dan Pelanggaran Pada Taurat, Sebab Sebelum Taurat
Ada, Penghakiman Dan Penghukuman Telah Berlangsung
Bacalah lebih dulu: “bagian
6.G-6”
Berdasarkan bagian
sebelumnya, begitu jelas bahwa dasar penggenapan kelahiran Mesias semata pada rencana dan kuasa Allah untuk
menggenapi rencananya itu sendiri. Sehingga dinamika manusia-manusia Israel tidak pernah sama sekali menentukan
keberhasilan rencana Allah dalam sebuah kebergantungan Allah yang begitu tunduk
pada kemampuan dan ketakmampuan manusia, sebab kedaulatan-Nyalah yang
menentukan keterwujudan itu [sebagai
salah satu contoh kasus, bacalah: Yesaya 1:2-9, 11-15,18, 19-20; Yesaya
39:5-7; Yesaya 40:1-11; Yesaya 42:18-25; Yesaya 43:22-28; Yesaya 45:1-8;Yesaya 47:1-11;
Yesaya 48:1-11; Yesaya
48:12-22; Yesaya 49:8- Yesaya 50:3].
Kedaulatan
Allah, di sini [sebagaimana yang ditunjukan dalam contoh kasus yang direkam
Kitab Nabi Yesaya], hendak menunjukan
bahwa apa yang dimaksudkan untuk terjadi berdasarkan rencana-Nya pasti terjadi,
tak memedulikan keadaan-keadaan di dunia
sebab perencanaan-Nya berlangsung di sorga dan Sang Mesias itu sendiri pada mulanya bersama-sama dengan Allah dan adalah Allah
[Yohanes 1:1-2].
Itulah sebabnya
terkait rencana dan pewujudan-Nya telah dijamin sejak
semula secara kokoh dan keras dengan menautkannya pada kebenaran diri nabi sebagai
penyatanya, BUKAN pada bangsa
Israel!
Perhatikanlah ini:
Ulangan
18:20-22 Tetapi seorang nabi, yang terlalu
berani untuk mengucapkan demi nama-Ku perkataan yang tidak Kuperintahkan untuk dikatakan
olehnya, atau yang berkata demi nama allah lain, nabi itu harus mati. Jika
sekiranya kamu berkata dalam hatimu: Bagaimanakah
kami mengetahui perkataan yang tidak difirmankan TUHAN? apabila seorang
nabi berkata demi nama TUHAN dan perkataannya
itu tidak terjadi dan tidak sampai, maka itulah perkataan yang tidak difirmankan
TUHAN; dengan terlalu berani nabi itu telah mengatakannya, maka
janganlah gentar kepadanya."
Ini, tentang
nabi-nabi yang menyampaikan perkataan
Tuhan untuk disampaikannya dan secara khusus ini mengenai Mesias. Perhatikan keutamaan pada kedaulatan kuasa Allah pada apakah yang diucapkan-Nya dan bagaimana akibatnya jika seorang nabi tidak mengucapkan sesuai dengan apa yang dikatakan-Nya:
Ulangan
18:17-19 Lalu berkatalah TUHAN kepadaku:
Apa yang dikatakan mereka itu baik; seorang nabi akan Kubangkitkan bagi mereka
dari antara saudara mereka, seperti engkau ini; Aku akan menaruh firman-Ku
dalam mulutnya, dan ia akan mengatakan kepada mereka segala yang Kuperintahkan
kepadanya. Orang yang tidak mendengarkan segala firman-Ku yang akan
diucapkan nabi itu demi nama-Ku, dari padanya akan Kutuntut pertanggungjawaban.
Apakah terjadi atau
tidak terjadi; apakah rencana Allah atas Israel sebagai yang darinya Mesias datang akan berhasil atau tidak, sama sekali tak ditentukan oleh faktor bangsa Israel tersebut. Bahkan, kalaupun nubuat nabi mengenai Mesias gagal terpenuhi, itu bukan
karena kegagalan Israel untuk mentaati Taurat, tetapi karena itu bukan sama
sekali yang diperintahkan Allah untuk dikatakan atau disampaikan olehnya atau “seorang
nabi, yang terlalu berani
untuk mengucapkan demi nama-Ku perkataan yang tidak Kuperintahkan untuk dikatakan
olehnya, atau yang berkata demi nama allah lain,” dengan
konsekuensi keras: nabi itu harus mati! Mengapa nabi itu harus mati? Karena
seorang nabi, lidahnya hanya melayani
pemikiran dan kehendak Allah sebagaimana sabda-Nya, bukan dirinya sendiri yang
lidahnya atau perkataannya tak memiliki kuasa semacam ini: “demikianlah firman-Ku yang keluar dari
mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan
melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan
kepadanya- Yesaya 5:11, Rumput
menjadi kering, bunga menjadi layu, tetapi firman Allah kita tetap untuk
selama-lamanya- Yesaya 40:8, Demi Aku
sendiri Aku telah bersumpah, dari mulut-Ku telah keluar kebenaran, suatu firman
yang tidak dapat ditarik kembali: dan semua orang akan bertekuk lutut di
hadapan-Ku, dan akan bersumpah setia dalam segala bahasa- Yesaya 45:23, Demi Aku sendiri Aku telah bersumpah, dari
mulut-Ku telah keluar kebenaran, suatu firman yang tidak dapat ditarik kembali:
dan semua orang akan bertekuk lutut di hadapan-Ku, dan akan bersumpah setia
dalam segala bahasa- Yesaya 46:10, Langit
dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu- Matius 24:35
Inilah yang dimaksud
dengan kedaulatan Allah dalam rencana keselamatan yang menekankan ketunggalan
peran Allah dan ketiadaan peran manusia, termasuk Israel.
Kedaulatan Allah
terkait rencana kedatangan Mesias, secara berulang-ulang telah disampaikan-Nya
kepada banyak nabi-nabi kudus-Nya yang dalam hal itu, tak memedulikan dinamika-dinamika Israel yang mendatangkan murka yang dapat membinasakan mereka seperti
Sodom dan Gomorah.
Perhatikanlah bagian
khotbah rasul Petrus berikut ini:
KPR3:18-25Tetapi
dengan jalan demikian Allah telah
menggenapi apa yang telah difirmankan-Nya dahulu dengan
perantaraan nabi-nabi-Nya, yaitu bahwa Mesias yang diutus-Nya harus menderita.
Karena itu sadarlah dan bertobatlah, supaya dosamu dihapuskan, agar Tuhan
mendatangkan waktu kelegaan, dan mengutus
Yesus, yang dari semula diuntukkan bagimu
sebagai Kristus. Kristus itu harus tinggal di sorga
sampai waktu pemulihan segala sesuatu, seperti yang difirmankan Allah
dengan perantaraan nabi-nabi-Nya yang kudus di zaman dahulu. Bukankah telah dikatakan Musa:
Tuhan Allah akan membangkitkan bagimu seorang nabi dari antara
saudara-saudaramu, sama seperti aku: Dengarkanlah dia dalam segala sesuatu yang
akan dikatakannya kepadamu. Dan akan terjadi, bahwa semua orang yang tidak
mendengarkan nabi itu, akan dibasmi dari umat kita. Dan semua nabi yang pernah
berbicara, mulai dari
Samuel, dan sesudah dia, telah bernubuat tentang zaman ini. Kamulah
yang mewarisi nubuat-nubuat itu dan mendapat bagian dalam perjanjian yang telah
diadakan Allah dengan nenek moyang kita, ketika Ia berfirman kepada Abraham:
Oleh keturunanmu semua bangsa di muka bumi akan diberkati.
Adakah,
sedikit saja, ketaatan atau ketidaktaatan Israel turut menentukan
keberhasilan atau kegagalan Allah dalam
mewujudkan kehendak-Nya untuk menghadirkan Mesias, sebagaimana telah
disangkakan oleh pendeta Dr. Erastus Sabdono, pada hal 18 di paragraf 3 ini:
Jelas
tidak! Karena bahkan
terkait penderitaan Mesias yang merupakan bentuk pemberontakan dan
ketidaktaatan Israel terhadap Kitab Musa dan Kitab Nabi-Nabi, tak sama sekali menahan atau mencegah atau menggagalkan: “Allah telah
menggenapi apa yang telah difirmankan-Nya dahulu dengan
perantaraan nabi-nabi-Nya.”
Sehingga
saat kedatangan Mesias ke dalam dunia ini, sebenarnya mereka tidak pernah sama
sekali sebagai bangsa yang mentaati kebenaran dalam hukum Taurat, sebaliknya, sebagaimana
semua manusia di dunia, Israel pun berada dalam cengkaraman pemerintahan
kuasa kegelapan:
▬Yohanes
1:5 Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak
menguasainya.
▬Yohanes
1:11 Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya
itu tidak menerima-Nya.
Sebagaimana
semua manusia di dunia ini:
●Yohanes
1:10 Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan oleh-Nya, tetapi
dunia tidak mengenal-Nya.
Alkitab menjelaskan, saat kedatangan Mesias ke dalam dunia,
mereka tak pernah sama sekali dapat
dikategorikan hidup dalam kebenaran berdasarkan ketaatan melakukan hukum
taurat, sebaliknya mereka telah dikuasai kegelapan. Dikuasai kegelapan, sebuah
realitas yang begitu berbeda pada Sang Mesias itu: “Kegelapan itu tak menguasainya.”
Berdasarkan
realitas ini, maka dosa pada Israel bukan seperti yang diajarkan oleh pendeta Erastus
Sabdono yang memperlakukan keberdosaan sebagai sebuah relativitas yang
menunjukan bahwa dosa itu merupakan lokalitas atau kultural tertentu sesuai
dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam kitab sucinya, yang dinyatakannya:
“Kalau bagi umat
Israel, dosa berarti pelanggaran terhadap hukum torat- halaman
19 paragraf 2.”
Mari
kita menakar pengajaran pendeta Dr. Erastus Sabdono berdasarkan kesaksian Kitab
Suci, benarkah demikian?
Keberdosaan
Manusia, Kemunculannya Bukan Karena Setelah Ada Taurat, Tetapi Dinyatakan Keadaannya Dalam Kedatangan Yesus Sang Mesias
Kedatangan Mesias dan
situasi dunia saat sebelum Sang Mesias datang, telah menunjukan bahwa dosa bagi
umat Israel bukan bermula dari tindakan-tindakan
melanggar hukum Taurat, tetapi
pelanggaran-pelanggaran itu sendiri
merupakan buah-buah lebat
keberdosaan yang datang dari pemerintahan kegelapan yang menguasai dunia.
Dan memang
penghakiman atas dosa dan penghukuman Allah atas dosa umat manusia telah
berlangsung sebelum Taurat itu sendiri ada:
Kejadian
6:5-7 Ketika dilihat TUHAN, bahwa
kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu
membuahkan kejahatan semata-mata, maka menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah
menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya. Berfirmanlah
TUHAN: "Aku akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan itu dari muka
bumi, baik manusia maupun hewan dan binatang-binatang melata dan burung-burung
di udara, sebab Aku menyesal, bahwa Aku telah menjadikan mereka."
Kejadian
6:11 Sebab sesungguhnya Aku akan mendatangkan
air bah meliputi bumi untuk
memusnahkan segala yang hidup dan bernyawa di kolong
langit; segala yang ada di
bumi akan mati binasa.
Kejadian
7:4 Sebab tujuh hari lagi Aku akan menurunkan hujan ke atas bumi empat puluh
hari empat puluh malam lamanya, dan Aku
akan menghapuskan dari muka bumi segala yang ada, yang Kujadikan itu."
Kejadian
7:12 Dan turunlah hujan lebat meliputi
bumi empat puluh hari empat puluh malam lamanya.
Kejadian
7:19 Dan air itu sangat hebatnya bertambah-tambah meliputi bumi, dan ditutupinyalah segala gunung tinggi di seluruh
kolong langit,
Kejadian
7:21-22 Lalu mati binasalah segala
yang hidup, yang bergerak di bumi, burung-burung, ternak dan
binatang liar dan segala binatang merayap, yang
berkeriapan di bumi, serta semua
manusia. Matilah segala yang
ada nafas hidup dalam hidungnya, segala yang ada di darat.
Kejadian
7:23 Demikianlah dihapuskan Allah segala yang ada, segala yang di muka
bumi, baik manusia maupun hewan dan binatang melata dan burung-burung di
udara, sehingga semuanya itu
dihapuskan dari atas bumi; hanya Nuh yang tinggal hidup dan semua
yang bersama-sama dengan dia dalam bahtera itu.
Situasi bumi sejak
sebelum Taurat dihadirkan Allah, telah dinyatakan Allah berada di dalam pelukan
dosa dan Ia sendiri telah menjatuhkan penghakiman dan penghukuman tanpa
berdasarkan hukum Taurat. Sehingga tidak benar keberdosaan manusia-manusia
Israel, itu baru nyata ada setelah Taurat ada sehingga dikatakan dosa bagi Israel.Rasul Yohanes
menunjukan bahwa situasi Israel lebih berbahaya dari sekedar tak menaati hukum Taurat, dengan
menunjukan ketidakmampuan untuk mengenali Sang Mesias yang diperuntukan baginya:”Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya,
tetapi orang-orang kepunyaan-Nya
tidak mengenali-Nya.”
Yesus Sang Mesias,
terkait dirinya, menjelaskan bahwa ketaatan
terhadap Taurat atau kepercayaan terhadap Musa, itu mencakup menerima dan percaya kepada dirinya, bahkan ia adalah
kegenapan apa yang dituntut di dalam Taurat:
Yohanes
5:39-40 Kamu menyelidiki Kitab-kitab
Suci, sebab kamu menyangka bahwa oleh-Nya kamu mempunyai hidup
yang kekal, tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku, namun
kamu tidak
mau datang kepada-Ku
untuk memperoleh hidup itu.
Di sini, Yesus bukan saja menautkan dirinya dengan
kitab-kitab suci tetapi menunjukan
bahwa dirinya adalah bagian integral dari
apa yang dinyatakan oleh Kitab Suci itu sebagai dia yang menggenapi apa dan
siapa yang dinantikan oleh para nabi yang menuliskan apa yang telah
diperintahkan Allah untuk dituliskan.
Sehingga, Yesus
adalah mahkota kegenapan hukum Taurat dan kitab para nabi [Matius 5:17]:
Yohanes
5:46-47 Sebab jikalau kamu percaya
kepada Musa,
tentu kamu akan percaya juga kepada-Ku, sebab ia telah menulis tentang Aku.
Tetapi jikalau kamu tidak percaya akan
apa yang ditulisnya, bagaimanakah kamu akan percaya akan apa yang Kukatakan?"
yang menunjukan
bahwa apa yang diajarkan oleh pendeta Dr. Erastus Sabdono, sama sekali bertolak
belakang dengan apa yang diajarkan oleh
Yesus Sang Mesias. Tak dikatakan-Nya bahwa Israel berdosa atau baru menjadi berdosa setelah tidak mentaati
hukum Taurat. Apa yang tak boleh diabaikan dan sangat berbahaya untuk diabaikan
adalah: realitas Israel –sebagaimana semua
manusia di muka bumi-pada dasarnya berada di dalam kuasa kegelapan yang
menguasai dunia. Tak menerima Yesus sekalipun
berupaya memenuhi tuntutan Taurat, secara hakiki, menunjukan bahwa semua
manusia berada di dalam kegelapan yang
menguasai dunia sehingga tidak dapat mengenal dan menerimanya walau
memiliki kitab-kitab suci dan memiliki kehidupan beribadah. Pada poin ini,
hendak menyatakan bahwa sekalipun orang-orang Israel secara lahiriah dan
sepenuh hati dapat menaati Taurat namun menolak Yesus Kristus yang diberitakan
Musa, menyatakan keberadaan mereka di dalam penguasaan kegelapan dunia ini.
Dengan demikian ketaatan terhadap hukum Taurat tidak dapat memberikan hidup dari
Allah yang berdiam di dalam Yesus, kecuali menerima Yesus.
Sekali lagi perhatikan apa yang dinyatakan oleh rasul Yohanes:
Yohanes
1:4 Dalam Dia ada hidup dan
hidup itu adalah terang manusia.
Tetapi
bangsa yang memiliki Taurat ini tidak mau
datang kepada-Nya meskipun Ia adalah Allah yang mendatangi mereka:
Yohanes
1:11 Ia datang kepada milik
kepunyaan-Nya, tetapi
orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak
menerima-Nya.
Sangat berbeda dengan
pendeta Erastus Sabdono yang sama sekali memandang rendah penolakan untuk menerima Yesus Kristus sebagai bukan sebuah tindakan berdosa, Yesus sebaliknya!
Yesus menyatakan bahwa menolak dirinya adalah sebuah dosa:
Yohanes
8:21- Maka Yesus berkata pula kepada
orang
banyak: "Aku akan pergi dan kamu akan mencari Aku tetapi kamu
akan mati dalam dosamu. Ke tempat Aku pergi, tidak mungkin kamu datang." Maka
kata orang-orang Yahudi itu: "Apakah Ia mau bunuh diri dan karena itu
dikatakan-Nya: Ke tempat Aku pergi, tidak mungkin kamu datang?" Lalu
Ia berkata kepada mereka: "Kamu berasal dari bawah, Aku dari atas; kamu
dari dunia ini, Aku bukan dari dunia ini. Karena itu tadi Aku berkata kepadamu,
bahwa kamu
akan mati dalam dosamu; sebab jikalau kamu tidak percaya, bahwa Akulah Dia,
kamu
akan mati dalam dosamu."
“Mati dalam dosamu” adalah
realitas manusia-manusia Israel [juga
semua manusia di muka bumi sebagaimana yang kemudian menjadi pemberitaan Roh
Kudus: Yohanes 16:7-11] yang merupakan realitas yang sudah sejak semula
berlangsung sebelum Yesus datang ke dalam dunia ini, dan,juga,
berarti, sekalipun mereka memiliki hukum Taurat, tak membuat mereka berhasil
memiliki hidup dari Allah yang ada di dalam Yesus,
sebaliknya telah dikuasai kegelapan yang
memerintah dunia [Yohanes
1:5,9-10].
Ketaatan yang
bagaimana pun terhadap hukum Taurat, dengan demikian, tidak akan dapat memberikan kuasa kepada manusia-manusia yang
melakukannya untuk menaklukan
pemerintahan kuasa kegelapan yang berkuasa atas dirinya [ini, oleh rasul Yohanes diindikasikan dengan
ketakmampuan bangsa itu untuk menerima Sang Mesias yang telah datang ke dalam
dunia- Yoh 1:11], Itu sebabnya realitas ini dikatakan sebagai “mati” atau
“berada di dalam pemerintahan kuasa kegelapan” yang menuntun mereka untuk
berakhir kepada kebinasaan, bersama-sama dengan si iblis itu sendiri [sebagaimana
Yesus sendiri menyatakannya: Matius
25:32-34,41]. Tak mau datang
kepada Yesus untuk menerima hidup yang berkuasa untuk melepaskan mereka dari pemerintahan maut
sementara mereka masih hidup di dunia
ini, telah membuat mereka tak mungkin memiliki hidup dari Allah :”Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa
mendengar perkataan-Ku dan
percaya kepada Dia yang mengutus Aku,
ia mempunyai hidup yang kekal dan tidak turut dihukum, sebab ia sudah
pindah dari dalam maut ke dalam hidup- Yohanes 5:24.”
Hal yang tak akan pernah terjadi sekalipun mereka berjuang
untuk menaati hukum Taurat. Hal itu terjadi demikian, bukan karena hukum Taurat itu tak kudus dan tak datang dari
Allah, tetapi karena sementara
manusia itu berjuang melakukannya dan mengharapkan kebenaran yang memerdekakan
dari pemerintahan iblis yang menyanderanya, itu tak akan pernah terjadi demikian, sebaliknya, Yesus sendiri
menunjukan bukti bahwa pemerintahan kegelapan tetap berkuasa di dalam diri manusia sementara
memiliki, melakukan Taurat,bahkan beribadah kepada Tuhan:
-Matius
15:10-12 Lalu Yesus memanggil orang banyak dan berkata kepada mereka: Dengar
dan camkanlah: bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan
yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang. Maka datanglah
murid-murid-Nya dan bertanya kepada-Nya: "Engkau tahu bahwa perkataan-Mu
itu telah menjadi batu sandungan bagi orang-orang Farisi?"
-Matius
15:17-20 Tidak tahukah kamu
bahwa segala sesuatu yang masuk ke dalam mulut turun ke dalam perut lalu
dibuang di jamban? Tetapi apa yang
keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang. Karena dari hati
timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan,
pencurian, sumpah palsu dan hujat. Itulah yang menajiskan orang.
Tetapi makan dengan tangan yang tidak dibasuh tidak menajiskan orang."
Berbeda sekali dengan
pendeta Erastus Sabdono yang menempatkan hukum Taurat semata sebuah ukuran
untuk menyatakan keberdosaan manusia secara partikular
atau lokalitas saja, dan sekaligus mengajarkanya bagaimana agar tidak
berdosa: mentaatinya, pada pihakYesus
Kristus secara tajam menghakimi kebenaran yang diajarkan oleh pendeta
Erastus sebagai sebuah kebenaran yang menyesatkan sebab begitu jauh menentang
Yesus, Ia tak hanya menyatakan manusia itu berdosa, namun juga menunjukan keberdosaan manusia atau karakter
manusia melanggar hukum Taurat, bukan semata problem karakter manusia yang perlu dibangun dan diperbarui
dengan pembaruan pikiran oleh manusia itu sendiri, tetapi menyatakan bahwa pada dasarnya manusia memiliki pada
dirinya sumber keberdosaan atau kenajisan yang memerintah jiwa manusia, yang
bahkan mengendalikan pikirannya: “Karena dari hati timbul segala pikiran.”
Segala pikiran yang
bagiamanakah? Apakah segala pikiran yang baik? Bukan, tetapi segala pikiran yang jahat, pembunuhan, perzinahan,
percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat,!
Jelas terlihat, ini bukan sama sekali permasalah karakter/tabiat dan pikiran manusia yang harus diselamatkan
atau ditebus dengan diri Sang Kristus sendiri, apalagi Yesus menyatakan
bahwa kenajisan manusia, bukan pertama-tama karena segala pikiran yang jahat
itu mewujud dalam perbuatan-perbuatan yang jahat, tetapi: “Karena dari hati
timbul segala pikiran jahat… Itulah yang menajiskan orang.”
Jika ini realitasnya,
maka sekalipun seorang manusia bisa atau
sukses untuk mengekang pikiran-pikiran atau hasrat-hasrat yang jahat dengan
segala bentuknya, atau juga mematikan dirinya bagi segala keinginan-keinginan
daging, dalam semua hal yang baik ini tak
pernah menjadi jalan yang dapat
melenyapkan sumber
kenajisan yang berkuasa mengendalikan
atau menggembalakan pikirannya untuk memikirkan segala hal yang jahat.
Keberdosaan manusia
yang melampaui belaka tak mentaati atau perbuatan-perbuatan
melanggar hukum Taurat, semakian ditekankan oleh Yesus kepada orang banyak:
-Matius
5:1-2 Ketika Yesus melihat orang banyak itu, naiklah Ia ke atas bukit dan
setelah Ia duduk, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya. Maka Yesuspun mulai
berbicara dan mengajar mereka, kata-Nya:
Matius
5:21-22 Kamu telah mendengar yang
difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang
membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata
kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus
dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke
Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka
yang menyala-nyala.
“Marah” sebagai
sebuah ekspresi jiwa atau hati manusia, oleh Yesus, telah dinilai tak ada beda sama sekali dengan
membunuh, ini bukan hal main-main, dan agar kebenaran ini terang tanpa spekulasi
pada apakah maknanya memang sedemikian kerasnya, Yesus berkata:“yang marah terhadap saudaranya harus
diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala.” Mengapa marah dapat sama kerasnya dengan
perbuatan membunuh? Karena marah lahir dari hati, hati yang sama, yang
memancarkan begitu lebatnya segala pikiran yang jahat, termasuk untuk
membunuh.
Matius
5:27-29 Kamu telah mendengar firman:
Jangan berzinah. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya,
sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya. Maka jika matamu yang kanan
menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika
satu dari anggota tubuhmu binasa, dari pada tubuhmu dengan utuh dicampakkan
ke dalam neraka.
Apa yang baru saja
dinyatakan atau disingkapkan oleh Yesus, adalah: semua manusia pasti berdosa tanpa perlu berwujud fakta yang berlangsung
di dalam ruang dan waktu! Dosa yang menjerat manusia, bagi Yesus,
adalah kenajisan yang memiliki kediaman
pada diri manusia itu sendiri yang berkuasa untuk membuat hati manusia itu jauh
dari Allah, sekalipun ia memang penuh dedikasi, hasrat dan ketekunan untuk
beribadah pada Allah. Fakta yang tak menyelesaikan problem ini, karena
keterpenjaraan manusia oleh dosa bukanlah
sebuah peristiwa dinamis atau satu saat tertentu terpenjara dan pada saat
lainnya tidak, karena tidak
mengacu pada momentum-momentum manusia
itu berbuat dosa atau berhenti berbuat dosa. Keberdosaan atau hidup di dalam dosa, pada hakikatnya, tidak ditentukan
oleh kemampuan manusia atau ketidakmampuan manusia untuk melawan hasrat jahat
sehingga tak berwujud, tidak sama sekali seperti itu, tetapi ditentukan apakah
hatinya dekat dengan Allah atau tidak, yang mana fondasi kedekatan itu adalah:
hati manusia yang menjadi sumber penajisan dirinya
tidak lagi menjadi gembala yang berkuasa menuntun atau menggembalakan jiwanya menuju kebinasaan atau pada
kesudahan: tak memiliki hidup dari dan bersama dengan Allah. Dengan
kata lain, manusia memerlukan pertolongan
Allah agar dalam ia mengejar kehidupan yang kudus, mengejar kehidupan yang
berkarakter benar bahkan berlomba memiliki keotentikan hidup yang telah
dikuduskan, sehingga semua yang dilakukan itu, dilakukannya sebagai manusia yang
hatinya digembalakan oleh Allah, bukan iblis.
Bersambung ke bagian 6.i
AMIN
Segala
Pujian Hanya Kepada TUHAN
The
cross transforms present criteria of relevance: present criteria of relevance
do not transform the cross
[dari
seorang teolog yang saya lupa namanya]
No comments:
Post a Comment