Hidup ini harus dipahami sebagai petualangan yang hebat, suatu kesempatan yang luar biasa yang dianugerahkan oleh Penciptanya kepada masing-masing kita. Banyak orang tidak menghargai hidup ini sebab tidak menyadari betapa hebatnya kehidupan ini. Fasilitas kehidupan ini sendiri sebenarnya sangat mengagumkan, pantas dikatakan sebagai mukjizat.
Fisik atau tubuh kita dengan semua organ, komponennya dan metabolismenya yang sangat menakjubkan. Apalagi unsur rohani atau jiwa yang tidak kelihatan; termasuk di dalamnya kecerdasan dan perasaan yang kita miliki. Manusia diciptakan dengan keberadaan seperti Penciptanya sendiri. Ini memberikan kita potensi atau kemampuan untuk dapat bersekutu dengan Tuhan, menjadi partner yang berinteraksi dengan Tuhan.
Alam semesta dengan segala fasilitasnya juga sangat menakjubkan. Semua keagungan ini sebenarnya hanya merupakan sarana atau untuk terjadinya suatu perjumpaan antara masing-masing individu manusia dengan Tuhan Semesta Alam yang Mahaagung. Oleh sebab itu, alam semesta dengan segala kekayaannya tidak boleh menjadi tujuan. Kuasa jahat yang hendak menarik manusia menjadi sekutunya telah menyesatkan banyak orang supaya alam semesta menjadi tujuan. Inilah yang dilakukan Iblis terhadap Tuhan Yesus pada awal pelayanan-Nya. Iblis membujuk Tuhan Yesus untuk menyembah-Nya dengan memberi imbalan dunia yang indah (Luk. 4:5-8). Jadi, orang yang terpikat dengan dunia berarti ia telah menyembah Iblis.
Seandainya tidak ada kita sebagai manusia, maka tidak ada perjumpaan antara kita dengan Tuhan. Dan jika tidak ada perjumpaan itu, memang tidak ada kerugian maupun keuntungan. Tetapi kalau Sang Pencipta sudah menciptakan kita, maka terdapat suatu fakta adanya kerugian atau keuntungan. Dengan kata lain: kehinaan atau kemuliaan, neraka kekal atau surga kekal.
Sekali lagi diingatkan, inilah yang kemudian menjadikan hidup kita ini berisiko tinggi. Marilah belajar menyadari bahwa hidup ini bukan sekadar sebuah perjalanan sederhana yang singkat, dan setelah itu berlalu tanpa dampak atau akibat. Bila kita memiliki pemahaman seperti ini maka kita telah menjadi sekelas dengan hewan, tidak ada bedanya (1Kor. 15:32).
Kita tidak bisa berkata: “Aku tidak mau menjadi manusia dengan resiko kekekalan ini!” Siapakah kita ini sehingga bisa atau boleh mengatakan itu? Kita adalah mahkluk ciptaan, yang tidak berhak berargumentasi dengan Sang Pencipta.
Photo Credit : The Antarctic - www.antarcticmicrolightchallenge.com
(TRUTH)
No comments:
Post a Comment