Oleh: Martin Simamora & 'Martin's Political Thought"
Ketika Apakah Akan Perang Atau Damai
Diandalkan Di Tangan Manusia - Manusia Fana Yang Fasih Mengepalkan Tinju Ketika
Bahaya Mengancam
kredit: inserbia.info |
Mendengarkan amsal latin yang berbunyi Si vis pacem, para bellum
yang bermakna “If you want peace, prepare for war” atau “jika anda menginginkan damai, bersiaplah untuk perang?” Bagaimana bisa
perang dan damai adalah sebuah pasangan yang harus hadir dalam perimbangan yang
harus benar-benar dilakukan? Apa yang harus diperhatikan adalah, amsal ini
bukan lahir dari sebuah moralitas putih nan suci tetapi lahir dari realitas
dunia manusia yang sejak awal belajar bagaimanakah kedamaian bisa ditegakan
dengan perang dan dipelihara dengan membangun kekuatan militer yang terhormat. Negara Kesatuan
Republik Indonesia, sejak pemerintahan presiden Soesilo Bambang Yudhoyono,
misalnya telah mencanangkan agar kekuatan militer kita harus memenuhi Minimum
Essential Force (MEF), sebagaimana dapat ditelusuri pada “Pidato Presiden RI Pada Penyampaian RUU APBN 2015 Beserta Nota Keuangannya di Depan Rapat Paripurna DPR-RI, Jakarta, 15 Agustus 2014.”
Apakah yang hendak ditunjukan melalui amsal latin tersebut? Hanya ada satu: damai yang diupayakan dunia ini, tidak akan pernah eksis sehingga menciptakan sterilisasi segala rupa dan skala perang di setiap titik dunia ini. Faktanya, damai dalam segala perwujudannya harus berkompetisi keras dalam gagasan-gagasan, anggaran-anggaran dan berbagai riset pengembangan berbagai rupa persenjataan pembunuh masal yang kian cerdas dan kian efektif melahirkan kematian, sekalipun semua manusia berlindung di dalam bunker-bunker atau kosntruksi-konstruksi beton dan baja yang sangat kokoh dan tebal perlindungan manusia, untuk menahan hantaman bom atau rudal-rudal pintar yang menyasar jiwa-jiwa manusia.
Apakah yang hendak ditunjukan melalui amsal latin tersebut? Hanya ada satu: damai yang diupayakan dunia ini, tidak akan pernah eksis sehingga menciptakan sterilisasi segala rupa dan skala perang di setiap titik dunia ini. Faktanya, damai dalam segala perwujudannya harus berkompetisi keras dalam gagasan-gagasan, anggaran-anggaran dan berbagai riset pengembangan berbagai rupa persenjataan pembunuh masal yang kian cerdas dan kian efektif melahirkan kematian, sekalipun semua manusia berlindung di dalam bunker-bunker atau kosntruksi-konstruksi beton dan baja yang sangat kokoh dan tebal perlindungan manusia, untuk menahan hantaman bom atau rudal-rudal pintar yang menyasar jiwa-jiwa manusia.
Mengapa demikian konsep damai yang dioperasikan dan diyakini
bersama-sama oleh semua umat manusia warga negara-negara bumi ini? Perlu
diketahui bahwa si vis pacem, para belum hanyalah penggalan dari [lihatlah
sejenak “THE ORIGINS OF WAR” dan untuk bacaan lebih serius “THE REASONS FOR WARS” dan “WAR AND PEACE- LEO TOLSTOY”] “Qui desiderat pacem, bellum praeparat; nemo
provocare ne offendere audet quem intelliget superiorem esse pugnaturem"
atau “Whosoever desires peace prepares for war; no one provokes, nor dares to
offend, those who they know know to be superior in battle” atau “siapapun
yang mendambakan damai bersiaplah untuk perang, tidak ada yang mencari
gara-gara, atau tidak juga ada yang
berani berlaku kurang ajar pada mereka yang tahu tahu untuk menjadi
superior dalam pertempuran.” Tak mengherankan bahwa Yesus Sang Mesias
telah mempersiapkan para muridnya untuk mengajarkan kepada generas-generasi berikutnya dan menghadapi perkembangan dunia di masa depan, atau di
dunia yang lebih maju kelak.
Apakah yang dikatakan Yesus terkait natur damai yang diyakini oleh pada umumnya (sebab ada beberapa negara tidak memiliki angkatan bersenjatanya sendiri) semua negara?
Apakah yang dikatakan Yesus terkait natur damai yang diyakini oleh pada umumnya (sebab ada beberapa negara tidak memiliki angkatan bersenjatanya sendiri) semua negara?
Mari kita
mendengarkannya: