Karena Dialah yang Akan Menyelamatkan Umat-Nya dari Dosa Mereka
Oleh: Martin Simamora
A. Kelahiran Sang Kristus & Dosa
Sementara
perayaan kelahiran Sang Kristus dalam
segala kekhikmatannya dan dalam refleksi iman bahwa Allah begitu mengasihi manusia sehingga Ia
mengirimkan satu-satunya Juruselamat dunia, harus dicamkan bahwa kelahiran Sang
Mesias ini sangat terkait erat dengan problem maha besar bagi manusia di dunia
ini. Kelahiran Kristus bukan saja diasosiasikan dengan problem manusia yang tak
terpecahkan oleh manusia itu sendiri, tetapi memang Ia dilahirkan kedalam dunia
ini untuk satu tujuan besar yang datang dari Allah bagi manusia: karena Dialah yang akan menyelamatkan
Umat-Nya dari Dosa mereka. Mari perhatikan injil ini:
Tetapi
ketika ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan nampak kepadanya dalam
mimpi dan berkata: "Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil
Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh
Kudus. Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan
umat-Nya dari dosa mereka."- (Matius 1:20-21)
Jikalau
kita mau memperhatikan secara cermat dan penuh dengan pengakuan keberadaan diri
terhadap problem dosa, maka kita melihat satu pesan kuat bahwa dosa pada
problemnya setidaknya mengandung 2 elemen kuasa yang mencengkram manusia:
Pertama:
dosa memiliki kuasa yang bekerja pada eksistensi umat manusia dalam sebuah cara
sedemikian rupa sehingga bukan saja memperbudak namun memegang destinasi akhir
umat manusia tanpa dapat dicegahnya untuk terwujud.
Kedua: dosa memiliki kuasa
yang bekerja dan memerintah secara supra-kemanusiaan umat manusia sehingga bukan saja melampaui atau
mengatasi dunia moralitas atau karakter dan keluhuran/ kemuliaan seorang makhluk
manusia, namun menjadikan segala aspek akal budi dan keagungan budi pekerti
manusia tidak mampu bahkan untuk sekedar melemahkan dan apalagi menekuk kuasa
dosa melalui kinerja-kinerja keluhuran manusia yang dapat dibangun dan dikembangkannya
pada tingkat keoptimalannya secara konsisten. Itu sebabnya berbagai upaya
membangun moralitas dan keluhuran makhluk manusia menjadi tidak relevan untuk dikontradiksikan
atau dioposisikan terhadap kasih karunia Allah, seolah kasih karunia Allah merendahkan
atau mengakibatkan pembangunan karakter mulia menjadi tak penting atau bukan
hal mulia untuk dibiakan, atau sebaliknya: dengan membangun kemuliaan manusia
dalam keoptimalan menjadi salah satu cara mendapatkan perkenanan Allah, walau
tanpa Kristus dan tanpa sama sekali mendengarkan injil.