Oleh: Martin Simamora
Bagaimanakah wujud
moralitas di dalam Perjanjian Lama itu? Tentu saja pertanyaan ini mengenai umat
Israel atau umat Perjanjian Lama, masih terkait paragraf 12 yang berbunyi:
Dibanding dengan orang percaya,
orang-orang yang tidak memiliki keselamatan dalam Yesus Kristus, mereka tidak
akan mampu menyamai kebaikan moral
orang percaya. Perhatikan, bagaimana tokoh-tokoh iman dalam Perjanjian Lama
walaupun hebat-hebat dalam karya-karya iman mereka, tetapi mereka tidak akan
dapat menyamai kebaikan moral Tuhan
Yesus Kristus dan murid-murid-Nya yang mengikuti jejak-Nya.
Jika anda atau
siapapun membaca secara cermat
Perjanjian Lama, maka kita akan menjumpai begitu banyak kode etik atau
hukum yang bersifat moral yang tertulis,
mengatur hubungan antar manusia. Hukum tertulis
yang berkarakteristik pengajaran pada apa yang seharusnya dilakukan dan
apa yang seharusnya tidak boleh atau terlarang dilakukan; berkaitan apa yang
benar dan apa yang salah dalam pandangan Allah. Untuk mengetahui seperti apakah
wujud moral [dalam pengertian umum moral berkaitan dengan: perilaku yang benar atau sepatutnya, karakter, mengenai pembedaan antara yang baik dan benar dalam
kehidupan sehari-hari] saya akan menghadirkan sebuah contoh wujudnya dari kitab
Musa:
Keluaran
22:2-31 (2)Jika seorang pencuri kedapatan waktu membongkar, dan ia dipukul
orang sehingga mati, maka si pemukul tidak berhutang darah; tetapi jika pembunuhan
itu terjadi setelah matahari terbit, maka ia berhutang darah. (3)Pencuri itu
harus membayar ganti kerugian sepenuhnya; jika ia orang yang tak punya, ia
harus dijual ganti apa yang dicurinya itu.(4) Jika yang dicurinya itu masih
terdapat padanya dalam keadaan hidup, baik lembu, keledai atau domba, maka ia
harus membayar ganti kerugian dua kali lipat.(5) Apabila
seseorang menggembalakan ternaknya di ladangnya atau di kebun anggurnya dan
ternak itu dibiarkannya berjalan lepas, sehingga makan habis ladang orang lain,
maka ia harus memberikan hasil yang terbaik dari ladangnya sendiri atau hasil
yang terbaik dari kebun anggurnya sebagai ganti kerugian.(6) Apabila
ada api dinyalakan dan api itu menjilat semak duri, tetapi tumpukan gandum atau
gandum yang belum dituai atau seluruh ladang itu ikut juga dimakan api, maka
orang yang menyebabkan kebakaran itu harus membayar ganti kerugian sepenuhnya.(7)
Apabila seseorang menitipkan kepada temannya uang atau barang, dan itu dicuri
dari rumah orang itu, maka jika pencuri itu terdapat, ia harus membayar ganti
kerugian dua kali lipat.(8) Jika pencuri itu tidak terdapat, maka tuan rumah
harus pergi menghadap Allah untuk bersumpah, bahwa ia tidak
mengulurkan tangannya mengambil harta kepunyaan temannya.(9) Dalam
tiap-tiap perkara pertengkaran harta, baik tentang seekor lembu, tentang seekor
keledai, tentang seekor domba, tentang sehelai pakaian, baik tentang barang
apapun yang kehilangan, kalau seorang mengatakan: Inilah kepunyaanku--maka
perkara kedua orang itu harus dibawa ke
hadapan Allah. Siapa yang dipersalahkan oleh Allah
haruslah membayar kepada temannya ganti kerugian dua kali lipat.(10) Apabila
seseorang menitipkan kepada temannya seekor keledai atau lembu atau seekor
domba atau binatang apapun dan binatang itu mati, atau patah kakinya atau
dihalau orang dengan kekerasan, dengan tidak ada orang yang melihatnya,(11)
maka
sumpah di hadapan TUHAN harus menentukan di antara kedua orang
itu, apakah ia tidak mengulurkan tangannya mengambil harta kepunyaan temannya,
dan pemilik harus menerima sumpah itu, dan yang lain itu tidak usah membayar
ganti kerugian.(12) Tetapi jika binatang itu benar-benar
dicuri orang dari padanya, maka ia harus membayar ganti kerugian kepada
pemilik.(13) Jika binatang itu benar-benar diterkam oleh
binatang buas, maka ia harus membawanya sebagai bukti. Tidak usah ia membayar
ganti binatang yang diterkam itu.(14) Apabila seseorang meminjam seekor
binatang dari temannya, dan binatang itu patah kakinya atau mati, ketika
pemiliknya tidak ada di situ, maka ia harus membayar ganti kerugian sepenuhnya.(15)
Tetapi jika pemiliknya ada di situ, maka tidak usahlah ia membayar ganti
kerugian. Jika binatang itu disewa, maka kerugian itu telah termasuk dalam
sewa.(16) Apabila seseorang membujuk seorang anak perawan
yang belum bertunangan, dan tidur dengan dia, maka haruslah ia mengambilnya
menjadi isterinya dengan membayar mas kawin.(17) Jika ayah perempuan itu
sungguh-sungguh menolak memberikannya kepadanya, maka ia harus juga membayar
perak itu sepenuhnya, sebanyak mas kawin anak perawan."(18) Seorang
ahli sihir perempuan janganlah engkau biarkan hidup.(19) Siapapun
yang tidur dengan seekor binatang, pastilah ia dihukum mati.(20)Siapa yang
mempersembahkan korban kepada allah kecuali kepada TUHAN sendiri, haruslah ia
ditumpas."(21) Janganlah kautindas atau kautekan
seorang orang asing, sebab kamupun dahulu adalah orang asing di tanah Mesir.(22)
Seseorang
janda atau anak yatim janganlah kamu tindas.(23) Jika engkau
memang menindas mereka ini, tentulah Aku akan mendengarkan seruan mereka, jika
mereka berseru-seru kepada-Ku dengan nyaring.(24) Maka murka-Ku akan bangkit dan Aku akan
membunuh kamu dengan pedang, sehingga isteri-isterimu menjadi janda dan
anak-anakmu menjadi yatim.(25) Jika engkau meminjamkan uang
kepada salah seorang dari umat-Ku, orang yang miskin di antaramu, maka janganlah
engkau berlaku sebagai seorang penagih hutang terhadap dia: janganlah kamu
bebankan bunga uang kepadanya.(26) Jika engkau sampai
mengambil jubah temanmu sebagai gadai, maka haruslah engkau mengembalikannya
kepadanya sebelum matahari terbenam,(27) sebab hanya itu saja penutup tubuhnya,
itulah pemalut kulitnya--pakai apakah ia pergi tidur? Maka apabila ia berseru-seru kepada-Ku,
Aku
akan mendengarkannya, sebab Aku ini pengasih."...
(31) Haruslah kamu menjadi
orang-orang kudus bagi-Ku: daging ternak yang
diterkam di padang oleh binatang buas, janganlah kamu makan, tetapi haruslah
kamu lemparkan kepada anjing."
Cukup panjang, dan
sebenarnya saya ingin lebih panjang lagi. Namun karena tujuan saya bukan untuk secara
khusus mengulas kode etik atau hukum yang mengandung moral terkait hubungan
antarmanusia dan bertalian dengan kepemilikian, saya membatasi pembacaan
Keluaran 22 itu, namun memadai untuk memberikan sebuah pemandu otentik pada apa
yang sedang ditinjau saat ini. Apa yang terpenting, kita, saat ini, sedang
membaca sebuah wujud otentik moralitas di dalam umat Perjanjian Lama.
Tuhan
Sumber Moralitas Bagi Manusia, Sebab Tidak Ada Seorangpun Yang Baik Selain
Allah
Pertanyaan maha
penting: siapakah penulis hukum yang berisikan pengajaran moralitas tersebut?
Apakah manusia, ataukah Allah? Jika anda membaca cuplikan di atas, jelas
terlihat bahwa penulisnya adalah Allah sendiri. Dihadapannya, manusia itu
adalah wujud primitif kegelapan yang
begitu membutuhkan Allah. Ketika saya menuliskan wujud primitif kegelapan, maka
primitif, menunjukan betapa butanya
manusia itu akan bagaimana seharusnya
berperilaku benar itu dalam pandangan Allah, sehingga Allah harus menuliskan
hukum mengenai itu, menjadi terang bagi jiwa manusia yang begitu gelap dan
busuk, perhatikan satu poin yang saya ambil dari Keluaran 22 di atas tersebut, :
“Jika seorang pencuri kedapatan waktu
membongkar, dan ia dipukul orang sehingga mati, maka si pemukul tidak berhutang
darah; tetapi jika pembunuhan itu terjadi setelah matahari terbit, maka ia
berhutang darah.”
Apakah
yang lebih berharga di mata manusia, dan apakah yang lebih berharga di mata
Allah? Bagi manusia, apa yang lebih berharga adalah harta benda, bukan nyawa.
Sebaliknya bagi Allah, apa yang lebih berharga
adalah nyawa manusia.
Pada
“jika seorang
pencuri kedapatan waktu membongkar, dan ia dipukul orang sehingga mati, maka si
pemukul tidak berhutang darah,” pada klausula ini jelas terlihat
pembenaran oleh Allah terhadap tindakan melindungi kepemilikannya di dalam
rumahnya sendiri, secara total, termasuk dengan cara kekerasan hingga yang
menyebabkan kematian,jika ini yang terjadi, maka si pembunuh tidak berhutang
nyawa. TETAPI klausula itu tidak
berakhir titik, sebab ada lagi klausula yang melindungi “hak hidup” si
penjahat : “tetapi jika pembunuhan itu terjadi setelah matahari terbit,
maka ia berhutang darah.“ Tindakan membela diri hingga mengakibatkan
kematian pada si penjahat, di mata Allah, tidak senantiasa benar dan dibenarkan
oleh-Nya, sebab jikalau tindakan membela diri dalam cara kekerasan- [tentu saja
kita harus menduga bahwa tindakan membela diri sedemikian terjadi oleh sebab
sebuah situasi yang juga berpotensi membahayakan jiwanya atau anggota-anggota
keluarganya]-sebab apabila tindaka bela diri
yang demikian terjadi setelah matahari terbit, maka korban perampokan
yang membela dirinya tetap
diperhitungkan oleh Allah sebagai ‘berhutang darah.”
Allah
memiliki keadilan [sebagai wujud bela kasih] terhadap penjahat itu, namun bukan
sebagai orang merdeka namun dalam keadilan-Nya [ bacalahayat 3-4], bukan dalam
keadilan menurut manusia. Keadilan Allah menerangi keprimitifan atau kepekatan
kegelapan pada semua manusia. Baik pada penjahat dan korban kejahatan,
kedua-duanya akan melakukan apapun untuk mencapai tujuannya, termasuk membunuh.
Si korban akan menjadi pembunuh dalam pembelaan dirinya kala dia melakukannya
setelah matahari terbit.
Ini adalah
kesempurnaan moral Allah, Allah yang kudus dan yang
pengasih[ bacalah ayat 27 dan 31]. Pada poin ini dapat dipahami ketika Yesus
berkata:
Matius
5:48 Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga
adalah sempurna."
Teks
firman Mat 5:48 ini didahului dengan sebuah pernyataan yang mencerminkan
keadilan belas kasih Tuhan [sebagaimana telah ditunjukan-Nya pada Keluaran
22:2]:
Matius
5:43-48 (43)Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan
bencilah musuhmu.(44) Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.(45) Karena
dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan
matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan
hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar.(46) Apabila
kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut
cukai juga berbuat demikian?(47) Dan apabila kamu
hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada
perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allahpun berbuat
demikian?
Klausula
2 pada Keluaran 22, bukan saja memberi
batasan atau larangan Allah, bahwa
pembunuhan sebagai mekanisme pembelaan diri tidak boleh dilakukan setelah matahari terbit, namun Allah memberikan
pembelaan yang tak main-main terhadap si penjahat yang telah menjadi korban
pembunuhan akibat
kejahatannya sendiri! Allah menetapkan si korban bersalah, secara tak main-main:
berhutang darah. Ini jenis hutang
yang tak bisa anda bayarkan dalam cara yang otentik, sebab anda tak berkuasa
untuk membunuh diri anda sendiri sehingga hutang darah itu menjadi lunas! Ini
adalah pembelaan yang luar biasa oleh Allah dalam menegakan keadilan. Keadilan
yang tak memandang bulu, Ia tak bisa disogok atau disuap seperti hakim-hakim
masa kini :
Ulangan
10:17 Sebab TUHAN, Allahmulah Allah segala allah dan Tuhan segala tuhan, Allah
yang besar, kuat dan dahsyat, yang tidak memandang bulu ataupun menerima suap;
[Roma
2:11-12 Sebab Allah tidak memandang bulu. Sebab semua orang
yang berdosa tanpa hukum Taurat akan binasa tanpa hukum Taurat; dan semua orang
yang berdosa di bawah hukum Taurat akan dihakimi oleh hukum Taurat.]
Ketika
Allah menyatakan: “Jika seorang pencuri kedapatan waktu membongkar, dan ia
dipukul orang sehingga mati, maka si pemukul tidak berhutang darah; tetapi jika pembunuhan
itu terjadi setelah matahari terbit, maka ia berhutang darah.” Maka itu adalah
sebuah KEADILAN YANG SEMPURNA, sebagai Allah yang kudus dan pengasih. Kasihnya kepada para
penjahat ada dalam wujud keadilan: Allah membenarkan korban melakukan pembelaan
diri hingga jika perlu membunuh; sekaligus Allah tidak membenarkan pembelaan
diri hingga jika perlu membunuh manakala matahari terbit.
Moralitas Allah Pada Matahari
Terbit Pada Semua Manusia, Kepada Yang Jahat dan Yang Baik
Ada
keadilan Allah bagi penjahat tersebut, ketika matahari terbit maka membela diri yang
berujung pada pembunuhan adalah terlarang [dalam
hal ini Allah tidak melarang secara total pembelaan diri total hingga terjadi pembunuhan, sebab
sebelumnya pada klausula pertama ayat 2
Keluaran 22, pembunuhan membela diri
sebelum matahari terbit, tidak diperhitungkan Allah padanya sebagai “berhutang
nyawa”], ada kebaikan Allah pada
penjahat
tersebut kala matahari terbit. Ini hal yang sangat penting untuk diperhatikan
sebab Yesus sendiri pernah berfirman: “Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang
yang jahat dan orang yang baik.” Bapa
mengasihi musuh saya dan anda, ini adalah kasih yang tak main-main sebab kasih
semacam ini adalah kasih yang kudus, kasih yang tetap memperhitungkan orang jahat tetap
sebagai orang jahat. Yesus tetap berkata “bagi orang yang jahat dan orang yang baik.” Manusia cenderung
berbuat baik saja kepada yang baik pada dirinya, dan tentu saja orang mau
berbuat baik kepada saya dan anda karena memiliki ekspektasi kebaikan-kebaikan
dari diri anda dan saya. Manakala bukan, mustahil anda dapat baik atau sama
baiknya, tanpa diferensiasi berbuat baik kepada
yang dahulu teman anda sebab pernah menipu anda. Jika demikian pola
orang baik di dunia ini? Bahwa kebaikan manusia selalu memiliki motif yang mengandung ekspektasi:
-
Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu?-Mat 5:46
-
Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja-Mat 5:47
Maka bagi Yesus,
sebetulnya, tidak pernah bisa ada dengan apa yang kita sebut orang baik dan kita
jumpai memang pada kesehariannya adalah orang baik dalam standard Yesus; tidak
ada orang baik pada pandangan Bapa, atau sebagaimana dikehendaki Yesus.
Selama manusia memiliki motif berekspektasi yang demikian, maka tidak pernah
ada orang baik sebagaimana dikehendak
Bapa. Ketika Bapa menerbitkan matahari pada orang jahat, apakah
ekspektasi Bapa pada diri mereka? Tidak ada, sebab tetap mereka disebut “orang
jahat.” Bukankah kita sendiri menilai matahari terbit sangat biasa, dan terlalu
tinggi dan berlebihan untuk menjadi begitu kagum kepada Bapa, sebab itu
pertanda Bapa begitu baik kepada baik orang yang jahat dan orang yang baik??
Malangnya kita semua, Yesus telah menilai tindakan Bapa-Nya itu begitu tinggi
dan mulia. Pada faktanya, tak satupun dari saya dan anda secara otentik
memiliki nilai mulia kebaikan yang Bapa kehendaki semacam ini. Sehingga dapat
dipahami ketika Yesus berkata:
Markus
10:17-18”... "Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat
untuk memperoleh hidup yang kekal?"(18) Jawab Yesus:
"Mengapa kaukatakan Aku baik? Tak seorangpun yang baik selain dari pada Allah saja.
Tak Seorang pun yang baik selain
dari pada Allah Saja [bacalah bagian 1L]!
Ini adalah pernyataan yang menyingkapkan
bahwa manusia tidak memiliki moralitas, sebagaimana yang disangkakan oleh
manusia. Manusia tidak memiliki sumber itu pada dirinya sendiri, selain Allah
sendiri yang harus menuliskannya bagi manusia, sebagaimana kita telah
melihatnya pada cuplikan Keluaran 22 di atas tadi. Bahkan Keluaran 22 tadi
telah mendemonstrasikan bahwa Allah adalah mata air moralitas peradaban di
dunia ini:
-Allah
pembenar atas sebuah pembunuhan sebagai
upaya pembelaan diri, sekaligus hakim yang mempersalahkan upaya semacam itu,
manakala terjadi saat matahari terbit, ayat 2
-Harus
menghadap Allah , ayat 8
-Hanya
Allah yang bisa mempersalahkan sebuah kesalahan dalam kasus kriminal, ayat 9
-Allah
mendengarkan teriak ketidakadilan, dan
Dia sendiri yang menumpahkan murka
sebagai penghukuman yang menghadirkan
pembunuhan bagi sumber ketidakadilan, bagi para pelaku kejahatan itu, ayat
23-24 [bandingkan dengan Roma 12:19]
Allah berlaku kasih
terhadap penjahat, tanpa melenyapkan keadilan dan tanpa menghapuskan
perhitungan-Nya! Allah yang menuliskan atau mengajarkan moralitas
hukum pada Keluaran 22, adalah Allah yang kudus dan Allah yang pengasih:
-Sebab
aku ini pengasih, sehingga Allah bangkit mendengarkan seruan orang-orang yang
tertindas, ayat 27. Sehingga oleh Kasih-Nya yang dahsyat itu, maka
pembelaan-Nya sungguh keras:
Keluaran
22:23-24 Jika engkau memang menindas mereka ini, tentulah Aku akan mendengarkan seruan mereka, jika mereka berseru-seru
kepada-Ku dengan nyaring. Maka murka-Ku
akan bangkit dan Aku akan membunuh
kamu dengan pedang, sehingga isteri-isterimu menjadi janda dan anak-anakmu
menjadi yatim.
Allah
yang memiliki kasih pada penjahat dalam Keluaran 22:2, bahkan menegakan
keadilan yang sempurna bagi penjahat tersebut, tidak menghapuskan fakta bahwa penjahat adalah penjahat di
mata-Nya dan murka-Nya adalah yang tersempurna dan teradil bagi mereka.
Bukankah pembalasan yang demikian adalah
hak-Nya?
Roma
12:19 Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut
pembalasan, tetapi berilah tempat
kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah
yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan.
Ulangan
32:35 Hak-Kulah dendam dan pembalasan,
pada waktu kaki mereka goyang, sebab
hari bencana bagi mereka telah dekat, akan segera datang apa yang telah disediakan bagi mereka.
Manusia
tidak memiliki moralitas apapun, sebab memang
sumber moral manusia terdapat pada apa yang telah dituliskan oleh Allah, atau Allahlah penulis
moralitas bagi manusia, dan dalam setiap sumber moralitas yang Allah tuliskan
bagi manusia, senantiasa mengandung berbagai kejahatan yang telah dinantikan oleh hukum Allah,
tersebut. Hukum moralitas Allah bagi manusia, senantiasa mengantisipasi dua hal
negatif: a.kejahatan manusia dan b.hukuman atau keadilan Allah atas
kejahatan dan pelakunya. Tak pernah sedikitpun ada ruang bagi manusia untuk
secara independen dapat menghakimi. Saat manusia mengadili sebuah perkara, maka
manusia itu harus menghadap Allah. Allah adalah penentunya!
Hal ini, Allah yang menuliskan
hukum moral bagi manusia, telah menghadirkan bagaimanakah Allah yang kasih itu?
A.Bahwa Dia adalah kudus dan adil.B.
Bahwa karena dia Allah yang kasih sekaligus kudus dan adil maka Dia dapat
bangkit untuk memuntahkan murkanya tanpa ampun terhadap lawan-lawan kasih-Nya,
keadilan-Nya, dan kekudusan-Nya.
Matahari terbit
baik bagi orang jahat dan orang baik,
menegaskan bahwa kebaikannya -Nya tak main-main! Tak main-main, sebab tak boleh
sedikit saja ada yang boleh menganggap remeh kebaikan Allah itu. Baik orang yang jahat dan
orang yang baik, sama-sama membutuhkan kebaikan yang sempurna dan sekaligus
tidak boleh memandang sepi kebaikan Allah itu. Ini adalah kebaikan yang tak
dapat dibengkokan dengan
berkarung-karung lembaran dolar AS dan rupiah. Ketika Allah menerbitkan
matahari, juga, bagi penjahat, telah menunjukan bahwa kebaikan Allah tak pernah
dapat dikalahkan oleh kejahatan. Yesus berkata dan memerintahkan, demikian
jugalah seharusnya setiap murid-muridnya:
Matius
5:46-47 .(46) Apabila
kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut
cukai juga berbuat demikian?(47) Dan apabila kamu hanya memberi salam
kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain?
Bukankah orang yang tidak mengenal Allahpun berbuat demikian?
Anda
dan saya diminta untuk mengasihi orang yang tak mengasihimu, sekualitas tindakanmu kepada yang mengasihimu! Seperti
halnya Bapa, yang senantiasa, yang setia, tak pernah alpa, tak pernah
sedikitpun berniat untuk tidak melakukannya disepanjang abad, disepanjang
sejarah peradaban manusia, disepanjang penumpahan-penumpahan darah antar
bangsa, disepanjang pembangkangan-pembangkangan manusia terhadap dirinya,
disepanjang murkanya yang berapi-api memusnahkan setiap lawan-lawan-Nya,
IA TETAP MENERBITKAN MATAHARI:
Bapamu yang di
sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan
orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang
tidak benar.- Matius 5:45
Dapatkah anda dan saya memenuhi
tuntutan Yesus? Sebuah tuntutan yang akan segera
mengiritasi secara perih setiap kemuliaan-kemuliaan dirimu, bahwa anda
sudah berjuang untuk mencapai seperti
apa yang dimintakan Yesus.
Punyakah
anda moralitas
matahari terbit yang semacam ini? Maukah anda menerbitkan mataharimu kepada
seorang penjahat, sebagaimana anda menerbitkannya kepada seorang yang baik
kepada anda? Hanya jika saya
memiliki apa yang dimiliki oleh Kristus,
maka saya dan anda dapat melakukan
hal yang sukar ini. Bapa berkuasa untuk
memerintahkan matahari terbit, sementara kita tidak dapat begitu saja
memerintah diri kita untuk menerbitkan mataharimu secara sukacita kepada orang
yang jahat kepada dirimu dan diri saya.
Sehingga ini bukan
moralitas belaka. Ini mengenai siapa saya dan dan anda
terhadap Yesus dan Bapa-Nya! Ini adalah tindakan kasih Allah yang diminta oleh
Yesus kepada kita untuk dimiliki: Kasihilah
musuhmu dan berdoalah bagi mereka
yang menganiaya kamu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. - Matius 5:43-44!
Bagaimana
praktiknya pada perintah yang sukar pada Matius 5:43-44? Sumbernya ada pada apa
yang telah diteladankan oleh: Bapa. Bapa telah memberikan praktik: MENERBITKAN
MATAHARI tak hanya pada orang baik,
namun juga yang jahat. Matahari terbit
senantiasa untuk menandai hari-hari yang baru, dan setiap kali matahari terbit,
juga terkandung berkat baru bagi
penjahat. Bagaimana saya dan anda?? [dengan
mengingat bahwa dalam hal ini, Bapa tidak melenyapkan status mereka sebagai
penjahat, dan tentu saja mereka sungguh berbeda dengan orang percaya yang
memiliki berkat yang jauh lebih mulia: menjadi
anak-anak Bapa, jika kita dapat mengasihi musuh kita]. Inilah
sentral perintah:“Karena itu haruslah kamu sempurna,
sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna."
Bahwa
kita harus menjadikan kesempurnaan kasih Bapa [menerbitkan matahari baik kepada
yang jahat dan yang baik], sebagai kehidupan kasih kita. Sebagaimana itu adalah
keseharian Bapa [menerbitkan matahari], maka demikian jugalah keseharian kita
untuk mengenakan kasih yang ada pada diri Bapa.
Sebagaimana
manusia tak memiliki sumber moral pada dirinya, seperti pada Keluaran 22, demikian
juga manusia tak pernah memiliki kasih pada dirinya sendiri, harus mengacu
kepada Bapa, bahkan harus mutlak memiliki Bapa, agar sanggup melakukan: bagaimanakah kasih yang dikehendaki-Nya.
Ia Sempurna dalam kasih-Nya, mencakup segenap mahkluk, tanpa kehilangan keadilan dan kekudusannya
yang sangat membenci kejahatan dan pelaku dosa [bandingkan dengan
Ibrani 10:30-31, Roma 12:19, 1Tes 4:6, 1
Tim 1:20, 2 Tim 4:14, Roma 2:6]
Apakah ada satu saja
tokoh-tokoh Perjanjian Lama, yang sukses memiliki kebenaran karena telah
memenuhit tuntutan Tuhan yang sedemikian?
Tokoh-Tokoh
Perjanjian Lama Dibenarkan Bukan Karena Sukses Memenuhi Tuntutan Hukum Atau Berprestasi Dalam Moralitas, Tetapi
Karena Berani Melangkah Dalam Kehendak Allah Didalam Iman Mereka
Berikut ini, saya
akan sajikan sejumlah daftar tokoh Perjanjian Lama yang memiliki kebenaran,
bukan karena apa yang telah diperbuatnya, namun karena dia menerima pembenaran
dari Allah:
-Habel:
Karena iman
Habel telah mempersembahkan kepada Allah korban yang lebih baik dari pada
korban Kain. Dengan jalan itu ia memperoleh kesaksian kepadanya, bahwa ia benar, karena Allah berkenan akan
persembahannya itu dan karena iman ia masih berbicara, sesudah ia mati. –
Ibrani 11:4
-Henokh
Karena iman
Henokh terangkat, supaya ia tidak mengalami kematian, dan ia tidak ditemukan,
karena Allah telah mengangkatnya. Sebab sebelum ia terangkat, ia memperoleh kesaksian, bahwa
ia berkenan kepada Allah.- Ibrani
11:5
-Nuh
Karena iman,
maka Nuh--dengan petunjuk Allah tentang sesuatu yang belum kelihatan--dengan
taat mempersiapkan bahtera untuk menyelamatkan keluarganya; dan karena iman itu
ia menghukum dunia, dan ia ditentukan untuk menerima kebenaran, sesuai
dengan imannya. –Ibrani 11:7
-Abraham,
Ishak dan Yakub
Karena iman
Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan
diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui
tempat yang ia tujui. Karena iman
ia diam di tanah yang dijanjikan itu seolah-olah di suatu tanah asing dan di
situ ia tinggal di kemah dengan Ishak dan Yakub, yang turut menjadi ahli waris janji yang
satu itu. Sebab ia
menanti-nantikan kota yang mempunyai dasar, yang direncanakan dan dibangun oleh
Allah.- Ibrani 11:8-10
Karena iman
maka Abraham, tatkala ia dicobai, mempersembahkan Ishak. Ia, yang telah
menerima janji itu, rela mempersembahkan anaknya yang tunggal, walaupun
kepadanya telah dikatakan: "Keturunan yang berasal dari Ishaklah yang akan
disebut keturunanmu." Karena ia berpikir, bahwa Allah
berkuasa membangkitkan orang-orang sekalipun dari antara orang mati. Dan dari
sana ia seakan-akan telah menerimanya kembali. – Ibrani 11:17-19
Karena iman
maka Ishak, sambil memandang jauh ke depan, memberikan berkatnya kepada Yakub
dan Esau. Karena iman maka Yakub, ketika hampir waktunya
akan mati, memberkati kedua anak Yusuf, lalu menyembah sambil bersandar pada
kepala tongkatnya. Ibrani 11:20-21
-Sara
Karena iman
ia juga dan Sara beroleh kekuatan
untuk menurunkan anak cucu, walaupun usianya sudah lewat, karena ia
menganggap Dia, yang memberikan janji itu setia. Ibrani 11:11
-Yusuf
Karena iman
maka Yusuf menjelang matinya memberitakan tentang keluarnya orang-orang Israel
dan memberi pesan tentang tulang-belulangnya. – Ibrani 11:22
-Musa
Karena iman
maka Musa, setelah ia lahir, disembunyikan selama tiga bulan oleh orang tuanya,
karena mereka melihat, bahwa anak itu elok rupanya dan mereka tidak takut akan
perintah raja. Karena iman
maka Musa, setelah dewasa, menolak disebut anak puteri Firaun, karena ia lebih
suka menderita sengsara dengan umat Allah dari pada untuk sementara menikmati
kesenangan dari dosa. Ia menganggap penghinaan karena Kristus sebagai kekayaan
yang lebih besar dari pada semua harta Mesir, sebab pandangannya ia arahkan
kepada upah [NIV: He regarded disgrace for the sake of Christ as of greater value than the treasures of Egypt; KJ: Esteeming
the reproach of Christ greater
riches than the treasures in Egypt; Holman: For he considered the
reproach because of the Messiah to
be greater wealth than the treasures of Egypt] Karena iman maka ia telah meninggalkan Mesir dengan tidak
takut akan murka raja. Ia bertahan sama seperti ia melihat apa yang tidak
kelihatan. Karena
iman maka ia mengadakan Paskah dan pemercikan darah,
supaya pembinasa anak-anak sulung jangan menyentuh mereka. – Ibrani 11:23-28
-Bangsa
Israel
Karena
iman maka mereka telah melintasi Laut Merah sama seperti melintasi tanah
kering, sedangkan orang-orang Mesir tenggelam, ketika mereka mencobanya juga. Karena
iman maka runtuhlah tembok-tembok Yerikho, setelah kota itu dikelilingi tujuh
hari lamanya. – Ibrani 11:29-30
-Rahab
Karena iman
maka Rahab, perempuan sundal itu, tidak turut binasa bersama-sama dengan
orang-orang durhaka, karena ia telah menyambut pengintai-pengintai itu dengan
baik. – Ibrani 11:31
-Gideon,
Barak, Simson, Yefta, Daud, PARA Nabi
Dan
apakah lagi yang harus aku sebut? Sebab aku akan kekurangan waktu, apabila aku
hendak menceriterakan tentang Gideon, Barak, Simson, Yefta, Daud dan Samuel dan
para nabi, yang karena iman
telah menaklukkan kerajaan-kerajaan, mengamalkan kebenaran, memperoleh
apa yang dijanjikan, menutup mulut singa-singa, memadamkan
api yang dahsyat. Mereka telah luput dari mata pedang, telah beroleh
kekuatan dalam kelemahan, telah menjadi kuat dalam peperangan dan
telah memukul mundur pasukan-pasukan tentara asing.
Ketika
membicarakan Musa, apakah yang menonjol dan penting untuk dicatat pada dirinya?
Moralitasnyakah? Atau, apakah Musa dicatat dalam epistel Ibrani terkait
peristiwa dahsyat di gunung Sinai sebagaimana dicatat Keluaran 19-20?
Bahwa Musa berprestasi sukses menggenapi
tuntutan-tuntutan hukum kudus Allah? Adakah Musa pernah dicatat sebagai orang
yang unggul dalam memenuhi tuntutan moral taurat? Tidak! Bahkan, epistel Ibrani
mencatatkan poin tunggal: “karena iman”
lebih dari satu kali bagi tokoh penting taurat ini! Bahkan terkait Mesias! Epsitel Ibrani, terkait Musa, mencatatkan
Musa dengan demikian ketika meninggalkan Mesir, telah menganggap sang Mesias
lebih tinggi daripada Mesir. Mesias dalam sejarah Musa?? [bandingkan perihal
semacam ini dengan bagian 1M].
Adakah
moralitas pada diri Musa yang layak untuk direkam sebagai kemuliaan pada
dirinya? Tidak ada! Musa bahkan meniadakan sama sekali peran dirinya dalam
sejarah keluarnya bangsa Israel dari Mesir, sebagaimana dilantunkannya
dalam pujian:
Keluaran
15:1-21
Pada
waktu itu Musa bersama-sama dengan orang Israel menyanyikan nyanyian ini bagi
TUHAN yang berbunyi: "Baiklah aku menyanyi bagi TUHAN, sebab Ia tinggi
luhur, kuda dan penunggangnya dilemparkan-Nya ke dalam laut. TUHAN itu kekuatanku dan mazmurku, Ia telah menjadi keselamatanku. Ia Allahku, kupuji Dia, Ia Allah bapaku,
kuluhurkan Dia. TUHAN itu pahlawan
perang; TUHAN, itulah nama-Nya. Kereta Firaun dan pasukannya dibuang-Nya ke
dalam laut; para perwiranya yang pilihan dibenamkan ke dalam Laut Teberau. Samudera
raya menutupi mereka; ke air yang dalam mereka tenggelam seperti batu. Tangan
kanan-Mu, TUHAN, mulia karena kekuasaan-Mu, tangan kanan-Mu, TUHAN, menghancurkan musuh. Dengan
keluhuran-Mu yang besar Engkau
meruntuhkan siapa yang bangkit menentang Engkau; Engkau melepaskan api murka-Mu, yang memakan mereka
sebagai tunggul gandum. .... (13) Dengan kasih setia-Mu Engkau menuntun umat yang telah Kautebus;
dengan
kekuatan-Mu Engkau membimbingnya ke tempat kediaman-Mu yang kudus.
Tidak
ada pujian bagi Musa dari mulutnya dan dari segenap bangsa Israel yang
dipimpinya, terkait usaha kerasnya, ketekunannya, kegigihannya, kesungguhannya
dalam menjalankan kehendak Allah! Tidak ada sama sekali, yang ada hanya Allah
dan selalu Allah saja yang ada.
Demikian
juga pada bangsa Israel, para hakim dan para nabi di Perjanjian Lama, semua
telah dikatakan dan dicatat “karena iman.” Bukan karena melakukan taurat
sehingga nama mereka tercatat di dalam epistel Ibrani ini. Prestasi moral,
tidak ada, sebab apa yang ada adalah prestasi buruk, mana kala kesukaran
melanda (Keluaran 15:24, 16:2-3).
Keluaran
16:2-3 Di padang gurun itu bersungut-sungutlah segenap jemaah Israel kepada
Musa dan Harun; dan berkata kepada mereka: "Ah, kalau kami mati tadinya di tanah Mesir oleh tangan TUHAN ketika
kami duduk menghadapi kuali berisi daging dan makan roti sampai kenyang!
Sebab kamu membawa kami keluar ke padang
gurun ini untuk membunuh seluruh jemaah ini dengan kelaparan."
[Mereka
berpikir Musa membawa mereka kepada kebebasan yang membahagiakan dan sempurna]
Petrus, murid Yesus
pernah menghadapi hal semacam Keluaran 16:2-3, pada:
Matius
16:21-24 Sejak waktu itu Yesus mulai menyatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Ia
harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua,
imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari
ketiga. Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia, katanya: "Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu!
Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau." Maka Yesus berpaling dan
berkata kepada Petrus: "Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan
bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa
yang dipikirkan manusia."
Moralitas manusia
yang terluhur sekalipun dalam pandangan manusia, tak lebih daripada moralitas yang disuntikan oleh
iblis, dan itu sangat cukup untuk membuat manusia merasa jauh lebih bermoral,
tahu sekali mana yang salah dan benar! Dibandingkan dengan apa yang telah Allah
tuliskan di dalam kitab suci! Dan itu datang dari iblis. Hanya Yesus yang sanggup
menyembuhkan penyakit moralitas manusia “baik” itu. Manusia
yang merasa bermoral-tahu mana yang baik dan benar, tak tahu bahwa itu adalah
moralitas Setan.
Moralitas manusia
yang seperti apakah yang sanggup mengenali kehendak Allah yang moralnya telah
kita saksikan dalam Keluaran 22 dan pada Matius 5? Tidak ada, juga tidak pada
murid-murid Yesus yang berkeseharian dengan dan dimuridkan dalam sebuah keotentikan
oleh Yesus, terbukti membutuhkan Yesus
sebagai sumber moralitas terkudus: “Maka Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus:
"Enyahlah Iblis .“ Hanya jika
Kristus mengenyahkan Iblis beserta moralitas baik yang sangat satanik itu saja,
maka Petrus selamat! Saya dapat
membayangkan jika moralitas satanik itu tidak dienyahkan oleh Yesus, maka
Petrus akan tetap sebagai agen iblis yang menantang Yesus, sebagaimana Yudas
Iskariot!
Dan senantisa Petrus
akan selalu bergantung kepada Yesus, sebagai sumber moralitas bagi dirinya.
Dirinya tidak memiliki itu, dan akan senantiasa salah dalam pikiran dan
tindakanya, sekalipun dunia akan memuji tindakan pembelaan pada gurunya:
Yohanes
18:10-11 Lalu Simon Petrus, yang
membawa pedang, menghunus pedang itu, menetakkannya kepada hamba Imam
Besar dan memutuskan telinga kanannya. Nama hamba itu Malkhus. Kata Yesus kepada Petrus: "Sarungkan
pedangmu itu; bukankah Aku harus minum cawan yang diberikan Bapa
kepada-Ku?"
Satu
kali lagi Petrus menunjukan dirinya membutuhkan Yesus dalam sebuah
kesenantiasaan. Moralitas kemanusiaannya tak sanggup memahami Kehendak
Allah. Saya bisa membayangkan jikalau Yesus, sekali lagi, tidak menganugerahkan
moralitas-Nya pada Petrus, sebuah tindakan yang akan mencegah Petrus untuk
meneruskan moralitas iblisnya, sebuah moralitas atau karakter atau
pengetahuan mana yang baik dan benar,
yang benar-benar busuk dalam balutan
perbuatan baik yang memang baik dalam pandangan manusia!
Petrus yang bermoral
dan berkewajiban untuk menegakan kebenaran menurut pikirannya, pada dasarnya
manusia yang tidak memiliki moralitas kudus pada dirinya. Peristiwa kelabu dan
ketakberdayaan segera saja menjadilan dirinya bertuankan pada dirinya dan bukan
Yesus, tak hanya yang telah lalu, tetapi pada masa yang akan datang. Masa depan
moralitasnya adalah busuk, hanya karena Yesus saja, Petrus selamat dari
moralitas busuknya:
Matius
26:34-35 Yesus berkata kepadanya: "Aku
berkata kepadamu, sesungguhnya malam ini, sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali."
Kata Petrus kepada-Nya: "Sekalipun aku harus mati bersama-sama Engkau, aku
takkan menyangkal Engkau." Semua murid yang lainpun berkata demikian juga.
Dan itu terbukti:
Matius
26:69-75 Sementara itu Petrus duduk di
luar di halaman. Maka datanglah seorang hamba perempuan kepadanya, katanya:
"Engkau juga selalu bersama-sama dengan Yesus, orang Galilea itu." Tetapi ia
menyangkalnya di depan semua orang, katanya: "Aku tidak tahu,
apa yang engkau maksud." Ketika ia pergi ke pintu gerbang, seorang hamba
lain melihat dia dan berkata kepada orang-orang yang ada di situ: "Orang
ini bersama-sama dengan Yesus, orang Nazaret itu." Dan ia
menyangkalnya pula dengan bersumpah: "Aku tidak kenal orang
itu." Tidak lama kemudian orang-orang yang ada di situ datang kepada
Petrus dan berkata: "Pasti engkau juga salah seorang dari mereka, itu
nyata dari bahasamu." Maka mulailah Petrus mengutuk dan bersumpah:
"Aku tidak kenal orang itu." Dan pada saat itu berkokoklah ayam. Maka teringatlah Petrus akan apa yang
dikatakan Yesus kepadanya: "Sebelum ayam berkokok, engkau telah
menyangkal Aku tiga kali." Lalu ia pergi ke luar dan menangis dengan
sedihnya.
Moralitas pada diri
Petrus hanyalah sampah, tak berdaya ketika Setan mengelabuinya, dan tak berdaya
ketika dagingnya enggan untuk tunduk pada kehendak Allah. Itu adalah natur
Petrus pada moralitasnya, bahwa kedekatannya pada Yesus tidak bisa diperlakukan
sebagai Petrus yang independen pada moralnya. Ini juga bukan seolah Petrus
memiliki setengah nilai mulia moralitas pada dirinya, dan kemudian Yesus
menambahkannya sehingga mulia, tidak.
Perhatikan, Yesus
MENETAPKAN LEBIH DAHULU SEBUAH DOSA YANG
PASTI DIPERBUAT OLEH PETRUS di masa yang akan datang. Tentang bagaimana busuknya moralitas Petrus. Petrus sendiri
membenarkan predestinasi kebusukan moralitasnya: “Maka teringatlah Petrus akan apa yang
dikatakan Yesus kepadanya: "Sebelum ayam berkokok, engkau telah
menyangkal Aku tiga kali." Lalu ia pergi ke luar dan menangis dengan
sedihnya.”
Apakah pada
predestinasi perbuatan dosa ini, Petrus dirobotkan dan dipaksakan?
Apakah Yesus menyuntikan sebuah gagasan dosa dalam diri Petrus?Tidak, perhatikan bagaimana Petrus secara alamiah memang menggenapinya,
perhatikan bagaimana moralitas busuk Petrus menggenapi predestinasi Yesus bahwa kelak dia akan menyangkali
Yesus:
-Tetapi ia menyangkalinya didepan
semua orang
-Ia menyangkalinya dengan
bersumpah
-Mulailah Petrus mengutuk dan
bersumpah
Poin-poin
ini menunjukan kebebasan dia di dalam moralitas busuknya untuk menyangkali
Yesus. Bahwa Predestinasi Yesus dalam kesempatan kali ini, terjadi sebab Yesus
memang membiarkannya dalam kehendaknya [Yesus}, dan mengijinkanya dalam ketetapannya [Yesus].
Sangat berbeda ketika Yesus mencegahnya dalam kehendaknya dengan berkata: enyahlah Iblis!
Saya
menyorot Petrus, sebab dia adalah murid yang sangat menonjol dalam mempertontonkan
moralitas seorang murid yang berusaha berdedikasi penuh dan menjaga martabat
gurunya. Namun sesungguhnya, bukan hanya Petrus yang moralitasnya bobrok, sebab pada dasarnya, semua murid
pergi meninggalkan Yesus, tak mau diketahui sebagai yang dekat dengan Yesus,
sebagaimana Petrus:
Markus
14:48-50 Kata Yesus kepada mereka: "Sangkamu Aku ini penyamun, maka kamu
datang lengkap dengan pedang dan pentung untuk menangkap Aku? Padahal tiap-tiap
hari Aku ada di tengah-tengah kamu mengajar di Bait Allah, dan kamu tidak
menangkap Aku. Tetapi haruslah digenapi yang tertulis dalam Kitab Suci." Lalu semua murid itu meninggalkan Dia dan melarikan
diri.
Moralitas seperti
apakah ini, jika pada
akhir kehidupan Yesus, mereka semua
meninggalkan dan melarikan diri? Apakah moralitas para murid Yesus lebih baik daripada para tokoh
Perjanjian Lama? Jelas tidak, kedua era ini menunjukan satu poin penting: tak
ada satupun manusia yang memiliki moralitas, sebuah moralitas yang tak dapat
diperdayai oleh iblis, ancaman dan ketakutan. Jika Bapa adalah penulis hukum
moral pada Keluaran 22, maka demikian juga dalam Perjanjian Baru, Yesus adalah
penulis moral bagi Petrus dan para murid yang lain.
Apakah yang dapat diperhitungkan kepada para murid
Perjanjian Baru? Hanya Yesus saja yang membuat mereka
memiliki sebuah nilai mulia, Yesus masih percaya sekalipun sudah terbukti
sebelumnya mereka adalah murid-murid yang sangat-sangat tidak loyal dan
bermoral buruk dengan demikian, namun Yesus masih menilai mereka sebagai
murid-muridnya:
Lukas 24:13-21
Pada hari itu juga dua orang dari murid-murid Yesus pergi ke sebuah kampung
bernama Emaus, yang terletak kira-kira tujuh mil jauhnya dari Yerusalem, dan
mereka bercakap-cakap tentang segala sesuatu yang telah terjadi. Ketika mereka
sedang bercakap-cakap dan bertukar pikiran, datanglah Yesus sendiri mendekati
mereka, lalu berjalan bersama-sama dengan mereka. Tetapi ada sesuatu yang
menghalangi mata mereka, sehingga mereka tidak dapat mengenal Dia. Yesus
berkata kepada mereka: "Apakah yang kamu percakapkan sementara kamu
berjalan?" Maka berhentilah mereka dengan muka muram. Seorang dari mereka,
namanya Kleopas, menjawab-Nya: "Adakah Engkau satu-satunya orang asing di
Yerusalem, yang tidak tahu apa yang terjadi di situ pada hari-hari belakangan
ini?" Kata-Nya kepada mereka: "Apakah itu?" Jawab mereka:
"Apa yang terjadi dengan Yesus orang Nazaret. Dia adalah seorang nabi,
yang berkuasa dalam pekerjaan dan perkataan di hadapan Allah dan di depan
seluruh bangsa kami. Tetapi imam-imam kepala dan pemimpin-pemimpin kami telah
menyerahkan Dia untuk dihukum mati dan mereka telah menyalibkan-Nya. Padahal kami
dahulu mengharapkan, bahwa Dialah yang datang untuk membebaskan bangsa Israel.
Tetapi sementara itu telah lewat tiga hari, sejak semuanya itu terjadi.
Seperti
kebanyakan orang-orang Yahudi, pendamba penggenapan nubuatan agung akan
datangnya seorang Mesias pembebas bangsanya [yang kala itu dalam penguasaan
Romawi], maka demikian juga para murid menyimpan kerinduan ini.
Kekecewaan pun membersit dalam didalam diri mereka, tak tersembunyikan dan tak
tertahankan, meluncur dari kedalaman kalbu, disampaikan kepada dia yang tak
dapat mereka kenali! Apakah Yesus setelah mendengarkan realitas
demikian, akan meninggalkan mereka? Yesus sudah tahu sejak Petrus,
bahwa pengharapan Yahudi adalah mesias yang menjadi raja, bukan yang
disalibkan. Itulah moralitas religiusitas mereka, yang mana pada setiap
ekspresi ketakpercayaan dan pencegahan penyaliban Yesus, akan dinilai Yesus
sebagai sebuah aksi yang berbapakan Iblis[Yohanes 8:42-47]. Pada dasarnya, para murid
masih sukar untuk percaya bahwa perilaku Yesus yang mendatangi kematian adalah
kehendak Bapanya, bahwa dia melakukan kehendak Bapanya. Barang siapa yang tak
percaya dan meragukan perkataannya, oleh Yesus dikatakan: bapakmu adalah Iblis
[Yohanes 8:44-45]. Iblispun berjuang menyerongkan Petrus, dan
Yesus mengusirnya.
Apa
yang hendak saya katakan adalah: berbicara moralitas, maka pada dasarnya bukan saja Petrus, namun semua murid memiliki
moralitas yang bersumber dari Iblis. Yesus bahkan kala di Emaus sedang kembali
untuk ke sekian kali menghadapi realita ini, namun dia tidak kecewa sebab dia
memang menghendaki mereka sebagaimana Bapa menghendaki mereka untuk
diselamatkan [Yohanes 6:37,39; 10:28;
17:2,9,24]. Yesus aktif bekerja
mendatangi mereka, bahkan pasca kebangkitannya untuk melakukan hal yang sama, menjaga mereka dari kuasa moralitas Iblis
yang berusaha mengahalangi [Lukas 24:16] mereka untuk dapat memandang kebenaran dari Yesus. Hanya Yesus
yang dapat menyingkirkan penghalang itu [Lukas 24:45] bahwa apa yang
membuat mereka kecewa pada dasarnya beranjak dari moralitas
iblis yang memandang kematian Mesias adalah sebuah kesalahan fatal;
Yesus menyatakan bahwa memang itulah yang diberitakan oleh segenap kitab suci
[Lukas 24: 25-27,44]. Moralitas para murid sesungguhnya mati dan akan
senantiasa berlawanan dengan moralitas Allah: Allah menghendaki kematian Yesus harus terjadi! Bahwa itu
adalah rencana Allah yang telah dicatatkan sejak era Perjanjian Lama. Moralitas
manusia akan senantiasa gagal untuk memandang dan mengenali bagaimana
seharusnya seorang mesias membebaskan Israel:
Yohanes
8:32,36 dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu." Jadi
apabila Anak
itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka."
Yesus Pembebas
Israel, namun ditangkap dan dihukum mati. Bagaimana bisa menjadi pembebas
Israel?? Moralitas religiusitas para murid berupaya mencegahnya, bahkan hingga menggunakan pedang, untuk melindungi
Mesias dari kematian. Pada Bapa, sebaliknya, memang Mesias harus mati agar
Mesias benar-benar menjadi pembebas, melalui kematiannya, sehingga membebaskan
dari kuasa dosa dan menjadi anak-anak Bapa!
Sehingga, ketika
pendeta Erastus Sabdono menyatakan:” Perhatikan, bagaimana tokoh-tokoh iman dalam
Perjanjian Lama walaupun hebat-hebat dalam karya-karya iman mereka, tetapi
mereka tidak akan dapat menyamai kebaikan
moral Tuhan Yesus Kristus dan murid-murid-Nya,” adalah sebuah kesalahan teramat fatal. Membandingkan
moralitas tokoh-tokoh iman Perjanjian
Lama dengan para murid Yesus, justru kita melihat satu hal yang sama: tidak
ada yang namanya moralitas seperti yang sedang diajarkan oleh pendeta
Erastus, sebaliknya, Allah
senantiasa secara aktif menjadi sumber moralitas bagi orang percaya, sebab tidak ada satu mata air
apapun pada diri manusia yang dapat disebut sebagai moralitas itu sendiri.
AMIN
Segala Pujian Hanya Kepada
TUHAN
No comments:
Post a Comment