Oleh: Martin Simamora
Pada
Kayu Salib Ia Telah Selesai Menggenapi Segala Sesuatu Yang Dikehendaki Bapa
Untuk Dibawanya Masuk Kedalam Kematiannya
1.Penyaliban
Kristus
Jika
anda berpikir bahwa jikalau Yesus adalah Anak Allah dapat mati adalah sebuah
kejanggalan, sebab kok kalau ia adalah
Tuhan bisa mati? Maka judul yang merupakan potret sebuah peristiwa adalah
sebuah kejanggalan yang mustahil untuk diterima. Sehingga ketika peristiwa ini
terjadi:
Lukas
23:33 Ketika mereka sampai di tempat yang
bernama Tengkorak, mereka menyalibkan Yesus di situ dan juga kedua orang
penjahat itu, yang seorang di sebelah kanan-Nya dan yang lain di sebelah
kiri-Nya.
Semakin
mengokohkan rejeksi atau penolakan kebanyakan orang Yahudi terhadap kemesiasan
Yesus.
Perihal
ini dalam derajat tertentu sudah dibicarakan secara terus terang sebelum
peristiwa kelabu ini terjadi. Tentu setiap pembaca injil yang setia tidak akan melupakan percakapan dan tanggapan
yang menunjukan bahwa jika mesias pada misinya adalah mati di kayu salib jelas
bukan mesias sebagaimana yang dapat dipahami oleh para penganut agama yahudi.
Perhatikan hal berikut ini:
Yesus
membuka sebuah tabir yang menunjukan apakah yang menjadi tujuan atau misi
kemesiasannya di bumi ini. Ia membicarakan sebuah kematian, sebuah topik yang gelap dan kesudahan yang kental dengan
kedukaan, kekalahan dan ketiadaan pengharapan. Tetapi tabir yang disingkapkan
oleh Sang Kristus bukanlah kematian yang selama ini memperbudak jiwa manusia
sedemikian suramnya, sebaliknya dalam kematian itu sendiri, ia tak hanya
menaklukannya tetapi dari jantung dunia kematian itu sendiri, Ia pada dirinya
sendiri memberikan hidup kepada siapa Ia mau memberikan sehingga
manusia-manusia tersebut lepas dari perbudakan dan lepas dari persekutuan
kegelapan untuk memiliki persekutuan dengan kehidupan sang Kristus yang
menaklukan sang kematian dalam kematiannya. Mari kita memperhatikan ekspresi
atau ungkapan Yesus berikut ini:
Yohanes
12:23-24Tetapi Yesus menjawab mereka, kata-Nya: "Telah tiba saatnya Anak Manusia dimuliakan.
Aku berkata kepadamu:
Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap
satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah.
Sejak
semula, Yesus sendiri telah mengindikasikan bahwa memang tujuannya adalah
kematian. Tetapi yang seperti apakah akan menjelaskan apakah ia sedang
membicarakan sebuah fatalisme atau semacam bunuh diri atau kekalahan yang
tragis, atau kematian yang bersifat martir sebagaimana banyak yang disangka atau diduga
orang. Apakah hanya setinggi itu nilainya? Atau setinggi-tingginya, kematiannya
adalah bukti tertinggi perjuangan Anak Manusia untuk setia dan taat pada
kehendak Bapa dengan mematikan ke-aku-annya di kayu salib itu sejak ia nyaris
saja gagal disalibkan di Getsemani—karena ia dikira sedang menunjukan
kebimbangan yang nyaris membuatnya tergelincir dalam pergumulan hebatnya dalam
3 sesi doa? Demikiankah? Yesus berkata begini: “Sesungguhnya jikalau biji gandum
tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia
mati, ia akan menghasilkan banyak buah.” Ini adalah siapakah Yesus pada
hakekatnya sebagai manusia yang dapat mati, bahwa Ia adalah seperti halnya biji
gandum, sebuah benih tanaman yang merupakan bahan baku untuk menghasilkan makanan pokok. Ia adalah
pokok kehidupan bagi banyak orang, namun untuk menjadi demikian maka tidaklah
berguna jika Ia tetap adalah biji gandum tersebut, dengan kata lain adalah
benar bahwa Yesus adalah utusan Allah yang didalam dirinya terdapat hidup yang dapat memberikan hidup kekal,
sebagaimana ia katakana kepada seorang perempuan di perigi/sumur:
Yohanes
4:13-14 Jawab
Yesus kepadanya: "Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi, tetapi
barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk
selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata
air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang
kekal."
Dan
ini adalah siapakah Yesus dengan segenap kuasanya: memberikan hidup yang kekal
dalam ia adalah mesias:
Yohanes
4:25-26 Jawab
perempuan itu kepada-Nya: "Aku tahu, bahwa Mesias akan datang, yang
disebut juga Kristus; apabila Ia datang, Ia akan memberitakan segala sesuatu
kepada kami." Kata Yesus kepadanya: "Akulah Dia, yang sedang
berkata-kata dengan engkau."
Namun
hal itu baru akan genap jika Ia sendiri harus mati dikuburkan agar ia tumbuh
menjadi pohon pokok kehidupan, itulah sebabnya Ia berkata: jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu
biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah, inilah
Dia!
Apakah
ini dapat diterima? Tentu saja tidak karena secara umum bangsa Yahudi memahami
mesias hanya sejauh dan setinggi bahwa ia seharusnya tidak mengalami aniaya
apalagi kematian yang memalukan sebagai yang kalah, dihina, dianiaya dan
apalagi sebagai penjahat diantara penjahat. Pada dasarnya mereka tak menerima
kebenaran yang diajarkan Yesus. Perhatikan reaksi mereka:
Yohanes
12:34 Lalu jawab orang banyak itu: "Kami telah mendengar dari hukum
Taurat, bahwa Mesias tetap hidup
selama-lamanya; bagaimana mungkin Engkau mengatakan, bahwa Anak Manusia
harus ditinggikan? Siapakah Anak Manusia itu?"
Mereka
pada dasarnya bukan saja tak menerima mesias harus mati dalam cara demikian,
tetapi tidak mengenal siapakah Yesus. Memang ketika Yesus membawa masuk sebutan “Anak Manusia”, siapapun tidak dapat
mengenali siapakah tokoh yang dimaksudkan, apalagi harus
ditinggikan?Ditinggikan bagaimana sementara sedang membicarakan kematian. Ini
semua memang membicarakan dirinya sendiri:
Yohanes
12:32-33 dan Aku, apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku
akan menarik semua orang datang kepada-Ku." Ini
dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana caranya Ia akan mati.
Kemesiasan
Yesus, dengan demikian, bertaut erat dengan pemerintahan Anak Manusia yang
mengatasi dan menaklukan atau mengakhiri pemerintahan maut atas manusia.
Bagaimana Ia sendiri akan mati atau dalam cara kematian yang seperti apakah Ia
akan memasuki kematian, Ia sendiri menjelaskannya sebagai yang harus terjadi
bahwa ‘Ia akan ditinggikan dari bumi”, dan bahwa kematiannya sendiri adalah
kematian yang melucuti kuasa pemerintahan maut jelas diungkapkannya seperti
ini: “Aku akan menarik semua orang datang kepada-Ku.”
Yesus
adalah mesias dengan sebuah tujuan yang dikandung dalam tubuh kemanusiaannya.
Ketika dikatakan bahwa kematiannya adalah peristiwa yang berada dalam
kendali-Nya, ini pun bukan seperti peristiwa kematian dalam sejarah yang telah
lebih dahulu ditulis sebab ini lebih besar dan tak berbanding dengan sejarah,
sebab sejarah adalah “past time” yang tak dapat dikunjungi dan yang telah
berakhir tanpa kuasa menjangkau hari esok. Kematiannya adalah kematian yang
bertujuan ilahi dalam tubuh dagingnya, sebab melaluinya lahir, berdiam dan
mengalir kasih Allah yang begitu besar itu bagi manusia yang seharusnya binasa
akibat dosa, asal saja mereka mau memandang dan datang kepada-Nya untuk
memiliki hidup-Nya dan hidup di dunia ini sebagai pemilik kehidupan-Nya.
Perhatikan pernyataan Yesus berikut ini kala bercakap-cakap dengan Nikodemus:
Yohanes
3:13-15 Tidak
ada seorangpun yang telah naik ke sorga, selain dari pada Dia yang telah turun
dari sorga, yaitu Anak Manusia. Dan sama
seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus
ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya
kepada-Nya beroleh hidup yang kekal.
Bagaimana sabdanya terwujud? Beginilah “sama seperti
Musa meninggikan ular di padang gurun,demikian juga Anak Manusia harus
ditinggikan, supaya setiap yang percaya kepada-Nya memperoleh hidup yang kekal”:
sampai
di tempat yang bernama Tengkorak, mereka menyalibkan Yesus di situ dan juga
kedua orang penjahat itu, yang seorang di sebelah kanan-Nya dan yang lain di
sebelah kiri-Nya.
Namun
siapakah yang akan percaya?
2.Pengolokan
Kepada Dia yang Melimpahkan Kasih Allah yang Begitu Besar dari Atas Kayu Salib
Kemesiasan
Yesus mengalami sebuah uji dan pemeriksaan yang paling mencekam pada saat itu.
Semua mengolok dan semua memandang sinis, apapun hal besar dan hebat yang ada
dalam ingatan mereka telah berubah dari ketakjuban menjadi kesinisan yang tak
pernah terbayangkan akan meluncur dari dalam pikiran dan perkataan mereka. Perhatikanlah
hal ini:
Lukas
23:34-35 Yesus berkata: "Ya
Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat."
Dan mereka membuang undi untuk membagi pakaian-Nya. Orang
banyak berdiri di situ dan melihat semuanya. Pemimpin-pemimpin mengejek Dia, katanya: "Orang lain Ia
selamatkan, biarlah sekarang Ia menyelamatkan diri-Nya sendiri, jika Ia adalah
Mesias, orang yang dipilih Allah."
Apa
yang tersisa untuk membuktikan bahwa ia adalah benar mesias, adalah jika ia
sendiri mau menyelamatkan dirinya sendiri dari atas kayu salib itu! Jelas
mustahil, karena untuk itulah Ia datang?
Yesus dalam catatan injil terkait situasi ini pernah berkata begini dalam
pemberitaan kematiannya yang akan berlangsung:
Yohanes
12:27 Sekarang
jiwa-Ku terharu dan apakah yang akan
Kukatakan? Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini? Tidak, sebab
untuk itulah Aku datang ke dalam saat ini.
Jadi
apapun juga, permintaan mereka tak akan dipenuhi oleh Yesus, tidak dalam
situasi paling menyakitkan dan menyiksa bagi tubuh dan jiwanya.
Kemesiasan
Yesus, kembali, menjadi sebuah kepedulian yang tinggi di tempat bernama
Tengkorak itu. Di tempat bernama Tengkorak itu, desakan kepada dia yang sedang
ditinggikan untuk membuktikan kemesiasannya dengan menyelamatkan dirinya
sendiri dari penghukuman dipaku pada salib yang ditegakan itu sedang sangat
dinantikan, entah dalam sinisme atau dalam pengharapan.
Para
prajurit juga menghendaki Yesus untuk membuktikan bahwa ia mesias/raja Yahudi
dengan membebaskan dirinya dari salib itu: "Jika Engkau adalah raja orang
Yahudi, selamatkanlah diri-Mu!" (Lukas 23:37).
Bahkan
penjahat yang disalibkan bersama dengannya, tak kuasa untuk melontarkan
pengharapan yang pasti akan menguntungkan dirinya: Seorang dari penjahat yang
di gantung itu menghujat Dia, katanya: "Bukankah Engkau adalah Kristus? Selamatkanlah diri-Mu dan kami!"
(Lukas 23:39). Namun penjahat lainnya yang juag disalibkan bersama dengan
Kristus, melihat berbagai olokan dan nampaknya menjadi semacam pemberitaan
injil yang paling berdarah untuk dialami oleh seorang yang baru pertama kali
mendengarkan injil, nyata telah membawanya masuk kedalam iman yang benar
terhadap Yesus dengan berkata dalam sebuah pengharapan kehidupan kekal bersama
Yesus, ia berkata begini:
Lukas
23:40-42 Tetapi yang seorang menegor dia, katanya:
"Tidakkah engkau takut, juga tidak kepada Allah, sedang engkau menerima
hukuman yang sama? Kita memang selayaknya dihukum, sebab
kita menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita, tetapi orang ini
tidak berbuat sesuatu yang salah." Lalu ia berkata:
"Yesus, ingatlah akan aku, apabila
Engkau datang sebagai Raja."
Pengimanan
yang benar pada Yesus yang sedang ditinggikan
pada akhirnya melahirkan pembenaran dan perkenanan dari Sang Kristus
baginya:
Lukas
23:43 Kata Yesus kepadanya: "Aku
berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama
dengan Aku di dalam Firdaus."
Siapakah
Yesus dan bagaimana divinitasnya saat disalibkan? Apakah ia masih perlu
membuktikan dirinya taat pada Bapa? Jika ini yang menjadi acuan dalam
pengajaran pendeta atau gerejamu, di poin ini sudah sangat gagal. Apa yang
dilakukan Yesus saat itu adalah semacam peragaan siapakah ia atas manusia
berdosa yang berkuasa dan berdaulat
penuh untuk memberikan kasih karunia kepada siapa ia berkenan memberikan. Ini
sama sekali tidak bisa didekati sebagai sebuah aksi bernuansa ketaatan pada
Bapa untuk membuktikan bahwa benar ia adalah benar-benar Anak Allah. Lalu
menjadi teladan anda untuk bisa mempersembahkan ketaatan atau kesetiaan
kehadapan Bapa pada hari penghakiman.
3.Yesus
dan Bapa Pada Penyaliban & Kematian Kristus
Siapapun
hampir mustahil untuk melihat bagaimanakah hubungan antara Kristus dan Bapa.
Apakah yang dapat dikatakan mengenai
relasi antara Anak dan Bapa? Satu-satunya bukti yang tersedia adalah
perkataan dan ucapan Kristus satu ini:
Lukas
23:44-46 Ketika itu hari sudah kira-kira jam dua belas,
lalu kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai jam tiga, sebab matahari
tidak bersinar. Dan tabir Bait Suci terbelah dua. Lalu Yesus berseru dengan
suara nyaring: "Ya Bapa, ke dalam
tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku." Dan sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawa-Nya.
Dalam
kematian sebagai seorang yang telah diposisikan sebagai penjahat setelah
pengadilan negara dan agama membuktikan demikian, relasi Yesus dan Bapa
terlihat dalam sebuah refleksi alam yang menggambarkan bagaimana relasi dan apa
yang telah diwujudkan Anak dan Bapa pada salib itu. Mendahului penyerahan
nyawa-Nya, inilah yang terjadi: “lalu kegelapan meliputi seluruh daerah itu
sampai jam tiga, sebab matahari tidak bersinar.” Bukan saja alam, tetapi juga
Bait Allah tepat di ruang maha suci-Nya: “dan tabir Bait Suci terbelah dua.”
Siapakah yang masuk kedalam ruang maha suci dengan cara membelah tabir Bait
Suci?”Apakah hubungannya antara penyerahan nyawa Kristus olehnya sendiri kepada
Bapa-bukan kedalam tangan maut- dengan peristiwa terbelahnya tabir Bait Suci?
Momen cukup panjang ini menjadi sangat vital bagi siapapun untuk memahami satu
ucapan yang sangat sukar untuk dimengerti begitu saja :
Dan
pada jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: "Eloi, Eloi, lama
sabakhtani?", yang berarti: Allahku,
Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?-Markus 15:34
Memahami
ini tak mudah karena bingkai dan sekaligus latar belakangnya sangatlah ekstrim:
Ia dalam keadaan tersalib dan ia mati
dalam cara yang diluar kewajaran. Menafsirkan “eloi,eloi lama sabakhtani”
telah menjadi kesukaran divinitas oleh karena ini diucapkan oleh Sang Kristus
dalam sebuah rangkaian yang panjang
selama di salib itu sebagai penggenapan doanya di Getsemani, sebagai titik
terdekat dengaan penyaliban dan perkataan tersebut. Siapapun mustahil untuk
mengabaikan apapun yang terjadi kala menyorot secara khusus seruan eloi, eloi lama sabakhtani yang
diucapkan dalam sebuah kesengsaraan jasmaniah yang tak main-main namun tidak
membuatnya menjadi seorang yang kehilangan tujuan dan pekerjaan-pekerjaan divinitas
yang harus dilakukannya: meminum cawan itu. Sehingga seruan tersebut bukan sebuah
kegelapan spiritual yang sedang menenggelamkan Yesus, selain bahwa memang
sebagai manusia ia sedang diremukan pada salib itu. Ia memang sedang diremukan
tanpa ampun tapi bukan karena ia kena tulah:
Yesaya
53:10-11 Tetapi TUHAN berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan.
Apabila ia menyerahkan dirinya sebagai korban penebus salah . Apabila ia
menyerahkan dirinya sebagai korban penebus salah, ia akan melihat keturunannya,
umurnya akan lanjut, dan kehendak TUHAN akan terlaksana olehnya. Sesudah kesusahan
jiwanya ia akan melihat terang dan menjadi puas; dan
hamba-Ku itu, sebagai orang yang benar, akan membenarkan banyak orang oleh
hikmatnya, dan kejahatan mereka dia pikul.
Nabi
Yesaya yang menubuatkan akan adanya seorang manusia yang menjadi kurban penebus
salah, menyatakan bahwa dalam ia menyerahkan dirinya sebagai kurban penebus
salah, ia akan mengalami kesusahan jiwa, dan ini bertemali dengan apa yang
harus dialaminya: Tuhan berkehendak meremukan dia dengan kesakitan.
Allahku,
Allahku mengapa Engkau meninggalkanku, memang berkait erat dengan apa
yang sedang dialaminya: ia sedang diremukan. Ini tentu saja sebuah keadaan yang
sukar bagi kemanusiaan Yesus untuk dapat menanggungnya tanpa
mengekspresikannya, sama seperti ia dalam kemanusiaannya pada salib itu mengekspresikan:
sudah selesai, sebelum ia mati, tanda ia telah
sempurna sebagai kurban penebus salah secara
kekal.
Saya
akan mengingatkan kembali bahwa kematiannya sejak semula adalah kematian dengan
sebuah tujuan, dan tujuan tersebut tak mungkin berubah dalam perjalanan
penggenapannya. Dengan kata lain “eloi eloi lama sabakhtani” bukan indikasi
bahwa Yesus sedang mengalami semacam
problem dalam menggenapi apa yang ia sendiri telah sabdakan dan ajarkan: “Sesungguhnya
jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji
saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah.” Kesukaran
apapun yang kita temukan, pada akhirnya menunjukan bahwa siapa yang dapat
memahami relasi Kristus dan Bapa saat maksud-Nya digenapkan dalam penyaliban
itu. Tetapi yang jelas, kita mendapatkan bahwa secara utuh tujuan Yesus pada salib itu adalah utuh dan tuntas atau
selesai sebagaimana ia kumandangkan dari salib itu sendiri:
Yohanes
19:30 Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia: "Sudah selesai." Lalu Ia
menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya.
Ia mati setelah
segala sesuatunya selesai. Pada salib itu apa yang harus
diselesaikannya telah Ia selesaikan secara sempurna, dan Ia tidak meninggalkan
kemisteriusan pada kematiannya, apakah Ia memang benar-benar mati sebagai
penggenap ataukah seorang gagal. Ia berkata: sudah selesasai. Yesus telah
menjadi sentral dan dasar untuk segala tafsir perkataannya oleh sebab satu hal
saja: Yesus sendiri yang menentukan bagaimana Ia harus mati dan apakah tujuan
dan hasil dari kematiannya tersebut. Bagaimana relasi: kegelapan berjam-jam, tirai bait suci
terbelah, eloi-eloi lama sabakhtani dan sudah selesai harus dijelaskan, hanya
akan terungkap apa yang Yesus miliki setelah kebangkitannya, yaitu: Yesus mendekati mereka dan berkata:
"Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi.- Matius
28:18.
Jadi
memang keagungan kematian Kristus di salib itu besar sekali untuk dapat
didekati oleh manusia. Beberapa saksi dan pelaku bahkan hanya mampu untuk
berkata berdasarkan apa yang disaksikan jiwanya secara langsung di atas tanah
dimana darahnya telah membasahi bumi. Coba perhatikan hal berikut ini:
Lukas
23:47Ketika kepala pasukan melihat
apa yang terjadi, ia memuliakan Allah,
katanya: "Sungguh, orang ini adalah
orang benar!"
Lukas
23:48 Dan sesudah seluruh orang banyak,
yang datang berkerumun di situ untuk tontonan itu, melihat apa yang terjadi
itu, pulanglah mereka sambil
memukul-mukul diri.
Kematiannya
bukanlah kematian selazimnya orang dalam penghukuman secara demikian, sekaligus
menjelaskan bahwa kematiannya berada dalam relasi dan otoritas dirinya bersama
dengan Bapa: “ya Bapa, kedalam tangan-Mu
Kuserahkan nyawa-Mu.” Dengan kata lain ia tak mati dalam waktu yang
didiktekan oleh maut, bahkan bagi Pilatus walau dalam pemahaman non spiritual:
Markus
15:42-44Sementara itu hari mulai malam, dan hari itu adalah hari persiapan,
yaitu hari menjelang Sabat. arena itu Yusuf, orang Arimatea,
seorang anggota Majelis Besar yang terkemuka, yang juga menanti-nantikan
Kerajaan Allah, memberanikan diri menghadap Pilatus dan meminta mayat Yesus.
Pilatus heran
waktu mendengar bahwa Yesus sudah mati. Maka ia
memanggil kepala pasukan dan bertanya kepadanya apakah Yesus sudah mati.
Ia
mati karena sudah selesai, bukan karena selazimnya kematian yang diakibatkan
terutama oleh brutalnya siksaan dan penghukuman yang mendera. Kebrutalan siksa
yang mendera tak dapat menggagalkan Yesus dengan cara membuatnya mati sebelum
ia telah menyelesaikan segala sesuatunya. Dan tidak ada sedikitpun bagian yang
gagal atau sedikit saja tak sempurna sehingga perlu bantuan manusia untuk
memakukan dirinya pada salib itu agar pekerjaan Allah dalam Kristus yang
sebelumnya kurang sempurna menjadi sempurna oleh dan didalam manusia-manusia
yang mau menyalibkan kedagingannya pada kayu salib tersebut, karena percaya mungkin
ada yang tak selesai semuanya oleh Yesus sehingga adalah sebuah kekonyolan
mempercayakan keselematan kekal seutuhnya pada Yesus tanpa kontribusi diri
dalam memperjuangkan kepastian keselamatan diri. Sudah selesai dikerjakannya segala kehendak Allah pada salib itu dan dalam
apa yang harus dibawanya ke kedalam kematian.
Sehingga
apa yang paling penting bagi dasar iman orang Kristen adalah bahwa ketika Yesus
menghembuskan nafasnya pada salib itu, ia dalam keadaan telah selesai melakukan
segala sesuatunya yang harus dikerjakannya agar dirinya yang tersalib itu
secara sempurna memberikan keselamatan kepada siapa pun yang memandang dan
percaya kepada-Nya. Sebagaimana Yesus,
sebelumnya, telah mengindikasikannya dengan berkata:
Yohanes
3:14-15Dan sama seperti Musa
meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus
ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya
beroleh hidup yang kekal.
Sejak
ia berdoa di Getsemani, tubuhnya memang telah dipersiapkan Allah sedemikian
rupa untuk memiliki kegenapan waktu dan kemuliaan atau saat pemuliaan untuk
menjadi satu-satunya kurban penebus dosa, yang hanya perlu dilakukannya satu
kali sebagai seorang yang tak perlu terlebih dahulu menguduskan dirinya
berdasarkan hukum taurat (karena ia tak pernah sekalipun dalam kegagalan
terhadap kekudusan dan kemuliaan hukum taurat) agar layak menebus dosa manusia
lain. Itulah yang hendak dinyatakannya ketika Ia mengasosiasikan dirinya dengan
ular yang ditinggikan Musa di padang gurun. Ia sendiri adalah sang Kristus yang
telah lebih dahulu dimuliakan Allah saat ia sendiri memberitakan kematiannya: "Telah tiba saatnya Anak Manusia
dimuliakan.” (Yohanes 12:23). Kemuliaan dan pemuliaan Anak Manusia adalah
saat ia dapat berada di atas kayu salib itu untuk menyelesaikan segala
pekerjaan dan kehendak Bapa di dalam dan melalui Dia Sang Kristus, sehingga
kasih Allah yang begitu besar itu dapat sampai kepada manusia yang mau datang
dan percaya kepadanya (baca
Yohanes 3:16-18).
Lukas
23:52-55 Ia pergi menghadap Pilatus dan meminta mayat Yesus. Dan sesudah ia
menurunkan mayat itu, ia mengapaninya dengan kain lenan, lalu membaringkannya
di dalam kubur yang digali di dalam bukit batu, di mana belum pernah
dibaringkan mayat. Hari itu adalah hari persiapan dan sabat hampir mulai.
Dan
perempuan-perempuan yang datang bersama-sama dengan Yesus dari Galilea, ikut
serta dan mereka melihat kubur itu dan bagaimana mayat-Nya dibaringkan.
Solus Christus
Soli Deo Gloria
No comments:
Post a Comment