Memahami
Tantangan Dunia Medis Dalam Upaya Menyelamatkan Pasien Covid-19 Yang Mengalami
Gagal Pernafasan
Oleh:Blogger
Martin Simamora
Diana & Carlos Aguilar, telah menikah selama 35 tahun, berkumpul kembali di kediamannya setelah menjalani perawatan covid-19 dan diintubasi di RS. Sommerset- Credit: Carlos Aguilar, Jr |
SARS-CoV2.
Karena
SARS-CoV2 benar–benar baru bagi tubuh manusia, infeksi dapat memicu sebuah
respon imunitas tubuh secara massif. “Jika anda mengalami sebuah infeksi,
tubuhmu akan berusaha merekrut sebanyak mungkin sel-sel imunitas sebagai upaya
agar dapat melawan infeksi tersebut. Sementara hal tersebut memang efektif
menghancurkan sel-sel yang mengandung virus, namun juga berpotensi untuk merusak jaringan sekitar
sel-sel tersebut juga.” Sebagaimana dikemukakan oleh Christopher Petrilli,
seorang asisten professor di NYU Langone Health, di New York kepada
Blommberg.com.
Saling keterkaitan antara sistem-sistem
pernafasan dan sirkulasi, yang menyalurkan darah yang telah diperkaya oksigen
ke tubuh adalah rapuh. Pada pasien-pasien Covid-19, paru-paru tidak menyalurkan
cukup oksigen. Paru-paru membatasi jumlah oksigen yang dipasoknya kedalam
darah, yang mana seharusnya memberikan kehidupan bagi tubuh, memperbaiki dan
mengganti sel-sel yang telah rusak dan menopang sistem imunitas tubuh. Pada
titik inilah ventilator digunakan.
Ventilator dapat diatur
untuk meningkatkan oksigen, tekanan dan volume, mendorong udara secara lebih
bertenaga kedalam paru-paru. Tetapi bahkan ada seorang pasien yang kondisinya
sudah sangat parah, sejumlah alveoli masih berfungis baik. Tujuang
penggunaannya adalah untuk melepaskan tekanan pada bagian-bagian paru-paru yang
sakin sementara juga menopang bagian-bagian yang masih bekerja baik, memastikan
paru-paru memiliki jumlah oksigen yang ideal sehingga dapat memperkaya darah
dengan oksigen seefisien mungkin.
“Ketika kami menempatkan
pasien pada ventilator-ventilator, salah satu tujuan saya adalah untuk
memberikan kepada pasien oksigen yang mereka butuhkan tetapi tidak menyebabkan
kerusakan pada bagian-bagian paru-paru yang masih sehat. Anda tidak ingin
memberikan oksigen terlalu kecil, tidak juga terlampau banyak. Anda ingin
memberikannya sejumlah yang tepat diperlukan pasien,” ujar J.Brady Scott,
seorang associate professor Cardiopulmonary di Rush University Medical Center
di Chicago.
Dikembangkan Untuk Menolong
Pasien Polio & Problem Jangka Panjang Pasien Covid19 Setelah Ventilator
Selama
bertahun-tahun fokus utama dokter-dokter di perawatan kritikal yang
mengintubasi pasien-pasiennya adalah mengupayakan agar tetap hidup, berupaya
melakukan berbagai perbaikan dan pengembangan dalam sebuah upaya untuk
meningkatkan angka keberhasilan menyelamatkan pasien. Mesin-mesin ventilator,
pertama kali diperkenalkan tahun 1928, pada awalnya disebut paru-paru besi dan
telah digunakan untuk menolong pasien-pasien polio untuk bernafas. Barulah belakangan
ini saja para peneliti telah mempelajari bahwa respon-respon biologis pada
mesin-mesin bantuan pernafasan ternyata kerap memberikan bahaya seketika yang
akan berlangsung selamanya.
“Ada
banyak bahaya-bahaya ketika kami menggunakan sistem pernafasan mekanik, kami
harus membius pasien-pasien untuk mentoleransikan tabung pernafasan mekanikal
masuk kedalam paru-paru mereka, dan lebih lama anda dalam sebuah ruang ICU
dalam kondisi terbius karena membutuhkan sebuah mesin ventilator, maka
bahaya-bahaya lain muncul seperti menyusutnya kekuatan otot dan infeksi-infeksi
lainnya yang akan didapat selama di rumah sakit-meningkat,” jelas Richard Lee,
ketua interim penyakit paru-paru dan pengobatan perawatan kritikal di
Universitas California, Irvine.
Ketika
seorang dipasangkan dengan sebuah ventilator, otot-ototnya yang secara khusus
didesain untuk menangani sistem pernafasan akan mulai masuk fase degenerasi
secara bertahap. Banyak pasien yang dibius agar lebih mudah bagi mesin
mengambil alih sistem pernafasan. Tetapi imobilisasi tubuh semacam ini juga
menghentikan bagian-bagian tubuh lainnya dan menyebabkan pelemahan secara luas.
Resiko
kematian tetap lebih tinggi daripada rata-rata pada setidaknya satu tahun
setelah ventilator dilepaskan, sebuah resiko yang terkait baik pada jumlah hari
penggunaan mesin tersebut dan kondisi-kondisi kesehatan bawaan sebelum jatuh
sakit.
Pasien
Covid-19 suami-isteri Diana dan Carlos misalnya menunjukan hasil yang berbeda.
Diana tidak memiliki catatan kesehatan yang baik. Ia adalah seorang penyintas
kanker yang bertahan 2 kali dengan masalah tekanan darah tinggi, kekurangan zat
besi. Ia hanya memiliki memori yang kabur akan hari-harinya selama di
ventilator, tersadarkan dari bius dengan rasa sakit tak bisa berbicara dan
bergerak, sebelum akhirnya mengalami kesukaran tidur yang dipenuhi dengan
mimpi-mimpi keluarganya yang telah meninggal dunia. Sementara suaminya, Carlos,
dengan catatan kesehatan yang baik, memiliki pengalaman yang sangat berbeda. Ia
menggunakan ventilator selama 3 hari, dibius ringan, menghabiskan hari-harinya
tidur-tiduran atau duduk di pegangan kursi sambil menonton televisi.
Pasien-pasien
akan menjalani pemulihan berjangka panjang dan sangat beruntung jika dapat
menghindari skenario terburuk yang kerap menimpa sebagian besar pasien Covid-19
yang dikenal sebagai Post-ICU Syndrome pada semua pasien yang bertahan hidup
setelah perawatan di ventilator, sebagaimana dijelaskan oleh Hassan Khouli, ketua
ICU Cleveland Clinic ,Ohio
Sehubungan
dengaan hal tersebut, kini banyak rumah sakit meningkatkan perawatan bagi para
penyintas Covid-19 yang jumlahnya sudah mencapai ratusan, dengan membangun
lantai-lantai yang difungsikan sepenuhnya sebagai ruang rehabilitasi untuk
membantu semua pasien setelah perawatan ventilator. Sebagaimana di SUNY
Downstate Medical Center New York. Di sini para pasien akan belajar bagaimana
caranya hidup kembali. Sementara yang lainnya berupaya untuk tidak terburu-buru
menggunakan ventilator ketika oksigen satu-satunya yang paling dibutuhkan.
Ventilator-ventilator
tersebut juga dapat menyebabkan gangguan Kognitif. Rodrick, seorang pasien yang
berprofesi sebagai seorang akuntan, akan mengalami kesukaran hebat untuk dapat
kembali bekerja. Seorang lanjut usia yang sebelumnya begitu mandiri, akan menghadapi
kesukaran untuk mengerjakan sejumlah aktivitas sehari-hari seperti mengendarai
mobil dan pergi berbelanja. Seorang pelari mungkin tidak akan pernah lagi dapat
mencapai performa yang sama lagi.” Kondisi keseluruhanmu mungkin akan
memerlukan waktu untuk kembali pulih sedia kala saat pra-Covid19, saat sebelum
masuk ke kondisi ICU-jika pun bisa kembali ke kondisi pra-ICU.
Paru-Paru Pasien Covid-19
Pada Fase Akut
Pada
pasien-pasien Covid-19 yang mengalami fase lebih lanjut yaitu acute respiratory
distress-sebuah kondisi umum yang dialami penderita Covid-19 yang ditandai
dengan penurunan level oksigen secara dramatis, ada fase kedua yang sangat
beresiko berlangsung pada paru-paru. Saat pembengkakan dan sel-sel lainnya
menginvasi ruang-ruang pada paru-paru, maka arsitektur paru-paru akan berubah
secara permanen, sebagaimana diungkapkan oleh Lee, Universita California,
Irvine.
Diana
yang telah pulih dari Covid-19 kini setelah 3 minggu menjadi begitu sangat
lambat. Diana masih merasa lemah, dengan tarikan nafas yang pendek-pendek dan
mimpi-mimpi buruk bahwa ia akan kembali ke rumah sakit. Tetapi dia sungguh
bersyukur.
“Ada semacam mujizat bahwa
aku di sini dan dia di sini,”ujarnya. “Aku merasa Tuhan telah memberikan
kepada kami satu kesempatan lagi dalam hidup ini.:
Diterjemahkan
dan diedit oleh: Martin Simamora dari Bloomberg.com,”
Life
After Ventilators Can Be Hell for Coronavirus Survivors”
No comments:
Post a Comment