Oleh: Martin Simamora
Bacalah
lebih dulu bagian 1N
Paragraf 13,
merupakan bagian sangat krusial, oleh sebab ini termasuk pilar tinggi menjulang yang sedang dipakubumikan oleh pendeta
Erastus Sabdono, sebagai salah satu fondasi pengajaran “pola lain keselamatan” [ bacalah
tinjauan bagian 1B]. Sebuah upaya yang sayangnya sangat rapuh dan luar biasa labil.
Mari terlebih dahulu membaca paragraf tersebut:
"Apakah
berarti di
dalam agama lain tidak ada kebaikan? Tentu ada juga, tetapi kebaikan yang
mereka pahami dan miliki pasti tidak sama dengan kebaikan sempurna seperti yang
ditunjukkan oleh Tuhan Yesus. Bila demikian apakah berarti kebaikan tersebut tidak
bernilai sama sekali di hadapan Tuhan? Tentu bernilai atau diperhitungkan oleh
Tuhan. Itulah sebabnya ada penghakiman dimana setiap orang harus dihakimi
menurut perbuatan, yaitu mereka yang tidak mendengar Injil (Rom 2:6; 1 Pet
1:17; Wah 20:12 dan lain sebagainya). Harus juga diingat bahwa dalam perjanjian
lama kita menemukan orang-orang yang walaupun tidak sempurna seperti Bapa
tetapi memiliki kebaikan moral yang menakjubkan. Bahkan Kain sendiri, si
pembunuh manusia pertama sebenarnya juga masih bisa berbuat baik kalau ia mau
(Kej 4:7). Tetapi ia memilih berbuat jahat."
Pada
bagian 1L, bagian 1M, dan 1N, telah saya paparkan bahwa pada hakikatnya manusia tidak memiliki
kebaikan. Yesus berkata: “hanya Allah yang baik [sebagaimana sudah saya
paparkan pada bagian1L; juga, bacalah "Aksi Sepihak Allah"]. Apapun yang dapat dikatakan sebagai baik dalam norma umum dan
moralitas yang telah disepakati oleh masyarakat manusia pada konteks budaya
masing-masing, tidak menunjukan bahwa
manusia pada hakikatnya baik. Perhatikan, ada 2 elemen di sini: pertama:
manusia-manusia memang dapat berbuat baik dan itu merupakan sebuah keotentikan
dalam norma umum dan moralitas yang disepakati oleh masyarakat manusia pada
konteks budaya masing-masing, dan kedua:
fakta budaya luhur [juga dalam konteks nilai budaya manusia] itu, tidak
sama sekali menunjukan bahwa pada hakekatnya, manusia itu baik. Itu hal yang
harus dipahami dengan pernyataan Yesus: “Tak seorangpun yang baik selain dari
pada Allah saja.”
“Baik”
pada hakekatnya, tidak dimiliki oleh
manusia, hanya Allah. Itulah vonis Yesus. Ini tidak hendak menyatakan Yesus “buta
warna” terhadap perilaku manusia, seolah
dia tidak dapat membedakan perilaku baik
dan perilaku tidak baik. Saya sudah menunjukan substansi ini secara kongkrit
pada bagian 1A. Tidakkah Yesus sendiri berkata: “Jika
hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada
hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi”- Matius 5:20, Yesus
sedang membicarakan sebuah norma dan
moralitas ilahi yang harus dimiliki oleh orang percaya. Yesus mengajukan sebuah
norma moralitas yang berasal dari dirinya untuk dilakukan oleh setiap orang percaya.
Yesus yang pada hakikatnya adalah sang penggenap taurat [Matius 5:17-18] sedang
memberitahukan apa yang mutlak harus dilakukan bahkan dalam sebuah kedalam dan
keluasan moralitas ilahi yang berdiri tegak kokoh terpancang tanpa ada satu
amandemenpun yang boleh dilakukan, layaknya dua belah pihak yang sedang
bersepakat mengenai sebuah ketetapan Allah terhadap manusia. Kita tahu semua
bahwa tidak ada ruang negosiasi untuk sebuah
pengamandemenan. Sebaliknya, Yesus mengemilaukan kembali moralitas Allah
itu [di tengah manusia-manusia berdosa] dengan berkata “tetapi Aku berkata kepadamu.” Ini, pernyataan reinterperatif terhadap sebuah pasal dalam undang-undang moral ilahi,” adalah
sebuah absolutisme moral Tuhan [oleh dan dalam Kristus] terhadap manusia. Seberapa jauh penyimpangan itu
telah terjadi dan seberapa dalamnya jurang degradasi moralitas ilahi itu, tak
diketahui. Tetapi jelas telah terjadi penyimpangan yang sangat curam
hingga pada landas yang tak terjamah manusia. Mengapa? Setidaknya ada 2 poin
yang mengagumkan: pertama: ketika Yesus berkata bahwa “Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya,”
maka menggenapi memiliki
kandungan makna dalam kedalaman yang sudah melampaui samudera moralitas para pemimpin agama Yahudi,
sejauh dan semulia yang mereka pahami. Kedua:Sebuah jurang yang lebarnya dan dalamnya tak terhingga, secara mendadak tercipta [menghempaskan moralitas manusia] oleh perkataan Yesus: “tetapi aku berkata kepadamu” disepanjang
reinterpretasinya [ini saya sudah
paparkan pada bagian 1A].
Perkataan reinterperatif itu bagaikan
tipe amplas yang dapat meratakan permukaan batu yang kasar, moralitas yang
buruk dalam pandangan Allah pada apa yang dipikir/disangka mulia oleh para pemimpin
agama Yahudi – dan tentu saja para jemaahnya- namun kenyataannya memastikan semua tak ada yang menuju ke kehidupan kekal [Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu
tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang
Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga- Mat 5:20].
Ini
bukan soal, bahwa dengan demikian orang Kristen tak perlu menempatkan moralitas
dirinya sebagai hal serius. Sebaliknya, ini lebih dari soal serius ketika hukum
taurat yang kemuliaannya telah disemburatkan oleh Yesus dan firmannya “tetapi aku berkata
kepadamu” berdiri berdampingan dengan Sang Pemantik Kemuliaan Taurat, sebab yang
tersisa satu saja faktanya: Hanya Yesus Saja Pada Hakikatnya Baik, Tidak Ada
Seorangpun Yang Pada Hakikatnya Baik. Fondasi kebaikan adalah segala moralitas ilahi pada Allah yang benar dan
satu-satunya, terotentikasikan dan terwujudkan pada diri Yesus Kristus. Ketika
Yesus berkata bahwa dirinya datang untuk menggenapi, maka itu lebih dari
sekedar melakukan tuntutan huruf demi
huruf, namun bagaimana dia dapat secara
sempurna memenuhinya dalam standard Allah sehingga dalam dia melakukannya,
kemuliaan pada huruf dan iota memancar sempurna. Yesus pada hakikatnya mampu,
sementara itu semua manusia pada hakikatnya tidak. Itu sebabnya ketika
membicarakan ini, sama sekali tidak menisbikan keotentikan perbuatan baik pada
manusia manapun, pada agama manapun di dalam pandangan manusia. NAMUN, itu sama
sekali tak menunjukan bahwa ada satu saja manusia selain Kristus yang pada
hakikatnya adalah baik [perihal ini terkait bagian 1L].
Sekarang terkait
paragraf 13 ini, Kejadian 4:7 ketika dimasukan oleh pendeta Erastus Sabdono,
dimasukan untuk mendukung pemikirannya pada paragraf 13, sungguh diluar dugaan
saya dilakukannya. Memasukannya pada paragraf 13, itu bagaikan melakukan kesalahan
berlipat ganda. Saya akan tunjukan apa yang sedang saya bicarakan ini.
Mari
kita baca Kejadian 4:7
Apakah
mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak
berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau,
tetapi engkau harus berkuasa atasnya."
Saya
sengaja memulainya pada bagian ini lebih dahulu, mengingat pada bagian pembuka
paragraf ini, merupakan hal yang sudah diulas pada beberapa bagian sebelumnya.
Saya tetap akan menyentuhnya juga nanti, setelahnya. Kejadian 4:7, telah dimasukan pada bingkai
gagasannya yang seperti ini:
Harus
juga diingat bahwa dalam perjanjian lama kita menemukan orang-orang yang
walaupun tidak sempurna seperti Bapa tetapi memiliki kebaikan moral yang
menakjubkan. Bahkan Kain sendiri, si pembunuh manusia pertama sebenarnya juga masih
bisa berbuat baik kalau ia mau (Kej 4:7). Tetapi ia memilih berbuat
jahat.
Pertanyaannya:
apakah 4:7 memang berbicara mengenai seorang manusia pembunuh manusia pertama yang
sebenarnya, yang masih bisa berbuat baik kalau ia mau. Tetapi ia
memilih berbuat jahat? Apakah 4:7
berbicara mengenai seorang manusia yang sedang melakukan pemilihan apa yang
akan dilakukannya, bahwa dia sedang memilih apa yang akan dilakukannya? Itukah
yang sedang dituturkan di dalam Kejadian 4:7
Saya
pada kesempatan ini, hanya akan menunjukan: apakah yang sebenarnya sedang
berlangsung pada latar belakang Kejadian 4:7.
Mari
kita membaca latar belakang Kejadian 4:7, dengan membaca:
Kejadian
4:1-6
(1)Kemudian
manusia itu bersetubuh dengan Hawa, isterinya, dan mengandunglah perempuan itu,
lalu melahirkan Kain; maka kata perempuan itu: "Aku telah mendapat seorang
anak laki-laki dengan pertolongan TUHAN."(2) Selanjutnya dilahirkannyalah
Habel, adik Kain; dan Habel menjadi gembala kambing domba, Kain menjadi petani.(3)Setelah
beberapa waktu lamanya, maka Kain mempersembahkan
sebagian dari hasil tanah itu kepada TUHAN sebagai korban persembahan;(4) Habel juga mempersembahkan
korban persembahan dari anak sulung kambing dombanya, yakni lemak-lemaknya;
maka TUHAN mengindahkan
Habel dan korban persembahannya itu,(5)
tetapi Kain
dan korban persembahannya tidak diindahkan-Nya. Lalu
hati Kain menjadi sangat
panas, dan mukanya muram.(6)
Firman
TUHAN kepada Kain: "Mengapa
hatimu panas dan mukamu muram?
(7) Apakah mukamu tidak akan
berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi
jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat
menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya."
Apakah
Kejadian 4:7 berbicara mengenai tindakan perbuatan jahat atau berhubungan
dengan peristiwa pembunuhan secara langsung? Apakah perkataan Allah ini mengenai
Kain yang akan membunuh Habel, atau lebih memilih untuk membunuh?
Untuk
menjawabnya, kita harus kembali membaca perkataan Allah pada Kejadian 4:6 [
yang mendahului ayat 7] : “Firman TUHAN
kepada Kain: "Mengapa
hatimu panas dan mukamu muram?”
Mengapa
Allah mengatakan demikian kepada Kain? Apakah yang menyebabkan hatinya panah
dan mukanya muram? Allah melihat hal itu pada diri Kain, dan Allah tahu sumber
atau penyebab utamanya. Apakah itu atau
siapakah dia, yang menjadi sumbernya?
Kejadian
4 memberitahukan hal yang luar biasa, hal penyebab kekecewaan Kain:
-
TUHAN
mengindahkan Habel dan korban persembahannya itu – Kej 4:4
-
Tetapi
Kain
dan korban persembahannya tidak
diindahkan-Nya
– Kejadian 4:5
Dikatakan
bahwa TUHAN menyukai Habel dan korbannya, dan tidak menyukai Kain dan
korbannya. Perhatikan bahwa kitab suci menuliskan pribadi dan persembahannya.
Allah memilih untuk menyukai Habel, dan
pada saat yang sama Allah memilih untuk TIDAK menyukai Kain.
Siapapun
tidak akan menyukai kondisi ini. Dan perhatikan bagaimana kitab suci
menjelaskan apa yang terjadi: “Lalu hati
Kain menjadi sangat panas, dan mukanya muram.”
Siapa
yang menjadi penyebab utama Kain menjadi sangat panas dan mukanya muram? Allah.
Apakah yang dilakukan oleh Allah sehingga dikatakan Allah adalah penyebab utama
dan langsung pada kasus ini? Inilah yang dilakukan oleh Allah:
-Tuhan
mengindahkan Habel dan korban
persembahannya
-Tuhan
tidak mengindahkan Kain dan korban persembahannya.
Jika
anda ingin menelisik apa yang salah? Maka anda harus memeriksa pada diri si
pemberi dan apa yang dipersembahkannya. Saya tidak akan menyentuh perihal ini [jikapun anda melakukannya, maka sebetulnya subyek primer yang harus anda periksa adalah Allah],
sebab kepentingan saya saat ini adalah meninjau apa yang diajarkan oleh pendeta
Erastus Sabdono.
Pertanyaan Tuhan kepada Kain, sebagaimana pada Kejadian
4:6-7 beranjak dari ayat 3-6. Ini – Kejadian 4:6-7- adalah mengenai Allah yang
bertindak dalam kedaulatannya untuk memilih apa yang berkenan pada dirinya
sendiri, bukan mengenai Kain yang dapat memilih dan tidak memilih apa yang jauh
lebih baik ketimbang membunuh. BUKAN SAMA SEKALI. Kejadian 4:7 adalah mengenai
Allah yang mempertanyakan Kain yang bereaksi tidak senang, benci dan marah atas
apa yang telah menjadi keputusan Allah: Tidak menyukai dirinya dan
persembahannya. Perhatikan ini:
Kejadian
4:7 Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik?
Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia
sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya."
Ini
bukan situasi yang menggambarkan Kain memiliki kapasitas dapat dan sedang memilih, Kain tidak dalam posisi memilih:
-mukamu
tidak akan berseri
-jika
engkau tidak berbuat baik
-dosa
sudah mengintip
-ia
sangat menggoda engkau
Kain
oleh sebab dirinya dan persembahan korbannya telah ditolak Allah, dia sudah
segera dikuasai oleh hati yang panas dan muka muram (ayat 5), dia hanya punya
satu pilihan dalam dirinya yang diperbudak hati yang panas. Dia murka pada
keputusan Tuhan yang tidak menyukai dirinya dan korban persembahannya. Dia tak
dapat memahami nasihat Tuhan “apakah mukamu tidak akan berseri, jika
engkau berbuat baik?” Allah bahkan sudah mempredestinasikan dirinya:
dosa sudah mengintip [jika engkau tidak berbuat baik- yang mana mustahil untuk
terjadi oleh sebab hatinya sudah begitu panas], Tuhan sampai mengingatkannya :
engkau harus berkuasa atasnya.
Apakah pada hakikatnya Kain
memiliki kebaikan pada dirinya? Dihadapan Allah yang
maha kudus, itu tersingkap telanjang tanpa ampun. Rasa benci dan marah terumbar dihadapan Allah?? Tak
terterimanya ketetapan Allah? Membenci pilihan Allah? Apakah Allah salah dan
mengandung kesalahan dalam pilihan-Nya? Sampai perlu Kain menjadi panas hatinya,
segera setelah ia mengetahui Allah tidak berkenan pada dirinya?? Kain
mengumbarkan kebenciannya dihadapan Allah saat dia menghadap Allah yang
mahakudus, saat dia mengetahui keputusan Sang Khalik Langit dan Bumi??
Mengapa
Kain tidak mengerti apa yang telah menjadi keputusan Allah, dan tidak menerima dalam
sukacita? Malah dipenuhi kebencian dan amarah? Tuhan berkata, dosa sudah
mengintip jika dia tidak bertobat pada
sikap penentangannya terhadap keputasan Tuhan tersebut, yang memilih untuk
menolak Kain dan persembahan korbannya. Saya dan anda harus mempertimbangkan
sabda Yesus pada perihal yang sama, perihal manusia-manusia yang tak dapat
menerima dan mempercayai apa yang menjadi kehendak dan firman Allah: Iblislah
bapakmu [Yohanes 8:43-44].
Pemberontakan
dihadapan Allah, dalam hadirat-Nya kala dia dan persembahannya masuk menghadap
Allah, setelah mendengarkan putusan Allah. Kain memberontak. Ia Menentang dan
menantang-Nya. Hanya iblis yang dapat
menjadi narasumber pemberontakan di dalam hadirat Allah yang kudus!
Pemberontakannya
terhadap Allah, telah menjadikan dirinya terkutuk, dijejali oleh nafsu-nafsu
terkeji. Dari hadirat Allah yang kudus, menjadi dipenuhi hadirat kegelapan,
menjadi musuh Allah. Dari yang dapat masuk ke dalam hadirat Allah membawa
dirinya beserta korban persembahannya, kini dia bergerak dalam sebuah kecepatan
yang luar biasa menjadi agen iblis di bumi ini:
Kejadian
4:8-10
Kata
Kain kepada Habel, adiknya: “Marilah kita pergi ke padang.” Ketika mereka ada
di padang, tiba-tiba Kain memukul Habel, adiknya itu, lalu membunuh dia. Firman
TUHAN kepada Kain: “Di mana Habel, adikmu itu?” Jawabnya: “Aku tidak tahu!
Apakah aku penjaga adikku?” Firman-Nya: “Apakah yang telah kauperbuat ini?
Darah adikmu itu berteriak kepada-Ku dari tanah.
Kenajisan dan kebusukan moralitas merekah tajam dan menebarkan aroma kematian, aroma yang memburu adiknya tanpa ampun. Tangan kasih sayangnya terhadap sang adik telah berubah menjadi tangan-tangan pembunuh. Sang abang telah menjadi budak iblis untuk mewujudkan misi utama iblis: merampas kehidupan hingga darah tertumpah ke tanah. Sebuah penghinaan terkeji yang dilakukan oleh iblis terhadap Allah sang pemberi hidup melalui Kain yang hidup dari-Nya, kemurahan-Nya.
Sekarang
Kain menjadi terkutuk, dalam tarikan-tarikan belenggu iblis sejak pemberontakannya dihadapan Allah
kala dirinya datang beserta korban persembahannya, kini membuahkan buah
utamanya: kutuk dari Allah
Kejadian
4:11 Maka sekarang, terkutuklah engkau, terbuang jauh dari tanah yang
mengangakan mulutnya untuk menerima darah adikmu itu dari tanganmu.
Apakah Kain memiliki
kemampuan untuk berbuat baik? Jika dia sejak di hadirat Allah beserta korban
yang dipersembahkannya, terhadap keputusan Allah saja, begitu iblis untuk
melawan Allah, melawan diri Allah dan
ketetapan Allah atas pilihan-Nya.
Membunuh orang pilihan Allah, apakah dia dapat dikatakan memiliki kemampuan
untuk berbuat baik? Lebih lagi, Allah tidak berkenan pada dirinya, dan pada dirinya muncul murka
pada Tuhan?! Jelas Kain, tidak sama sekali dapat memilih untuk berbuat baik,
bahkan di hadapan Allah yang maha kudus! Sehingga sungguh tak berdasar untuk mengatakan Kain memiliki kemampuan
untuk memilih berbuat baik, sebagaimana diajarkan oleh pendeta Erastus Sabdono.
Tak ada satupun tokoh Perjanjian Lama yang memiliki sumber moralitas pada dirinya sendiri, sebagaimana yang
dikehendaki Bapa. Pada Kain, ini terdemonstrasikan secara vulgar, moralitas
Allah yang memilih untuk tidak menyukainya, hal yang mengakibatkan sang Kain membenci
Allah, adalah bukti moralitas Kain yang busuk secara total dihadapan moralitas
Allah yang demikian, dalam tindakan pemilihan Allah beserta konsekuensinya.
AMIN
Segala Pujian Hanya Kepada
TUHAN
No comments:
Post a Comment