Oleh: Martin Simamora
Bacalah
lebih dulu bagian 1K
Paragraf 12 yang akan
saya tinjau ini, merupakan penyimpulan yang berlandaskan “air,” sebab apapun juga elemen gagasan yang
mungkin untuk digali dari sebuah kedalaman, tak pernah akan ditemukan satu pun “benda – benda mulia”
yang selaras dengan kesaksian kitab suci. Berikut adalah paragraf tersebut:
Dibanding dengan orang percaya,
orang-orang yang tidak memiliki keselamatan dalam Yesus Kristus, mereka tidak
akan mampu menyamai kebaikan moral
orang percaya. Perhatikan, bagaimana tokoh-tokoh iman dalam Perjanjian Lama
walaupun hebat-hebat dalam karya-karya iman mereka, tetapi mereka tidak akan
dapat menyamai kebaikan moral Tuhan
Yesus Kristus dan murid-murid-Nya yang mengikuti jejak-Nya. Demikian pula
orang-orang di sekitar kita hari ini yang tidak memiliki keselamatan dalam
Yesus Kristus, mereka tidak akan mampu mencapai kebaikan moral seperti yang dimiliki orang percaya.
Pendeta
Erastus Sabdono menyatakan bahwa manusia
secara umum memiliki kebaikan moral, walau memang ketika dikomparasikan dengan
orang beriman memiliki derajat nilai yang lebih rendah. Uniknya lagi, ia juga memperbandingkan “kebaikan moral”
orang-orang kudus Perjanjian Lama dengan orang-orang kudus Perjanjian Baru,
dalam hal ini para murid Yesus Kristus,
dan tentu saja pada Yesus sendiri.
Pertanyaan
uji pertama yang akan saya aplikasikan
adalah: apakah Yesus sendiri
mengakui keberadaan atau kepemilikan kebaikan
moral pada diri manusia? Saya akan membawa satu pernyataan Yesus yang
sangat kokoh, sebagai pengantar tinjauan paragraf ini:
Markus
10:18 Jawab Yesus: "Mengapa
kaukatakan Aku baik? Tak seorangpun
yang baik selain dari pada
Allah saja.
Harus
saya tekankan di sini, bahwa jawaban
Yesus disini, merupakan respon dari dirinya sebagai manusia atau lebih tepat
sebagai Sang Logos yang telah berinkarnasi menjadi manusia (Yohanes 1:1,14) kepada penanyanya, yang
menyapa dirinya, dalam penilaian si penanya, sebagai hanya manusia:
Markus
10:17 Pada waktu Yesus berangkat untuk
meneruskan perjalanan-Nya, datanglah seorang berlari-lari mendapatkan Dia dan
sambil bertelut di hadapan-Nya ia bertanya: "Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh
hidup yang kekal?"
Tentu
saja, Yesus bukanlah satu-satunya “Guru”
bagi Israel kala itu. Tentu kita tahu ada Guru Nikodemus – Yesus menyebut
Nikodemus sebagai pengajar Israel –
Yohanes 3:10. Baik “guru” pada Markus
10:17 dan “pengajar” pada Yohanes 3:10 adalah didaskalos [guru kitab suci – kompoten dalam teologi]. Ini
menunjukan bagaimana penanya menilai atau memandang siapakah Yesus.
Apa
yang luar biasa atau mencengangkan, Yesus berkata bahwa tak seorangpun yang agathos [baik pada hakikatnya], Yesus
menutupnya dengan berkata hanya
theos
– Allah yang baik pada hakikatnya.
Yesus
tak pernah satu kali pun mengakui adanya manusia yang baik. Ketika Yesus
berkata: “tak seorangpun yang baik selain Allah,” maka itu telah menutup satu
kemungkinan yang sekecil apapun untuk berharap ada satu saja manusia dapat
memiliki nilai kebaikan pada dirinya.
Tentu saja, jawaban ini secara tak langsung menunjukan bahwa di dunia ini,
hanya ada satu manusia yang baik, yaitu manusia Allah Yesus Kristus.
Tak
Seorangpun Yang Baik, Tak Akan Pernah Ada, Selain Hanya Allah
Sangat bernilai untuk
mendengarkan penjelasan Yesus, mengapa
tak seorangpun yang baik selain Allah. Ini adalah pernyataan yang luar biasa berani atau nekat untuk dikatakan!
Ketika Yesus berkata “selain Allah,” maka
pernyataan “tak seorangpun yang baik” adalah abadi, melampaui eranya dan
menghakimi setiap orang pada setiap generasi manusia hingga pada kesudahannya.
Sebagaimana saya dahulu, dan barangkali siapapun yang sangat terhina atau merasa
sangat direndahkan dengan pernyataan Yesus ini, tentu tak akan berdiam begitu
saja. Perlu saya sampaikan, sebetulnya percakapan Yesus dengan seorang
yang memanggilnya “Guru yang baik”, sudah pernah saya ulas pada artikel berseri
“ Kemerdekaan Orang Kristen Di Dalam Kristus (3),” namun demikian
saya tetap akan menyampaikan ulasannya,
tentunya dalam rangka meninjau pengajaran pendeta Erastus Sabdono.
Pembelaan diri pun
diajukan, tak menerima begitu saja vonis dari guru Yesus itu. Apakah dasarnya
dan apakah buktinya? Bahkan pengadilan saja belum digelar, Yesus sudah memvonis dirinya [bahwa tidak ada satupun manusia yang baik]. Gegabah dan sok
menghakimi kah Yesus?? Kegusaran yang mendalam dan
penolakan keras orang tersebut terhadap vonis Yesus yang sedang menghakimi bahkan sebelum pengadilan berlangsung, terasa
sangat kuat dalam tanya jawab antara
sang hakim (di sini Yesus bukan lagi guru) dan terdakwa ( si penanya segera
menjadi terdakwa yang sedang diperiksa oleh sang hakim):
Markus
10:19 (19)Engkau tentu mengetahui segala
perintah Allah: Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan
mengucapkan saksi dusta, jangan mengurangi hak orang, hormatilah ayahmu dan
ibumu!"(20) Lalu kata orang itu kepada-Nya: "Guru, semuanya itu telah
kuturuti sejak masa mudaku." (21) Lalu kata orang itu kepada-Nya:
"Guru, semuanya itu telah kuturuti sejak masa mudaku."
Apakah dasar
penghakiman seorang hakim di dunia? Tentu seperangkat buku hukum pidana/perdata beserta
pasal-pasal yang menjadi dasar sebuah penghakiman yang adil. Pun Yesus telah menampilkan dirinya sebagai seorang
hakim, hakim atas kebenaran ilahi, hakim atas ketetapan-ketetapan ilahi! Dia
mengambil hukum-hukum Allah yang telah
diberikan Allah kepada manusia melalui
Musa [Keluaran 24:12 , 32:15-16, 34:1, 34:28. Bdk : 2 Raja-Raja 11:12],
dan Yesus mulai melakukan pemeriksaan: “tentu
mengetahui segala perintah Allah: Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan
mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, jangan mengurangi hak orang,
hormatilah ayahmu dan ibumu!"
Sekarang perhatikan
apakah jawab si terperiksa:
Markus
10:20 Lalu kata orang itu kepada-Nya: "Guru,
semuanya itu telah kuturuti sejak
masa mudaku."
Ini adalah jawaban
yang luar biasa! Jika sang hakim mendapatkan bukti bahwa memang benar apa yang
dikatakannya, maka sang hakim harus menarik vonisnya yang gegabah tadi: ”tak
seorangpun yang baik selain dari pada Allah saja.” Jika, sang
hakim mendapatkan bukti bahwa memang benar apa yang dikatakannya, maka dia
adalah pengecualian, dan penyimpulan Yesus “tak seorangpun” dalam arti yang
universal dan sepanjang abad [sebab ketika dia berkata selain dari pada Allah
saja, maka penghakiman ini berlangsung sepanjang sejarah peradaban manusia!
Sebab Allah kekal dan senantiasa ada sebelum, selama, dan sesudah peradaban di
bola dunia sekarang ini] adalah sangat salah, sebuah vonis yang sangat lemah
dan memalukan!
Bagaimana menurut
Sang Hakim, Yesus? Yesus, tidak
menyanggahnya, tidak menyangkalinya, tidak menudingnya berdusta! Tidak sama
sekali. Namun apakah dengan demikian, orang tersebut adalah baik dan dengan
demikian vonis gegabah Yesus menjadi sangat salah? Perhatikan tanggapan hakim
Yesus terhadap orang yang sedang membela
dirinya ini:
Markus
10:21 Tetapi Yesus memandang dia dan menaruh kasih kepadanya, lalu berkata
kepadanya: "Hanya satu lagi
kekuranganmu:.....”
Pernyataan orang
tadi,yang sungguh luar biasa, benar adanya! Yesus menerima pernyataan orang
tersebut adalah jujur, bukan dusta. Ini jelas dan kuat terlihat, ketika dia
berkata: “Hanya satu lagi kekuranganmu.” Hanya satu lagi menunjukan
bahwa masalahnya bukan pada apa yang baru saja Yesus tanyakan
pada awal pemeriksaannya: “tentu mengetahui segala perintah Allah:
Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi
dusta, jangan mengurangi hak orang, hormatilah ayahmu dan ibumu!” Dalam hal
tersebut, orang tersebut memang benar-benar melakukannya, namun sang hakim
menyatakan bahwa itu belum cukup.
Belum
cukup untuk apa? Kemanakah arah penghakiman ini? Apakah
final dari penghakiman ini? Finalnya: apakah dengan demikian orang tersebut
akan dapat masuk ke dalam kerajaan surga. Hanya jika seseorang baik menurut
ukuran Yesus saja, dia dapat menerima vonis: dapat masuk ke dalam kerajaan
Allah {Markus 10:23].
Perhatikan penjelasan Yesus pada apa yang sedang dimaksud dengan “satu lagi
kekuaranganmu” :
Markus
10:21 pergilah, juallah apa yang
kaumiliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau
akan beroleh harta di sorga, kemudian
datanglah ke mari dan ikutlah Aku."
Satu Lagi Kekuranganmu Merupakan
Kunci Tunggal Untuk Menjadi Baik dan
Masuk Ke Dalam Kerajaan Sorga
Apa
yang dimaksudkan oleh Yesus dengan“satu
lagi kekuranganmu?” Atau, apakah penentu ultimat yang membuat vonis orang
tersebut akan menghantarkannya masuk ke dalam kerajaan Allah?
Catatan injil Matius dan Lukas, memberitakan hal yang
sama bagi kita:
Matius
10:20 Kata Yesus kepadanya: "Jikalau
engkau hendak sempurna,
pergilah, juallah segala milikmu dan
berikanlah itu kepada orang-orang
miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku."
Lukas
18:22 Mendengar itu Yesus berkata kepadanya: "Masih tinggal satu hal lagi yang harus kaulakukan: juallah segala yang kaumiliki dan bagi-bagikanlah itu kepada orang-orang
miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku."
Pada
penjelasan Yesus pada “satu lagi yang harus dilakukan,” kita akan melihat 2
komponen:
a.Jualah
segala kepemilikan dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin
b.datanglah
kemari dan ikut Yesus
Apakah
ini adalah 2
komponen individualis yang setara satu sama lainnya, ataukah salah
satu dari dua komponen pada dasarnya merefleksi apa yang harus terjadi atau
dialami, untuk kemudian dapat melakukan satu komponen berikutnya pada “satu
lagi kekuranganmu.” Apa yang menarik
adalah: satu komponen menyangkut harta benda dan satu komponen lagi adalah diri
Yesus. Satu harus dikorbankan secara total untuk kemudian baru dapat melakukan
satu komponen lainya. Orang tersebut harus menjual hartanya bukan saja keseluruhannya, namun harus memberikan pada orang-orang miskin! Tak ada
hasil penjualan bagi dirinya?! Bagaimana memahami, perintah Yesus semacam ini,
yang janggal atau tidak nyaman untuk dilakukan oleh siapapun. Apakah Yesus
sedang berperilaku aneh?
Bukan Perintah Dan Permintaan
Yang Baru, Senantiasa Demikian Adanya Yesus
Tidak!
Pola ini dapat kita jumpai kala Yesus
memberikan perintah yang bernilai sama
pada “satu
lagi kekuranganmu,” pada peristiwa-peristiwa berikut ini:
a. 2 orang nelayan, Petrus dan
Andreas: meninggalkan jala mereka dan
mengikut Yesus
Matius 4:18-20 Dan ketika Yesus sedang berjalan menyusur danau Galilea, Ia melihat dua orang bersaudara, yaitu Simon yang disebut Petrus, dan Andreas, saudaranya. Mereka sedang menebarkan jala di danau, sebab mereka penjala ikan. Yesus berkata kepada mereka: "Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia." Lalu merekapun segera meninggalkan jalanya dan mengikuti Dia.
b.2 orang nelayan, Yakobus anak Zebedeus dan Yohanes saudaranya:
meninggalkan perahu, jala dan ayahnya, untuk kemudian pergi mengikut Yesus
Matius 4:21-22 Dan setelah Yesus pergi dari sana, dilihat-Nya pula dua orang bersaudara, yaitu Yakobus anak Zebedeus dan Yohanes saudaranya, bersama ayah mereka, Zebedeus, sedang membereskan jala di dalam perahu. Yesus memanggil mereka. dan mereka segera meninggalkan perahu serta ayahnya, lalu mengikuti Dia.
c.Filipus dan Natanael:
Mengikut Yesus
Yohanes
1:43 Pada keesokan harinya Yesus memutuskan untuk berangkat ke Galilea. Ia
bertemu dengan Filipus, dan berkata kepadanya: "Ikutlah Aku!"
d.Seorang suku Lewi yang
berprofesi sebagai pemungut pajak: meninggalkan segala sesuatu dan mengikut
Yesus.
Lukas
5:27-28 Kemudian, ketika Yesus pergi ke luar, Ia melihat seorang pemungut
cukai, yang bernama Lewi, sedang duduk di rumah cukai. Yesus berkata kepadanya: "Ikutlah Aku!" Maka berdirilah Lewi dan meninggalkan segala sesuatu,
lalu mengikut
Dia.
[ayat
29 Dan Lewi mengadakan suatu perjamuan besar untuk Dia di rumahnya dan sejumlah
besar pemungut cukai dan orang-orang lain turut makan bersama-sama dengan Dia.]
e.Kepada orang banyak, Yesus
memberi perintah “ikutlah aku”
Yohanes
8:12 Maka Yesus berkata pula kepada orang banyak, kata-Nya: "Akulah terang
dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam
kegelapan, melainkan ia akan mempunyai
terang hidup."
f.Sekali lagi, kepada Petrus,
saat Yesus memberitahukan padanya bagaimana kelak dia akan mati, Ia memberi
perintah “Ikutlah Aku”
Yohanes
21:19 Dan hal ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana Petrus akan mati
dan memuliakan Allah. Sesudah mengatakan demikian Ia berkata kepada Petrus:
"Ikutlah
Aku."
Sekarang
bandingkan dengan
pernyataan Yesus yang keras berikut ini, dimana kita akan menemukan perihal yang senilai dengan “satu lagi kekuranganmu”:
Matius
16:24-26 Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Setiap orang yang mau mengikut Aku,
ia harus menyangkal
dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau
menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa
kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh
dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat
diberikannya sebagai ganti nyawanya?
Sehingga
dapat secara definitif dikatakan bahwa “satu lagi kekuranganmu” yang memiliki 2 komponen
tersebut adalah hal mutlak yang
dikehendaki Yesus dan mutlak terjadi ketika Yesus mempertobatkan –menyembuhkan
seseorang berdosa [Lukas 5:31-32].
Jadi,
apa yang dapat dikatakan pada 2 komponen tersebut? Apakah 2 hal yang individual?
Maka dapat dijawab tidak, sebab dapat dikatakan mengikut Yesus adalah sebuah totalitas atau
keterlepasan dari keterikatan-keterikatan yang dalam pandangan Yesus
mengakibatkan seseorang tak akan pernah
dapat memiliki kehidupan dan masuk ke dalam ke kerajaan sorga, membuatnya
kehilangan nyawa!
Kepada
orang yang sejak muda telah melakukan segala perintah Allah, Yesus sedang
menyatakan satu kekurangan. Satu di sini, bukan hal remeh, tetapi bernilai amat
mulia. “Satu “ itu pada dasarnya atau pokonya adalah mengikut Yesus, bukan pada
penjualan harta bendanya.
"Satu lagi",
itu bukan
terutama pada:
-menjual harta benda seperti pada seorang Lewi yang berprofesi pemungut pajak
-meninggalkan jala, seperti
Petrus dan Andreas yang berprofesi nelayan
-meninggalkan perahu, jala dan orang tua (ayahnya) sebagaimana yang
dilakukan Yakobus anak Zebedus dan
Yohanes saudaranya [ bandingkan dengan Lukas 14:26,
Matius 10:37-39, Markus 10:29-30]
Jika
stop pada titik ini, maka nilainya hampa. Itu harus berlanjut meninggalkan
semua dan mengikut Yesus, sebagaimana yang telah disaksikan oleh sederet ayat
yang telah saya sajikan terkait hal ini.
Apa mulianya mengikut Yesus di sini, sebagaimana
yang dimintakan Yesus pada orang dalam Markus 10:19-20? Mengapa kesempurnaannya
memenuhi hukum Allah, tidak memiliki nilai sempurna atau bahkan tidak dapat
diperhitungkan sama sekali? Tak ada satu titik
saja sebuah toleransi atau solidaritas kemanusiaan terhadapnya?
Yesus
mengaitkan pengikutan dirinya dengan kepemilikan hidup: “Setiap orang yang mengikut Aku,
harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.” Terkait
menyangkal diri, memikul salib, Yesus menautkannya dengan keterbelengguan
manusia dengan segala pesona dunia ini :“Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi
kehilangan nyawanya?
Yesus
telah menunjukan kemuliaan dirinya dan pengikutan dirinya sebagai kepemilikan
hidup. Bahkan, sekalipun bermakna
kematian dalam arti sesungguhnya, Yesus tetap memberikan perintah:“ikutlah
Aku,” sebagaimana pada Petrus yang menerima penjelasan Yesus, bagaimana kelak
dia akan mati [Yohanes 21:19- yang
mana, memori Petrus akan pemberitahuan Yesus akan masa depan bagaimana
kematiannya, sangat kuat dalam memori sejarah kehidupannya : 2 Petrus 1:14]
Kemuliaan
semacam ini, tak akan dijumpai dalam hukum Allah-hukum Taurat, sehingga
sekalipun orang yang sejak muda telah melakukan ketentuan Taurat , tak sama sekali memberikan kepastian bahwa dia memiliki hidup, dia
tetap kehilangan nyawanya. Dengan
demikian, ketika Yesus tak menyanggah pemenuhan dirinya dalam melakukan
ketentuan Allah tersebut, bukan sama sekali bermakna bahwa dia sempurna. Jika
sempurna, mustahil dirinya tak memiliki kebenaran. Hukum Taurat hanya semakin
menyatakan keberadaan dosa yang sesungguhnya kala bagi manusia tak terlihat
sebagai dosa. [Bacalah bagian1B, bagian1D untuk memahami apa yang sedang saya katakan].
Inilah
dasar terabsolut bagi Yesus Sang Penggenap Taurat [bacalah bagian1A], untuk berkata: “satu lagi kekuranganmu,” pada dasarnya, satu lagi
itu adalah apa yang terutama: memiliki hidup atau masuk ke dalam kerajaan
sorga hanya jika mengikut Yesus sebagaimana dikehendakinya [Matius 16:24-26].
Bukan Masalah Pada Orang Kaya,
Masalah Semua Manusia Pada Semua Kelas Sosial
Tak
perlu heran kalau pernyataan Yesus tersebut, menghentakan para murid. Sebuah
kesadaran bahwa apa yang dituntut Yesus adalah kemustahilan, lebih dari sekedar
masalah ini terjadi pada orang kaya, sebab para murid bukanlah orang-orang kaya,
mereka dahulu nelayan dan semakin tak berharta benda selain tak berayah-ibu
sebagai tindakan pengikutan Yesus itu. Namun dalam hal ini mereka sangat
terkejut dan bahkan menilai bahwa sekalipun diri mereka tidak kaya, pun
mustahil bagi mereka:
Markus
10:23-24 Lalu Yesus memandang murid-murid-Nya di sekeliling-Nya dan berkata
kepada mereka: "Alangkah sukarnya
orang yang beruang masuk ke dalam Kerajaan Allah." Murid-murid-Nya
tercengang mendengar perkataan-Nya itu. Tetapi Yesus menyambung lagi:
"Anak-anak-Ku,
alangkah sukarnya masuk ke dalam Kerajaan Allah.
Kepada
para murid-Nya yang miskin pun Yesus memberikan vonis yang sama akan
ketidakmungkinan bagi mereka untuk masuk ke dalam kerajaan sorga.
“Baik” bagi orang yang sejak muda melakukan Taurat adalah memenuhi taurat,
dan itu dilakukannya. Namun kerja Taurat tidak demikian, tidak memberikan hidup
[sebagaimana telah saya sampaikan pada bagian 1D]. Hanya Yesus saja pemilik dan
pemberi hidup itu [Yohanes 1:4, Yohanes 5:26, Yohanes 8:12,
Yohanes 11:25, Yohanes 14:6, 1 Yohanes 1:2, 1 Yohanes 5:11]
“Melakukan taurat” bagi orang tersebut
adalah jalan untuk memperoleh hidup yang kekal [Markus 10:17]. Tetapi Yesus menyatakan “TIDAK.” Melakukan tuntutan
Taurat secara literal tak pernah
bernilai cukup selama itu di luar pengiringan Yesus. Pengikutan pada Yesus bukan komplementer pada Taurat atau Pengikutan Yesus bukan
perihal yang mana harus dilengkapi dengan pemenuhan Taurat. Tak pernah
demikian, sebab sedikitpun Yesus tak memberi nilai pada pemenuhan taurat yang
telah dilakukan orang tersebut
diapresiasi oleh Yesus untuk sebuah peluang ke sorga. Mengikut Yesus adalah sebuah KETUNGGALAN dalam hal ini, oleh sebab: hakikat Yesus adalah pemberi hidup
dan hakikat hukum Taurat bukan pemberi hidup [ bacalah bagian1G, bagian 1H, bagian1i].
Dasar yang digunakan
orang yang melakukan pembelaan dirinya
adalah bahwa dia adalah baik yang
didukung oleh pengakuannya: melakukan bahkan memenuhi hukum Taurat sejak masa
mudanya, dengan demikian tidak pernah memberikan jalan baginya untuk dapat masuk ke dalam
kerajaan sorga atau memiliki hidup. Baginya pintu tertutup [bacalah
bagian 1F], sampai dia mengikut Yesus. Sampai
momentum itu menghampiri dirinya oleh kasih karunia Allah.
Itu
sebabnya SANGAT SUKAR bagi manusia. Yesus bahkan menggambarkan kemustahilan
itu:
Markus
10:25 Lebih mudah seekor unta
melewati lobang jarum dari pada
seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah."
Perhatikan,
ini bukan mengkhususkan kesukaran hanya
pada orang kaya [faktanya, pemungut cukai
yang kaya raya bisa meninggalkan segalanya dan mengikut Yesus- Lukas 5:27-29],
atau hanya akan terjadi pada orang kaya saja. Para murid Yesus tidak memahami
demikian, sebaliknya memperhitungkan kemustahilan
[tak akan pernah seekor unta melalui lubang jarum pada hakikatnya] itu pada
setiap diri mereka:
Markus
10:26 Mereka makin gempar dan
berkata seorang kepada yang lain: "Jika demikian, siapakah yang dapat diselamatkan?"
Para
murid utama Yesus, menyadari bahwa perspektif keselamatan Taurat sebagaimana
yang diyakini pada orang yang sejak muda melakukannya [demikian juga mereka
sendiri, sebetulnya], sama sekali bukan merupakan jalan dan cara keselamatan. Sementara bagi mereka, tak
ada cara lain lagi, mereka saat itu belum memahami siapakah Yesus sampai kelak
pada waktunya Yesus membuat mereka dapat memahami misteri agung yang menjadi
solusinya [Lukas
24:32,45-46], dimana solusi atas kemustahilan itu adalah diri Yesus
sendiri.
Itu
sebabnya Yesus berkata:
Markus
10:27 Bagi manusia hal itu tidak
mungkin, tetapi bukan demikian bagi Allah. Sebab segala sesuatu adalah
mungkin bagi Allah.
Itu
sebabnya, terkait pertanyaan orang yang sejak muda melakukan taurat, adalah mustahil untuk menggapai
keinginannya: memperoleh hidup yang
kekal [Mark 10:17], tidak pernah bisa dan mungkin bagi manusia. Hanya bagi Allah, manusia dapat memperoleh hidup kekal, hanya jika Allah
BEKERJA melakukanya, maka manusia yang mengikut Yesus dapat memperoleh
hidup kekal/masuk ke dalam kerajaan sorga.
Sehingga
pernyataan Yesus ini, secara frontal membungkam pernyataan pendeta Erastus
Sabdono yang melulu bicara kebaikan moral sebagai salah satu “points of
salvations,”
bahkan pada bagian selanjutnya kita akan melihat bahkan tokoh-tokoh besar
Perjanjian Lama, sama sekali tak pernah diperhitungkan kebaikan moralnya atau kebaikan pada dirinya,
sebagai dasar bagi mereka untuk memiliki
nilai kebenaran diri dihadapan Allah!
AMIN
Segala Pujian Hanya Kepada
TUHAN
No comments:
Post a Comment