Merupakan hukum kehidupan yang tidak dapat kita sangkali adalah bahwa manusia tidak dapat dipisahkan dengan waktu yang berjalan. Sadar atau tidak sadar, kita terikat dengan waktu. Kita harus tunduk kepadanya, sebab tidak seorang pun yang sanggup menghentikan waktu. Kenyataan ini harus kita camkan dengan sungguh-sungguh. Tidak boleh kita masa bodoh.
Selama ini orang mengungkapkan “waktu adalah uang”. Kemudian rohaniwan menangkisnya dengan konsep “waktu adalah anugerah”. Benarkah waktu adalah anugerah? Benar sebagian, sebab waktu adalah anugerah bagi orang tertentu, tetapi sebaliknya menjadi kutuk bagi orang yang lain. Waktu menjadi anugerah bagi orang yang memanfaatkannya secara bijaksana (Ef. 5:15–17), sebaliknya waktu menjadi kutuk bagi orang yang mengisi hari-hari hidupnya dengan tidak bijaksana.
Dalam waktu hidup ini terdapat kesempatan, yang bisa diibaratkan sebagai kendaraan yang membawa kita kepada kebenaran Allah atau sebaliknya menjauhinya. Dalam Ef. 5: 16, Paulus berkata, “Pergunakanlah waktu yang ada.” Di sini waktu ibarat kendaraan yang dimanfaatkan; maksudnya, diarahkan ke tujuan yang benar.
Sebab waktu tetap berjalan, tidak ada yang dapat menghentikannya. Setiap orang terseret oleh waktu itu. Karenanya sementara kita diseret oleh waktu, hidup di dalam waktu ini harus diarahkan ke tujuan yang benar (1Kor. 9:26). Waktu ini sangat singkat, artinya kendaraan yang membawa kita kepada kebenaran ini terbatas masa penggunaannya (Yak. 4:4; 1Ptr. 1:24). Menyadari hal ini maka kita harus memiliki hati yang bijaksana (Mzm. 90:10). Oleh sebab itu, jangan kita gunakan waktu yang tersisa ini untuk hal-hal yang tidak Tuhan kehendaki; tetapi gunakanlah secara bijaksana (1Ptr. 4:2–3).
Memang kenyataannya masih banyak manusia tidak menggunakan waktu dengan bijaksana dan tidak membawa diri kepada kebenaran Allah. Banyak waktu yang mereka gunakan untuk sekadar mengumpulkan harta, meraih cita-cita duniawi seperti pangkat, prestasi, gelar dan sebagainya. Waktu digunakan untuk memuaskan hasrat daging dan berbagai kesenangan, seolah-olah hidup ini adalah kesempatan satu-satunya bagi manusia memiliki kesadaran.
Ia lupa bahwa hidup ini sekarang baru permulaan dari sebuah kesadaran abadi (1Kor. 15:32; Luk. 16:19–31). Di balik kehidupan hari ini, masih ada kehidupan yang panjang yang disediakan Allah, yaitu kehidupan di keabadian. Inilah yang dinanti-nantikan oleh tokoh-tokoh iman (Flp. 3:10–11). Gereja Tuhan harus menggiring jemaat kepada kehidupan yang penuh harapan (1Ptr. 1:3–4): harapan untuk hidup dalam kekekalan bersama dengan Tuhan.
Photo Credit : "Wonderful Sunset" www.travel.kalemguzeli.net
(TRUTH)
No comments:
Post a Comment