Oleh: Martin Simamora
Ketika
Dunia Semakin Menjadi Bukti Ketiadaan Allah Dalam Pandangan Manusia, Tetapi
Bukan Sama Sekali Karena Allah Hingga Saat Ini Belum Berkuasa Untuk Menghakimi
Penguasa Dunia itu
Pandangan bahwa dunia
lebih tepat untuk dikatakan sebagai bukti ketiadaan Allah memang nyaris tak
terelakan dalam pandangan manusia. Semenjak manusia menitikberatkan kebebasan
manusia untuk melakukan apapun juga yang baik dalam pandangannya dan Tuhan kelihatannya tak berbuat apa-apa, ini
menggoda siapapun untuk mulai lebih berhati-hati untuk berkata Tuhan ada dan
berkuasa atas setiap tindakan. Hal semacam ini bukan hal yang baru dalam
Alkitab. Alkitab bahkan mengontraskan teramat benderang kehendak bebas manusia yang memiliki
kecenderungan untuk memberontak pada Tuhan sanggup memvonis: benarkah Allah
ada, atau cuma sekedar mekanisme jiwa manusia untuk tetap memiliki pengharapan
yang ditumpukan pada sosok atau “being” yang lebih tinggi dan lebih berkuasa
dari dirinya, jika pun tidak terbukti mahakuasa. Misal saja ini:
Mazmur
73:9-11 Mereka membuka mulut melawan langit, dan lidah mereka membual di
bumi. Sebab itu orang-orang berbalik kepada mereka, mendapatkan mereka seperti
air yang berlimpah-limpah. Dan mereka berkata: "Bagaimana
Allah tahu hal itu, adakah pengetahuan pada Yang Mahatinggi?"
Ini adalah sebuah
kejujuran beriman dari seseorang yang begitu dekat dengan Tuhan dalam kehidupan
spirtualnya. Siapakah Asaf?
Asaf si pemazmur ini, adalah sesorang musisi rohani yang sangat bertalenta dan
juga seorang pelihat! Mari perhatikan siapakah Asaf ini dalam catatan kitab
Tawarikh: “Lalu raja Hizkia dan para pemimpin memerintahkan orang-orang Lewi menyanyikan puji-pujian untuk TUHAN dengan kata-kata Daud dan Asaf, pelihat
itu. Maka mereka menyanyikan puji-pujian dengan sukaria, lalu berlutut
dan sujud menyembah” (2Tawarikh 29:30). Ia pelihat dan penulis lagi puji-pujian untuk
Tuhan. Ia memiliki kehidupan spiritualitas yang nyata baik bagi jemaat dan bagi
bangsanya bersama Daud.
Dan satu ketika, si
Pelihat dan Penulis lagu puji-pujian untuk TUHAN ini, harus menuliskan dalam mazmurnya baris-baris
yang memilukan dan melemahkan jiwanya. Ia jujur dalam beriman dan ia
mengemukakan pergumulannya. Tidak ada kemunafikan dan tidak membuatnya menjadi
malu dalam ia sedang terpukul. Apakah yang
membuatnya menulis baris-baris pada Mazmur 73:9-11 itu? Jawabnya akan
anda temukan dengan membaca mazmur tersebut secara keseluruhan.
Sangat sukar untuk
melihat Allah ada dan mahakuasa ketika si Pelihat tidak mendapatkan visi yang
otentik dari Allah ketika dunia semakin lama semakin menakutkan untuk
dilukiskannya. Kalau seorang penulis lagu sampai menuliskan realitas ini dalam
pujiannya, sementara ia sendiri adalah seorang pemimpin pujian dan pelihat,
maka jelas ia sedang berada pada titik keberimanan yang tak dapat lagi ia
sembunyikan bahwa dirinya tak lagi mampu untuk melihat Tuhan itu ada. Kejujuran
dan keterbukaannya dapat kita lihat pada bait-bait ini misalnya:
Mazmur
73:2-3 Tetapi aku, sedikit lagi maka kakiku terpeleset, nyaris aku tergelincir.
Sebab aku cemburu kepada pembual-pembual, kalau aku melihat kemujuran
orang-orang fasik.
Mazmur
73:13-14 Sia-sia sama sekali aku mempertahankan hati yang bersih, dan membasuh
tanganku, tanda tak bersalah. Namun sepanjang hari aku kena tulah, dan kena
hukum setiap pagi.
Bisakah anda
membayangkan seorang Pemimpin Pujian menuliskan bait-bait lagu bernada
kekecewaan yang demikian vulgar ini? Asaf jujur dalam beriman, sebab ia tahu
sekali apakah dasar pengimanannya itu, dan kepada siapakah ia beriman dan
berharap. Tetapi kemanusiaannya tidak memiliki kuasa sama sekali untuk
melindungi ketegarannya untuk bertahan lama. Ia bahkan ada di persimpangan
jalan yang paling krusial untuk diputuskannya. Penuh pergumulan, sekaligus ia
tak sanggup memalingkan matanya dari realitas hidup yang cenderung membuktikan
Tuhan tidak ada! Coba perhatikan ini:
Mazmur
73:15 Seandainya aku berkata: "Aku
mau berkata-kata seperti itu," maka sesungguhnya aku
telah berkhianat kepada angkatan anak-anakmu.
Seorang pemimpin
pujian seperti Asaf ini, legacy terbesarnya adalah mazmurnya
itu sendiri. Tetapi mazmur atau lagu seperti apakah yang akan diturunkannya
kepada generasi-generasi berikutnya? Apakah yang akan ditemukan dalam
mazmurnya? Seorang pemimpin pujian adalah seorang yang berdiri bukan untuk
dirinya sendiri tetapi untuk Tuhan bagi
umat-Nya. Dan ketika mulutnya memujikan Tuhan, haruslah itu sebuah
kehidupannya, bukan semata prosa atau puisi. Mazmur ini dan pada semua mazmur,
memang prosa, tetapi bukan sajak-sajak
lagu puitis yang fantasi dan utopia. Bukan! Mazmur akan menyingkapkan bagaimana
seorang pemuji hidup di dunia yang kelam atau tak selalu terang dan sejuk.
Pemuji tak bisa berdusta dibalik senyuman termanis dan kejituannya melantukan
lagu di atas notasi dalam sebuah kepresesian yang gemilang. Tidak bisa. Dan
jika benar seorang pemuji Tuhan adalah orang yang memiliki relasi dengan-Nya
secara karib, hampir pasti dari mulutnya akan keluar potret terbaik dunia ini
dan bagaimana manusia memandangnya.
Itu sebabnya,
kemudian Asaf menuliskan bait ini:
Matius
73:16-17 Tetapi ketika aku bermaksud
untuk mengetahuinya, hal itu menjadi kesulitan di mataku,
Dengarkan saya
baik-baik. Jika seorang pelihat dan pemuji yang begitu karib dengan perjumpaan-perjumpaan kemuliaan dan kemegahan
Allah yang dituangkan dalam tulisan-tulisan lagunya, sampai menuliskan “ketika
aku bermaksud untuk mengetahuinya, hal itu menjadi kesulitan di mataku”,
maka itulah sebuah kejujuran berimannya, bahwa ia tak berdaya untuk menemukan
sebuah landasan yang kokoh untuk memahami realitas itu. Dan itu artinya, itulah
titik kritikal imannya.
Sementara ia berada
dalam titik kritikalnya, ia tetap bernyanyi dalam hadirat Tuhan sementara ia
sudah begitu terpukul. Dan ia tetap tak berdaya! Puji-pujiannya sudah tak mampu
mengangkat jiwanya, tak mampu melepaskan pikirannya dari lingkaran setan pemikiran
“Bagaimana Allah tahu hal itu, adakah pengetahuan Yang Maha?”
Ketika saya
menuliskan bahwa Asaf adalah seorang pemuji yang begitu karib dengan
perjumpaan-perjumpaan kemuliaan dan kemegahan Allah yang dituangkan dalam
tulisan-tulisan mazmurnya, ini memang tak main-main. Pernahkah anda membaca
mazmurnya yang menakjubkan ini? Ini luar biasa:
Mazmur
50:3-22 Allah kita datang dan tidak akan berdiam diri, di hadapan-Nya api
menjilat, sekeliling-Nya bertiup badai yang dahsyat. Ia berseru kepada langit
di atas, dan kepada bumi untuk mengadili umat-Nya: Bawalah kemari orang-orang
yang Kukasihi, yang mengikat perjanjian dengan Aku berdasarkan korban
sembelihan! Langit memberitakan keadilan-Nya, sebab Allah sendirilah Hakim.
Sela Dengarlah, hai umat-Ku, Aku hendak berfirman, hai Israel, Aku hendak
bersaksi terhadap kamu: Akulah Allah, Allahmu! Bukan karena korban sembelihanmu
Aku menghukum engkau; bukankah korban bakaranmu tetap ada di hadapan-Ku? Tidak
usah Aku mengambil lembu dari rumahmu atau kambing jantan dari kandangmu, sebab
punya-Kulah segala binatang hutan, dan beribu-ribu hewan di gunung. Aku kenal
segala burung di udara, dan apa yang bergerak di padang adalah dalam kuasa-Ku. Jika
Aku lapar, tidak usah Kukatakan kepadamu, sebab punya-Kulah dunia dan segala
isinya. Daging lembu jantankah Aku makan, atau darah kambing jantankah Aku
minum? Persembahkanlah syukur sebagai korban kepada Allah dan bayarlah nazarmu
kepada Yang Mahatinggi! Berserulah kepada-Ku pada waktu kesesakan, Aku akan
meluputkan engkau, dan engkau akan memuliakan Aku." Sela Tetapi kepada
orang fasik Allah berfirman: "Apakah urusanmu menyelidiki ketetapan-Ku,
dan menyebut-nyebut perjanjian-Ku dengan mulutmu, padahal engkaulah yang
membenci teguran, dan mengesampingkan firman-Ku? Jika engkau melihat pencuri,
maka engkau berkawan dengan dia, dan bergaul dengan orang berzinah. Mulutmu
kaubiarkan mengucapkan yang jahat, dan pada lidahmu melekat tipu daya. Engkau
duduk, dan mengata-ngatai saudaramu, memfitnah anak ibumu. Itulah yang engkau
lakukan, tetapi Aku
berdiam diri; engkau
menyangka, bahwa Aku ini sederajat dengan engkau. Aku akan menghukum
engkau dan membawa perkara ini ke hadapanmu. Perhatikanlah ini, hai kamu yang
melupakan Allah; supaya jangan Aku menerkam, dan tidak ada yang melepaskan.
Ini adalah kontras
terhadap Mazmur 73. Mazmur 50 ini luar
biasa megah dan bahkan menunjukan bahwa keberdiaman Allah tidak boleh
disangkakan dan diajarkan sebagai Allah memiliki problem di dunia yang jahat.
Lalu apa yang membuat
Asaf terselamatkan pada titik
kritikalnya? Apakah karena ia semakin membangun kehidupan yang bertobat dan
meninggalkan pikiran yang jahat mengenai Allah, membuang semua prasangkanya?
Jelas tidak, lah…ia membuka mazmurnya dengan bait kebimbangan: Tetapi aku,
sedikit lagi maka kakiku terpeleset, nyaris aku tergelincir. Sebab aku cemburu
kepada pembual-pembual, kalau aku melihat kemujuran orang-orang fasik. Sebab
kesakitan tidak ada pada mereka, sehat dan gemuk tubuh mereka;…dan seterusnya!
Saudaraku, benar
kitab suci mengajak kita memandang pada Tuhan bukan pada apa yang ada di
sekeliling kita, sebab sekeliling kita pada realitasnya bisa seperti ini: hari
ini indah, esok sudah gosong karena perang atau karena musibah/bencana dan
seterusnya. Jadi memang nggak akan pernah sekeliling kita yang indah-indah dan
positif itu, bisa jadi pondasi beriman, walau dalam derajat tertentu bisa menjadi
sarana-sarana terbatas untuk membangun pengharapan dan masa depan yang
gemilang.
Lalu,
Apakah Asaf Melihat Masa Depan Iman yang Gilang Gemilang, Pada Akhirnya?
Mungkinkan di
dunia yang penuh dengan kejutan-kejuatan
tak menyenangkan, masih bisa memiliki masa depan iman yang gilang gemilang?
Jawabnya sangat bisa, tetapi jelas tidak akan pernah dan tak akan mungkin datang
dari dunia ini, tetapi dari Allah sumber damai sejahtera sejati bagi saya dan
anda.
Asaf tak pernah
terselamatkan karena kekuatan imannya yang memberinya kuasa untuk memulihkan
jati diri imannya, tidak. Tetapi ini:
Maz
73:17-22 sampai aku masuk ke dalam tempat kudus Allah, dan memperhatikan
kesudahan mereka. Sesungguhnya di tempat-tempat licin Kautaruh mereka,
Kaujatuhkan mereka sehingga hancur. Betapa binasa mereka dalam sekejap mata,
lenyap, habis oleh karena kedahsyatan! Seperti mimpi pada waktu terbangun, ya
Tuhan, pada waktu terjaga, rupa mereka Kaupandang hina. Ketika hatiku merasa
pahit dan buah pinggangku menusuk-nusuk rasanya, aku dungu dan tidak
mengerti, seperti hewan
aku di dekat-Mu.
Problem raksasa
sebagaimana judul renungan ini, sebetulnya bercorak penghakiman pada
keberdiaman Allah. Ketika manusia tak sepatah katapun pernah mendengarkan
pengakuan ketakberdayaan Allah, namun manusia berani menghakimi-Nya, inilah
problemnya. Ketika diam diartikan tak berdaya dan mahakuasa, ketika memuji
Tuhan dan beriman dikatakan sekedar mekanisme pelarian jiwa untuk mendapatkan
penenangan jiwa yang psikologis belaka, sementara terlihat logis, justru tak
menjelaskan apapun. Bagi saya, kenapa tak pertama-tama mempertanyakan moralitas
dan kehendak bebas manusia yang justru lebih rasional untuk dipahami dan
dijelaskan dari sudut ilmu-ilmu pengetahuan. Bukankah rasionalnya ketika
siapapun sudah sampai pada judgement Allah tidak berdaya pada kejahatan dunia
ini, sudah seharusnyalah moralitas dan kehendak bebas manusia sanggup tampil
sebagai tuhan sumber damai sejahtera dunia ini. Kenyataannya jelas tidak,
karena manusia memiliki problem yang mungkin mampu dijelaskannya secara
rasional akademik, tetapi jiwanya sendiri
bukan tumpuan dan bukan sumber kuasa yang bisa menciptakan order atau
tatanan jiwa manusia yang lebih beradab, rasionalistik humanis yang memproteksi
keberadaban kemanusiaan.
Karena memang bukan
itu sumber pemulihannya, tetapi Tuhan. Sebab manusia memerlukan Tuhan. Saya dan
anda memerlukan Tuhan untuk memulihkan kerusakan jiwa yang lebih menghamba
kepada dosa ketimbang kehendak-kehendak suci Allah. Asaf pada bait berikutnya
menuliskan begini:
Mazmur
73:23-24 Tetapi aku tetap di dekat-Mu;
Engkau memegang tangan kananku. Dengan nasihat-Mu Engkau menuntun aku, dan
kemudian Engkau mengangkat aku ke dalam kemuliaan.
Aku tetap di
dekat-Mu? Apa sebabnya? Inilah penyebabnya: Engkau memegang tangan kananku!
Apalagi? Ini penyebabnya Asaf dan juga saya serta anda akan secara pasti tetap
dekat dengan-Nya: dengan nasihat-Mu Engkau menuntun aku!
Pada akhirnya dunia
ini akan semakin dalam rupa sebagaimana kehendaknya sendiri. Kehendak bebas
dunia ini dengan segala kecerdikannya akan semakin memerintah tanpa bisa sama
sekali membawa damai di dunia ini. Dunia punya versi sendiri akan apakah damai.
Coba baca lagi damai versi dunia pada
artikel-artikel di bawah artikel ini, artikel-artikel sebelumnya tepat sebelum
ini. Jadi apa yang paling penting bagi saya dan anda sebagai anak-anak Allah di
dunia ini, sebagai tebusan Sang Kristus
yang sementara ini masih hidup dan masih harus menjalankan peran dan
tanggungjawab penuh hormat kepada kemanusiaan dalam naungan tunduk kepada
Tuhan? Ini yang terpenting sebagaimana Asaf bermazmur:
Maz73:25-28
Siapa gerangan ada padaku di sorga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang
kuingini di bumi. Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan
bagianku tetaplah Allah selama-lamanya. Sebab sesungguhnya, siapa yang jauh
dari pada-Mu akan binasa; Kaubinasakan semua orang, yang berzinah dengan
meninggalkan Engkau. Tetapi aku, aku suka dekat pada Allah; aku menaruh tempat
perlindunganku pada Tuhan ALLAH, supaya dapat menceritakan segala
pekerjaan-Nya.
Karena dunia ini
bukan bukti ketiadaan atau ketakmahakuasaan Allah sementara ya benar Ia
berkuasa, maka Ia tepat kita jadikan tempat perlindungan saya dan anda. Kalau
nggak…hentikan celoteh doa-doamu itu, itu benar-benar sakit jiwa berdoa kepada
Tuhan namun sangat percaya bahwa Ia walau berkuasa, jelas tidak mahakuasa. Atau
sekalipun mahakuasa, ia masih punya problem dengan iblis terkait barang bukti
yang tak memadai untuk tegaknya penghakiman yang adil dan kudus tanpa celah.
Asaf berkata,
pemikiran yang memaksa untuk memahami
dunia dan Allah pada kontrasnya yang paling pahit, hanya akan membuat kita tak
lebih tak kurang adalah dungu dan tidak mengerti seperti hewan di hadapan-Nya.
Jadi hati-hati dengan
siapa anda beriman, Tuhankah atau hantukah? Masak anda mau berdoa kepada Tuhan
yang hingga saat ini masih jadi pecundangan iblis terkait Allah lemah dalam
barang bukti penghakiman. Kita telah melihat Asaf, tidak menunjukan adanya
problem semacam itu.
Yesus Sang Mesias, juga menunjukan hal yang sama kepada
saya dan anda, bahwa tidak ada problem pada Allah terkait realitas dunia semacam ini. Bahkan ketika Ia dalam pandangan dan pemahaman kita, tak juga bertindak semestinya. Sang Kristus bahkan meninggalkan pesan vulgar dalam pengontrasannya
terhadap realitas dunia dan diri-Nya:
Yohanes
17:27 Damai sejahtera Kutinggalkan
bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan
kepadamu, dan apa yang Kuberikan
tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu.
Beriman itu tidak
menjadikan kita orang-orang yang berpikir utopia! Nggak pernah seperti itu.
Yesus itu manusia paling obyektif kok. Ia ngomong dua realitas paling kontras:
ia tinggalkan damai sejahtera, tapi ia juga membicarakan ketakutan yang bisa muncul,
sehingga juga berkata janganlah gelisah dan gentar hatimu.
Apakah sekarang
problem kita? Jadilah obyektif dan rasional dalam beriman. Jika Yesus begitu
ilahi dan begitu rasional, mengapa saya dan anda tidak. Tentu pada akhirnya ia
tak minta saya dan anda mendewakan kemampuan obyektivitas dan rasionalitas saya
dan anda, karena pasti gagal dan bikin lemes iman. Tetapi dalam demikian, kita
mendengarkan nasihat-Nya! Anda percaya nasihat-Nya ini adalah kebenaran dan
berkuasa? Anda percaya dengan “janganlah gelisah dan gentar hatimu” dengan
berpijak pada damai sejahtera yang ditinggalkannya itu?
Mari buat keputusan
dan jadilah manusia yang tangguh. Saya dan anda boleh sedih, boleh aja kadang
lemes imannya karena kalau saat didekat anda bom meledak dan anda diluputkan,
anda pasti lemes imannya sementara anda sebisa-bisanya menguatkan diri.
Mari
kita berdoa: Bapa yang baik, kami tahu dunia tempat kami tinggal ini bukan rumah
kami yang kekal. Kami tahu kalau ini semua sementara. Tetapi kami juga tahu
melalui Anak-Mu yang tunggal kalau kami harus hidup secara benar dan serius di
dunia ini untuk menghasilkan kebaikan-kebaikan dan berkat-berkat bagi banyak
orang, agar kiranya melalui diri kami yang sederhana ini, ada sinar kemuliaan
Kristus yang penuh kasih memancar untuk menjangkau jiwa untuk menerima damai
sejahtera-Mu. Roh Kudus, tolonglah kami, agar kami menjadi damai sejahtera yang
ada di bumi ini, bahwa kami adalah para pembawa damai sejahtera-Mu. Urapilah
kami ya Roh Kudus, agar dunia ini tidak mengalahkan kami, berilah kami kuasa
dan otoritas seperti Asaf untuk masuk kedalam tempat Kudus-Mu, sehingga kami
tahu bagaimana kami harus hidup dalam berbagai medan laga yang mungkin kami
harus hadapi. Ya Bapa kami yang di sorga, curahkanlah kepada kami kekuatan
untuk hidup, kekuatan untuk beriman dan kekuatan untuk menyatakan kasih Allah
yang kami dapatkan hanya di dalam dan
melalui satu-satunya Anak Allah, Yesus Sang Kristus, Sang Penebus kami yang
hidup. AMIN
"Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah!”
Maz 46:10
Soli
Deo Gloria
No comments:
Post a Comment