Oleh: Martin Simamora
Kemerdekaan
Orang Kristen Di Dalam Kristus (9)
Bacalah
lebih dahulu bagian 8
Yesus adalah sang Pembebas,
ini bukan sebuah jargon semata atau sebuah nubuat atau pernyataan ilahi omong
kosong. Bahkan ketika kita telah menautkan Pembebasan oleh Dia, dengan
hukuman mati yang dilahirkan dari ketakberdayaan manusia untuk memenuhi tuntutan hukum Taurat, seperti telah terjadi pada perempuan
berzinah, maka dalam hal ini telah sekaligus menyatakan bahwa dia adalah Sang Penghapus dosa
(Yohanes 1:29).
Semacam ini, telah
menempatkan Yesus bukan hanya hukum itu sendiri, namun perkataan dan tindakan hukumnya telah
menahtahkan dirinya pada puncak tubuh hukum Taurat itu sendiri, dia sang mahkotanya yang telah datang.
Dia bukan sekedar
pengampun namun sebuah penghapus hukuman mati yang menghasilkan
kemerdekaan yang memerdekakan terpidana mati dari ketentuan membayar atau menyediakan tebusan agar terlepas dari “kurungan
penghukuman.”
Dia memberikan pengampunan
yang menghapuskan jejak-jejak pelanggaran dalam sebuah cara yang teramat “superlatif”
sampai-sampai para ahli Taurat bukan hanya harus undur diri namun harus
melepaskan juga perempuan tersebut
dari hukuman yang harus ditimpakan. Antara Yesus dan para ahli Taurat telah mencapai
sebuah konsensus walau dalam sebuah relasi yang superior, menindas
kebijakan-kebijakan para hakim ahli Taurat dan yang palunya telah diambil
secara paksa oleh Sang Mahkota Hukum Taurat.
Perkataan Yesus atau vonis bebasnya seketika itu juga sudah
menghapuskan dosa dan melenyapkan penghukuman yang harus ditimpakan, dan telah melahirkan sebuah putusan hukum baru yang mengatasi hukum lama
dan melenyapkan konsekuensi-konsekuensinya. Saat vonisnya melepaskan
konsekuensi-konsekuensinya, itu tak menjadikan hukum baru ini menjadi
kehilangan kemuliaan moralitasnya, malah semakin cemerlang berkemilau saat dia
berkata “jangan berbuat dosa lagi mulai sekarang.” Sebuah perkataan yang
berkuasa penuh, sama penuhnya dengan perkataannya "Hai perempuan, di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?- Yohanes 8:10"
Namun, Yesus sebagai mahkota
Hukum Taurat belumlah mahkota yang berkemilaun bagi manusia jika perkataannya tidak
menghapuskan kutuk yang bahkan dalam
ketentuan hukum Taurat, proses kesembuhan dan pentahiran adalah sebuah proses panjang. Dalam ketentuan Taurat malahan penyakit manusia itu tak juga segera lenyap, namun malahan
menegaskan bahwa manusia sangat bergantung pada kemurahan Tuhan!
Kita akan melihat sebuah
kasus terkait hal ini, sebuah hal yang paling sukar untuk diatasi bahkan sejak
jaman Musa, hingga Yesus hadir di dunia ini! Mari kita meninjau hal ini:
Yesus
Sang Kristus adalah Sang Mahkota Hukum Taurat- Kitab Musa. Bahkan Atas Kitab Para
Nabi dan Mazmur
Yesus
dan mujizat-mujizatnya. Bagaimanakah anda memandangnya? Saya
akan secara tegas berkata agar anda tidak meletakan mujizat-mujizatnya yang
memang dahsyat sebagai sebuah bukti-bukti tertinggi akan keistimewaan dirinya-walau
memang semua itu terjadi untuk menunjukan siapakah Dia. Jika hanya
sampai di sini pemberitaan Injil anda, maka Yesus akan menjadi lebih rendah daripada
mujizat-mujizat itu sendiri bahkan malah menjadi bahan olokan yang mengerikan
terhadap pemberitaan injil anda:
Markus
14:65 Lalu mulailah beberapa orang meludahi
Dia dan menutupi muka-Nya
dan meninju-Nya sambil
berkata kepada-Nya: "Hai nabi, cobalah
terka!" Malah para pengawalpun memukul Dia.
Itu sebabnya hal terbesar
yang Yesus lakukan bukanlah menghadirkan mujizat-mujizat yang memenuhi hasrat
duniawi yang kemudian melahirkan
sanjungan abadi, namun yang melayani kepentingan dan kehendak Bapanya! Lihat hal ini:
Matius
26:53-54 Atau kausangka,
bahwa Aku
tidak dapat berseru kepada Bapa-Ku, supaya
Ia segera mengirim lebih dari dua belas pasukan malaikat membantu Aku?
Jika begitu, bagaimanakah akan
digenapi yang tertulis dalam Kitab Suci, yang mengatakan, bahwa harus terjadi
demikian?"
Pada Kenyataannya makin
lama, mujizat yang dilahirkannya memang mujizat terbesar namun sekaligus melahirkan
tangis dan ketakutan para murid bahkan meninggalkan dirinya (bacalah Markus
14:41-65).
Dan... baik anda dan saya
harus mempertimbangkan perkataan Yesus berikut ini untuk memahami bahwa Yesus adalah
Sang Mahkota (kemuliaan) bagi Kitab
Musa, kitab para nabi dan Mazmur. Apa yang akan anda baca merupakan perkataannya yang diutarakan kepada
para murid setelah dia disalib, mati dan bangkit dari kematian (hal yang paling
dibenci dan paling menakutkan bagi para muridnya sendiri):
Lukas 24:44 Ia berkata
kepada mereka: "Inilah perkataan-Ku, yang telah Kukatakan kepadamu ketika
Aku masih bersama-sama dengan kamu, yakni bahwa harus digenapi semua yang ada tertulis tentang
Aku dalam kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur."
Sebagai pembanding:
NIV He
said to them, "This is what I told you while I was still with you: Everything must be fulfilled that is written about me in the
Law of Moses, the Prophets and the Psalms."
KJV And
he said unto them, These are the words which I spake unto you, while I was yet
with you, that all things must be
fulfilled, which were written in the law of Moses, and in the prophets, and
in the psalms, concerning me.
Aramaic Bible in Plain English And
he said to them, “These are the words that I spoke with you when I was with
you, that everything that is
written about me in The Law of Moses and in The Prophets and in The
Psalms must be fulfilled.”
Lukas 24:27 Lalu Ia
menjelaskan kepada mereka apa yang
tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci, mulai dari kitab-kitab Musa dan segala kitab nabi-nabi.
Sebagai pembanding:
NIV And
beginning with Moses and all the Prophets, he
explained to them what was said in
all the Scriptures concerning himself.
KJV And
beginning at Moses and all the prophets, he expounded unto them in all the
scriptures the things concerning himself.
Aramaic Bible in Plain English And he began
from Moses and from all
The Prophets and he expounded to them about
himself from all of the scriptures.
Siapakah dia, Yesus Sang Kristus itu?
Jika dia berkata bahwa semua isi Kitab suci mulai dari Musa dan semua nabi
sedang menyatakan dirinya. Tak hanya Musa bahkan semua nabi ketika
menuliskan pernyataan-pernyataan ilahi
dalam segala ragam caranya sebetulnya sedang menuliskan mengenai dirinya.
Ketika anda membaca Kitab Musa maka anda
sedang berjumpa dengan Yesus yang masih belum disingkapkan kepada dunia; ketika
anda membaca kitab para nabi-apakah Yeremia, Yesaya, Yehezkiel dan seterusnya
maka anda sedang membaca mengenai dirinya yang masih belum disingkap
secara terang benderang kepada dunia!
Tetapi
apakah benar Yesus Kristus adalah Mahkota Hukum Taurat itu sendiri, apakah dia
memang memiliki sebuah posisi yang sedemikian mulianya untuk mengambil paksa
palu vonis para hakim ahli-ahli Taurat. Adakah sesuatu yang memang tak
terelakan lagi bahwa dirinya memang Mahkota Hukum Taurat sehingga memang benar
pembebasannya adalah sebuah pembebasan
yang otentik, yang telanjang untuk ditangkap indera mata para manusia.
Yesus sang Mahkota Hukum
Taurat (bahkan keseluruhan kitab suci) tak hanya mengecam para ahli Taurat, tak hanya
mengutuki kemunafikan mereka dan kenajisan mereka yang berlagak putih kemilau.
Bahkan dia mempermalukan dan melucuti segala otoritas mereka atas kitab suci
dalam sebuah tindakan yang begitu ilahi dan mengesampingkan segala prasyarat
oleh sebab siapakah dia sesungguhnya.
Pada kesempatan ini, saya
akan mengambil satu peristiwa mujizat
yang secara luar biasa memperlihatkan bahwa Yesus adalah Sang Mahkota Kitab
Musa- Musa sedang menuliskan Yesus kala menulis Kitabnya, dan dalam Matius 8, kita melihat hal yang harus diakui bahkan oleh para imam,
menurut ketentuan Kitab Musa itu
sendiri:
Penyakit Kusta Disembuhkannya dan Yesus Sang Pentahir Agung
Matius
8:2-4
(2)Maka
datanglah seorang yang sakit kusta
kepada-Nya, lalu sujud menyembah Dia dan berkata: "Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku."(3)
Lalu
Yesus
mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu dan
berkata: "Aku mau, jadilah engkau tahir."
Seketika itu juga tahirlah orang itu dari pada kustanya.(4) Lalu
Yesus berkata kepadanya: "Ingatlah, jangan engkau memberitahukan hal ini
kepada siapapun, tetapi pergilah, perlihatkanlah
dirimu kepada imam dan persembahkanlah
persembahan yang diperintahkan Musa, sebagai bukti bagi mereka."
Sebelum saya memberikan
penjelasan pokok, kita harus membaca teks-teks berikut ini untuk melihat sebuah
pertautan yang teramat kuat antara Yesus dan Kitab Musa. Sebuah pertautan yang
melampaui perkataan dan nubuat sebab sudah menyentuh kuasa pengampunan yang
menguduskan, tanpa sebuah keterikatan atau ketertundukan kepada ketentuan
Taurat itu sendiri. Mengapa? Sebab Yesus adalah Sang Pentahir di dalam Imamat
14. Mari
kita mulai melihat pada Imamat 13:
Imamat
13:1-3
(1) TUHAN
berfirman kepada Musa dan Harun: (2) Apabila pada kulit badan
seseorang ada bengkak atau bintil-bintil atau panau, yang mungkin menjadi
penyakit kusta pada kulitnya, ia harus dibawa kepada imam Harun, atau kepada
salah seorang dari antara anak-anaknya, imam-imam itu.(3) Imam
haruslah memeriksa penyakit pada kulit itu, dan kalau bulu di tempat penyakit
itu sudah berubah menjadi putih, dan penyakit itu kelihatan lebih dalam dari
kulit, maka itu penyakit kusta; kalau imam melihat hal itu, haruslah ia
menyatakan orang itu najis.
Imamat
13:45-46
(45)
Orang
yang sakit kusta harus berpakaian yang cabik-cabik, rambutnya terurai dan lagi
ia harus menutupi mukanya sambil berseru-seru: Najis! Najis!(46) Selama
ia kena penyakit itu, ia tetap najis; memang ia najis; ia harus tinggal
terasing, di luar perkemahan itulah tempat kediamannya.
Ulangan
5:2
Perintahkanlah
kepada orang Israel, supaya semua orang yang sakit kusta, semua orang yang
mengeluarkan lelehan, dan semua orang yang najis oleh mayat disuruh meninggalkan
tempat perkemahan;
Kusta
adalah penyakit yang kebenaran keberadaannya ditentukan oleh pengamatan mata
dan vonis seorang imam sebagaimana diatur di dalam Kitab Musa (Imamat 13:9-11).
Seorang yang terkena penyakit ini maka vonis bagi dirinya adalah najis. Jika
anda membaca keseluruhan Imamat 13-14 maka kita akan mengetahui bahwa mulai
dari vonis sakit hingga dinyatakan najis atau
vonis sembuh hingga dinyatakan tahir
melibatkan peran imam yang penting. Namun kita juga akan mengetahui bahwa para
imam tidak memiliki kuasa untuk menyembuhkan penyakit ini dan tidak memiliki
kuasa untuk menahirkan kala si penderita telah mengalami kesembuhan! Kecuali
menantikan dan melakukan pemeriksaan apakah akan atau sedang terjadi
proses kesembuhan, atau belum. Bahkan pelaksanaan pentahiran oleh seorang imam
tak memberi wewenang baginya untuk menahirkan selain Tuhan sendiri. Perhatikan
ayat-ayat berikut ini untuk mendapatkan gambarannya atau dinamika
ketakberdayaan para imam dan sekaligus kebergantungan belas kasihan Tuhan untuk
mau menyembuhkan dan menahirkannya:
Pemeriksaan
keberadaan penyakit:
Imamat
13:4-5
Tetapi
jikalau yang ada pada kulitnya itu hanya panau putih dan tidak kelihatan lebih
dalam dari kulit, dan bulunya tidak berubah menjadi putih, imam harus mengurung orang
itu tujuh hari lamanya. Pada hari
yang ketujuh haruslah imam
memeriksa dia; bila menurut penglihatannya penyakit itu masih
tetap dan tidak meluas pada kulit, imam harus mengurung dia tujuh hari lagi untuk
kedua kalinya.
Kesembuhan
adalah proses dan terjadi diluar kuasa para imam. Mereka hanya menanti:
Imamat
13:6
Kemudian pada hari yang ketujuh haruslah
imam memeriksa dia untuk kedua kalinya; bila penyakit itu menjadi
pudar dan tidak meluas pada kulit, imam harus menyatakan dia tahir; itu hanya
bintil-bintil. Orang itu harus mencuci
pakaiannya dan ia menjadi tahir.
Bahkan
sebuah kesembuhan yang telah diduga
telah berlangsung sebelumnya, dapat berbalik menjadi positif penyakit kusta. Para imam bahkan tak bisa memastikan apapun
terkait kesembuhan selain menanti prosesnya:
Imamat
13:7-8
Tetapi jikalau
bintil-bintil itu memang meluas pada kulit, sesudah
ia minta diperiksa
oleh imam untuk
dinyatakan tahir, haruslah ia minta diperiksa untuk kedua kalinya.
Kalau
menurut pemeriksaan imam bintil-bintil itu meluas pada kulit, imam harus menyatakan dia najis;
itu penyakit kusta.
Imam tak dapat memastikan
kesembuhan dan ketahiran seseorang sebagai seorang penyembuh dan pentahir, dia tak dapat berbuat
apapun selain mengamati dari “jauh” tanpa kuasa untuk memastikan dengan matanya. Hanya
bisa mengamati untuk menentukan apakah yang harus dilakukan: apakah
mengurungnya sebab belum pasti kusta (Im
13:4-5) atau saat itu juga tak perlu
dikurung sama sekali dan langsung dikatakan najis sebab memang keadaannya
menunjukan dia telah mengidapnya (Im13:9-11).
Jadi
siapapun seharusnya memahami natur penyakit yang sama sekali diluar kemampuan
manusia manapun untuk menanggulangi kenajisan yang diciptakan penyakit manusia
ini.Siapakah yang dapat menyembuhkanku
kala mengidapnya. Hanya Tuhan yang dapat menyingkirkan penyakit ini!
Bahkan pelaksanaan
penahiran seorang yang telah dinyatakan sembuh dengan mempersembahkan (sembuh bukan sama sekali tanda bahwa dia
tidak lagi najis)kurban hewan yang dapat menahirkan
kenajisan kusta, bukanlah hal yang sederhana dan kendali pentahiran bukan pada
tangannya untuk dilakukan. Dan jika anda membaca Imamat 14 anda akan
menemukan sebuah ketentuan-ketentuan
yang teramat ketat dan tak mudah untuk dilakukan. Menarik dan sangat bernilai
untuk membaca ketentuan-ketentuan
pentahiran orang yang telah dinyatakan sembuh dari penyakit kusta ketika diperbandingkan dengan
ketentuan-ketentuan ketat pentahiran orang yang kena kepada tubuh orang mati atau mayat (bacalah
Bilangan 19), yang memiliki kemiripan dengan ketentuan-ketentuan kenaziran
seseorang yang dapat menjadi najis oleh mayat ayah - ibunya (bilangan 6). Membacanya
akan memberikan kita sebuah gambaran teramat lugas betapa manusia sangat
membutuhkan dan hanya Tuhan yang dapat menguduskan manusia, tak ada sama sekali yang dapat diperbuat oleh manusia tanpa tunduk apa-apa saya yang
menjadi kehendak dan ketetapan Tuhan agar seorang manusia menjadi dikuduskan
dari segala kecemaran atau kenajisan atau dosa yang sebesar atau sekecil apapun,
bandingkan misalnya dengan:
Imamat
11:40
Dan
siapa yang makan dari bangkainya itu, haruslah
mencuci pakaiannya, dan ia menjadi najis sampai matahari terbenam;
demikian juga siapa yang membawa bangkainya haruslah mencuci pakaiannya, dan ia
menjadi najis sampai matahari
terbenam.
Jauh
lebih sederhana memang, bandingkan dengan yang mengidap kusta bagaimana dia
harus dikurung yang bahkan bisa 2x 7 hari hanya untuk menentukan apakah benar
dia berpenyakit itu. Dan bahkan ketika dia memang mengidap maka dia harus
menjadi lebih terkucil lagi oleh sebab
harus berkata pada dirinya : najis, najis!
Dosa
atau pelanggaran atas ketetapan Tuhan yang
bagaimanapun wujudnya, pasti akan
mendatangkan hukuman, dan kala itu terjadi tak ada yang dapat dilakukan manusia
selain harus menjalani konsekuensinya
mulai dari tidak terlalu kompleks
hingga yang sangat kompleks. Tak ada kata sederhana
ketika berbicara dosa, sebab tak ada yang dapat dilakukan manusia.
Tak ada solusi berupa upaya manusia atau perbuatan baik atau
pertobatan belaka akan memulihkan situasinya, tak mungkin jika bukan Tuhan
sepenuhnya melakukan tindakan penyelamatan!
Imamat
14 pada proses pentahiran manusia, selain menunjukan ketakberdayaan para imam,
juga menunjukan ketakberdayaan manusia untuk berbuat apapun selain mematuhi apa
yang menjadi solusi yang Tuhan sediakan! Perhatikan ayat-ayat ini untuk
memberikan sebuah potret terang:
Imamat
14:2-5
(2)Inilah
yang harus
menjadi hukum tentang orang yang sakit kusta pada hari
pentahirannya: ia harus dibawa kepada imam,(3) dan imam harus pergi ke luar perkemahan;
kalau menurut pemeriksaan imam penyakit kusta itu telah sembuh dari padanya,(4) maka imam harus memerintahkan, supaya bagi orang yang akan ditahirkan
itu diambil dua ekor burung yang hidup dan yang tidak haram, juga kayu aras,
kain kirmizi dan hisop.(5) Imam harus memerintahkan supaya burung yang seekor
disembelih di atas belanga tanah berisi air mengalir.
Kesembuhan
lahiriah, jika itu terjadi menurut pemeriksaan iman, tak lantas membuat orang
tersebut tahir! Tahir bukanlah terkait segala proses lahiriah yang dapat
dilihat oleh pengamatan mata para imam. Para imam dapat mengatakan bahwa
kustanya telah sembuh, namun para imam tak dapat mengatakan bahwa dia tahir.
Hanya Tuhan atau tindakan Tuhan saja yang akan menahirkannya!
Dia yang mengidap kusta, setelah sembuh tak bisa begitu saja masuk kembali ke dalam
perkemahan atau kembali mengalami pemulihan kewargaan dan hak-hak dasarnya
sebagai anggota masyarakat, tanpa
penahiran berdasarkan ketentuan-ketentuan TUHAN. Melakukan sebaliknya, akan
menajiskan semua perkemahan! Dia tak
dapat berteriak tahir, tahir, untuk menegaskan ketahirannya sebab sembuh,
sebagaimana kala dia mengidap harus berteriak najis, najis! Dia tetap
harus berpakaian yang cabik-cabik, rambut terurai dan menutupi mukanya, sampai dia memang telah ditahirkan
oleh Tuhan.
Bandingkan dengan
Imamat
13:43-45
Lalu
imam harus memeriksa dia; bila ternyata bahwa bengkak pada bagian kepala yang
botak itu putih kemerah-merahan, dan kelihatannya seperti kusta pada kulit,
maka
orang itu sakit kusta, dan ia najis, dan imam harus menyatakan dia najis,
karena penyakit yang di kepalanya itu. Orang
yang sakit kusta harus
berpakaian yang cabik-cabik, rambutnya terurai dan lagi ia harus menutupi
mukanya sambil berseru-seru: Najis! Najis!
Walau
dia telah dinyatakan sembuh oleh para
imam, namun belum ditahirkan menurut ketetapan Tuhan yang kudus dan tak dapat
dibantah, maka dia tetap najis dan seorang terasing sampai dia ditahirkan
Tuhan.
Bandingkan dengan
Imamat
13:46
Selama ia kena penyakit itu, ia
tetap najis; memang ia najis;
ia harus tinggal terasing, di
luar perkemahan itulah tempat kediamannya.
Tak
seorangpun boleh berada di dekat seorang najis, tak juga di rumahnya. Inilah
kondisi manusia yang sangat malang dan tak ada satu bentuk pertolongan dari
manusia-manusia sebaik apapun yang dapat melakukannya. Tak juga sebuah
pertobatan diri dapat memulihkanya dan tak juga
penyesalan sedalam apapun dapat menjadi sebuah solusi yang terpisah dari kehadiran dan keterlibatan
TUHAN! Selain ditahirkan oleh Tuhan!
Kenajisan
atau dosa bukanlah hal yang remeh atau belaka luncas atau meleset dalam sebuah
pengertian manusia yang dilepaskan dari konteks hakikinya:
sehingga
dikatakan tak akan menimbulkan konsekuensi-konsekuensi yang fatal bagi manusia dalam prospek keselamatan di dalam dirinya sendiri; sehingga dengan kata
lain:
mutlak memerlukan keterlibatan penebusan dan pengudusan oleh TUHAN. Berbicara
tak tahir dalam kasus ini, maka tak hanya dirinya yang harus disingkirkan dari kehidupan
normalnya manusia, pun barang-barangnya harus disingkirkan dalam sebuah cara
yang lebih buruk: Ini menunjukan betapa
pelanggaran atau pemberontakan atau penyimpangan atau dosa terhadap ketetapan
dan kehendak Tuhan bukan perkara yang dapat ditanggulangi oleh manusia-
apakah ringan atau berat, mutlak memerlukan penahiran atau pengudusan oleh
TUHAN:
Imamat
13:52
Ia
harus membakar barang-barang yang mempunyai tanda itu, karena itu kusta yang
jahat sekali; barang-barang itu harus dibakar habis.
Barang-barangnya
pun harus ditahirkan dan dikucilkan bagaikan manusianya yang dikurung selama 7
hari, sebelum ditentukan harus dimusnahkan:
Imamat
13:53-57
Tetapi
jikalau menurut pemeriksaan imam tanda itu tidak meluas pada barang-barang itu,
maka imam harus memerintahkan orang mencuci barang yang mempunyai tanda itu,
lalu ia harus mengasingkannya tujuh hari lagi untuk kedua kalinya. Kemudian
sesudah barang itu dicuci, imam harus memeriksa tanda itu lagi; bila ternyata
rupa tanda itu tidak berubah, biarpun itu tidak meluas, maka barang itu najis,
dan engkau harus membakarnya habis, karena tanda itu semakin mendalam pada
sebelah belakang atau sebelah muka. Dan jikalau menurut pemeriksaan imam tanda
itu menjadi pudar sesudah dicuci, maka ia harus mengoyakkannya dari
barang-barang itu. Tetapi jikalau tanda itu tampak pula pada barang-barang itu,
maka itu kusta yang sedang timbul; barang yang mempunyai tanda itu, haruslah
kaubakar habis.
Hanya
Tuhan yang dapat menahirkannya dan bukan kesembuhan itu sendiri atau upaya-upaya manusia untuk memantaskan atau memulihkan dirinya dengan melakukan upaya-upaya lahiriah pada kekuatan manusianya. Sehingga dengan demikian karakteristik moralnya yang berkembang dan baik tertampilkan secara lahiriah. Hanya Tuhan
yang menguduskan dan bukan pertobatan moral dan karakter manusia yang
menguduskan manusia dari segala kotoran-kotoran yang dikeluarkan oleh dosa.
Kenajisan atau ketakudusan manusia itu barangkali dapat diibaratkan keadaan manusia yang hidup didalam dunia yang sepenuhnya adalah
kubangan lumpur namun dikatakan indah. Sebab sekalipun anda adalah manusia bermoral baik atau
berkarakter baik atau berperangai penuh
kasih sayang selama anda berada didalam
dunia yang sepenuhnya kubangan lumpur dan tidak dipanggil mendekat padanya untuk dibenarkan dan dikuduskan ( 1 Kor 1:2, 1 Kor 6:11, Ibrani 2:11 bandingkan dengan Roma 6:1-2, 1 Tes 4:7, Kolose 1:5-11, Roma 7:14-20) maka bagi Tuhan tetaplah najis
dirimu itu. Mari kita lihat bagaimana ketentuan
Allah terkait pengudusan manusia itu oleh-Nya, sekalipun dia telah sembuh:
Imamat
14:10-13
(10)
Pada hari yang kedelapan ia harus mengambil dua ekor domba jantan yang tidak
bercela dan seekor domba betina berumur setahun yang tidak bercela dan
tiga persepuluh efa tepung yang terbaik diolah dengan minyak sebagai
korban sajian, serta satu log minyak. (11) Imam yang melakukan
pentahiran itu harus menempatkan orang
yang akan ditahirkan bersama-sama dengan persembahannya di hadapan TUHAN di depan pintu Kemah Pertemuan.(12) Dan
ia harus mengambil domba jantan yang seekor dan mempersembahkannya sebagai
tebusan salah bersama-sama dengan minyak yang satu log itu, dan ia harus
mempersembahkannya sebagai persembahan unjukan di hadapan TUHAN.(13) Domba jantan itu harus disembelihnya di tempat orang
menyembelih korban penghapus dosa dan korban bakaran, di tempat kudus,
karena korban penebus salah, begitu juga korban penghapus dosa, adalah bagian
imam; itulah bagian maha kudus.
Di hadapan Tuhan dan
di tempat
kudus adalah sentralnya sekalipun imam adalah pelaksanaan proses
pentahiran ini. Dan hanya pentahiran di
tempat kudus dan dengan ketentuan hewan kurban yang telah ditetapkan Tuhan saja,
maka pentahiran berlangsung di hadapan TUHAN. Di sini TUHAN yang menentukan
seseorang tahir, bukan imam dan bukan manusia itu sendiri, bahkan bukan oleh hewan-hewan kurban itu. Tak ada satu upaya
manusia atau perbuatan baik atau perbuatan moral baik lainnya yang dapat dilakukan orang yang
baru sembuh dari kusta akan menahirkannya, kehidupan moralitas baru tanpa
pengudusan dari Tuhan tetaplah kenajisan bagi Tuhan!
Dan
ketika anda melihat Yesus dalam Matius
8:2-4 maka anda akan berjumpa dengan Yesus Sang Pentahir yang melakukan
pentahiran seketika dan tanpa perlu memerintahkan penyelenggaraan kurban
sebagaimana diatur dalam Imamat 14.
Yesus
Sang Pembebas dari segala belenggu ketakberdayaan manusia (yang dikuasai atau dihidupi oleh hasrat-hasrat dosa yang membunuh
kehidupan manusia itu sendiri) pada hukum Taurat.
Si
pengidap Kusta itu, ketika berkata “Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku”, sedang menggambarkan secara jitu fakta
yang melingkupi penyakit tersebut, termasuk pengidap dan para imam yang tak
dapat berbuata apapun. Juga menunjukan
betapa dia tanpa harapan yang dapat diandalkan baik pada dirinya atau
lingkungan sekitarnya. Apa yang dapat dilihatnya adalah perbuatan-perbuatan
ajaib yang telah menjadi buah bibir
publik ketika Yesus berkenan melakukannya. Jika
Tuan mau! Ya...hanya itu, tepat seperti proses kesembuhan penyakit
Kusta yang “misterius” sebab diluar
pengetahuan para imam dan tepat seperti
proses pentahiran yang hanya dapat dilakukan oleh Tuhan sebab sembuh tidak
membuatnya tahir dan tak membuatnya
dapat diterima kembali ke dalam lingkungan masyarakat sehingga kembali menjadi
manusia yang bermartabat! Kesembuhan tidaklah cukup, dia butuh lebih dari
sekedar mujizat kesembuhan jasmaniah. Dia membutuhkan mujizat kesembuhan rohani
atau lebih tepatnya bahwa dia membutuhkan pemulihan kehidupanya dihadapan Tuhan
sebagai yang dikuduskan. Sehingga benar ketika dia berkata: Jika
Tuan mau, Tuan dapat mentahirkanku.
Dan lihatlah apa yang dilakukan oleh Yesus:
Yesus
mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu
Apakah
Yesus tak takut menjadi dinajiskan dengan
mengulur dan menjamah si pengidap kusta itu? Sementara pada Imamat 13 kita tahu
bahwa para imam hanya melakukan pengamatan mata tanpa kontak tubuh dengan mengulurkan dan menjamah!
Apakah Yesus menjadi najis?
Tidak sama sekali, dan ini bukan sesuatu
yang dapat diperdebatkan. Sebab tindakan
Yesus ini mendahului perkataannya yang berbunyi:
"Aku mau, jadilah engkau tahir."
Yesus mau dan jadilah tahir! Katharisthēti jadilah
tahir, bukan sekedar dalam makna yang basa-basi atau cuma sekedar bermakna
spititual belaka, namun sekaligus
menyembuhkan penyakit dan menahirkan orangnya.
Penyakit
itu sembuh seketika dan demikian juga dengan pentahirannya, bukan berproses
sebagaimana yang terjadi didalam Imamat 13 dan Imamat 14. Orang tersebut tidak
perlu datang kepada imam untuk dapat melakukan upacara pentahiran dan
menyediakan hewan-hewan kurban yang diperlukan. Yesus Sang Mesias Sang Rabbi
Sang Pembebas Sang Pentahir melakukan apa yang mustahil untuk dilakukan oleh
para imam. Dia adalah Sang Imam, imam diatas segala imam sebab dia tidak dikurung atau dipenjara oleh segala-segala
tuntutan Taurat. Mengapa? Oleh sebab satu hal: Dia adalah Sang Mahkota Taurat itu sendiri; bahwa dia sempurna dan kudus dihadapan hukum Taurat itu. Seperti
halnya dia mengambil paksa palu vonis dari tangan para hakim ahli Taurat yang sedang menghakimi
perempuan berzinah namun tak pantas sebab tak kudus. Pada orang berpenyakit kusta
ini pun demikian, dia Sang Mesias Sang Mahkota Hukum Taurat telah mengambil
alih pelayanan keimamatan yang selama
ini memang diatur dalam Kitab Musa. Dia memenuhi semua ketentuan kitab Musa
itu, malahan lebih sempurna dan unggul sebab Dia adalah Sang Pentahir didalam
Imamat 14 itu sendiri!
Dan perintah Yesus berikut ini sungguh luar biasa:
perlihatkanlah dirimu kepada
imam dan persembahkanlah
persembahan yang diperintahkan Musa, sebagai bukti bagi mereka
Sebagaimana
Imamat 13 mengatur bahwa imam yang menyatakan kesembuhan seorang dari Kusta,
maka Yesus memerintahkan orang yang
telah tahir tadi untuk MEMPERLIHATKAN DIRI (bandingkan dengan Imamat 14:2),
sebagai YANG TELAH DITAHIRKAN, bukan yang membutuhkan pentahiran. Yang kedua,
Yesus memerintahkannya untuk mempersembahkan persembahan yang diperintahkan
Musa (Imamat 14:4, Imamat 14:10), SEBAGAI BUKTI dan bukan sebagai hal yang
diperlukan untuk pelaksanaan pentahiran. Yesus memerintahkannya sebagai orang
yang telah disembuhkan dan ditahirkan. Ini semua
untuk satu kepentingan yang besar dan satu-satunya :
Lukas
24:44 Ia berkata kepada mereka: "Inilah perkataan-Ku, yang telah Kukatakan
kepadamu ketika Aku masih bersama-sama dengan kamu, yakni bahwa harus digenapi semua yang ada tertulis tentang
Aku dalam kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur."
Antara Yesus Kristus, Hukum
Taurat dan Imam-imam, oleh peristiwa ini telah menjadikan Yesus tak
dapat lagi diperbandingkan dalam kesetaraan yang bagaimanapun terhadap Hukum
Taurat dan Imam-Imam, oleh sebab Dia
sendiri adalah Pentahir tanpa perlu memenuhi atau diikat oleh
ketentuan-ketentuan hewan kurban, malahan dia memerintahkan hal-hal semacam ini setelah kesembuhan dan pentahiran dilakukan seketika
dan terjadi berdasarkan DIA MAU
MELAKUKANNYA, SEKALIPUN SI PENGIDAP TAK PANTAS DI HADAPAN KITAB MUSA – DIA BELUM
SEMBUH DAN BELUM MEMPERSEMBAHKAN HEWAN-HEWAN KURBAN MENURUT KITAB MUSA!
Selamat membaca dan
merenungkannya. Dalam kemurahan dan kasih setia-Nya, semoga kita dapat berjumpa
pada bagian selanjutnya, bagian kesepuluh.
AMIN
Segala
Kemuliaan Hanya Bagi TUHAN
No comments:
Post a Comment