Oleh:Martin Simamora
Sebelum Abraham Jadi, Aku Telah Ada:
Umurmu Belum Sampai 50 Tahun!
Abraham dahulu ada, sekarang telah tiada atau telah
meninggal dunia, dan lebih spesifik lagi eranya telah usai atau berakhir. Tidak
akan ada satupun manusia kini yang dapat berkata bahwa aku ada saat Abraham
masih hidup atau aku sudah ada lebih dahulu dan memang telah ada sebelum waktu
Abraham ada. Tidak mungkin, sebab manusia memiliki sebuah permulaan dan
kesudahan dalam sebuah durasi. Tidak mungkin ada satu manusiapun memiliki sebuah
permulaan dan kesudahan yang mengatasi sebuah durasi atau dengan kata lain
manusia itu bukan saja memiliki keabadian tetapi kekekalan yang dapat hidup
dalam durasi sebab ia pada dasarnya hidup mengatasi durasi dan sumber kehidupan
setiap durasi manusia. Tetapi Yesus berkata:
"Aku
berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada."-
Yohanes 8:58
Apa
yang paling mencengangkan bukan saja Yesus mengucapkan semacam klaim yang
melintasi ruang,waktu, dan materi sebuah durasi dalam sebuah garis perlintasan
waktu, tetapi bagaimana Yesus mengisahkan Abraham sebagaimana ia menjelaskannya:
Abraham
bapamu bersukacita bahwa ia akan melihat hari-Ku dan ia telah melihatnya dan ia
bersukacita."-Yohanes 8:56
Bagaimana
mungkin Abraham memiliki pengenalan akan Yesus sebagaimana hari itu jika Yesus
sendiri saja dikenal oleh publik hanyalah sebagai:
Bukankah
Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria
dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas?-Matius 13:55
Satu-satunya
penjelasan atau jawaban untuk pertanyaan ini hanya tersedia dari penjelasan Yesus
mengenai dirinya-bukan mengenai Abraham. Satu-satunya penjelasan rasional hanya
jika Yesus menjelaskan mengenai dirinya-siapakah ia dan apakah ia
sekaligus-sebab Abraham tak mungkin dihadirkan sebab ia telah meninggalkan
dunia ini berdasarkan durasinya
tersendiri, Jadi beginilah penjelasan Yesus mengenai dirinya:
sebab
Aku keluar dan datang dari Allah.
Dan Aku datang bukan atas kehendak-Ku
sendiri, melainkan Dialah yang mengutus Aku.-Yohanes 8:42
Jika
Yesus keluar dan datang dari Allah, maka ini belum menjadi penjelasan yang
memadai baginya untuk berkata: Abraham bapamu bersukacita bahwa ia akan
melihat hari-Ku dan ia telah melihatnya dan ia bersukacita, Yesus
setidak-tidaknya harus bukan Ia adalah yang
lain disamping Allah atau semacam
Tuhan yang sedikit lebih rendah daripada Allah yang tentunya menjadi tak lagi
Maha Esa jika Yesus adalah semacam Allah yang lain sebab lebih rendah dan bisa
saja berdosa, dan dalam hal demikian menjadi sangat tak mungkin Abraham
menantikan kedatangan Ia yang lebih rendah daripada Ia Yang Maha Tinggi
sebagaimana telah dikenal oleh Abraham! Dan memang Yesus menutup kemungkinan
yang bagaimanapun bahwa “keluar dan datang dari Allah” bermakna ia memiliki
semacam aspek atau substansi eksistensi diri yang sedikit lebih rendah daripada
Allah yang benar dan esa itu, dengan melanjutkan penjelasan eksistensi kekalnya
dalam wujud manusia itu dengan berkata: Aku
datang bukan atas kehendak-Ku sendiri, melainkan Dialah yang mengutus Aku.
Mengatakan bahwa ia datang bukan atas kehendak-Ku sendiri, ini lebih besar
daripada “mematikan kehendak diri” atau “mematikan
keinginan daging” atau “Yesus juga mati-matian berjuang mematikan kehendak
dagingnya agar kehendak Bapa menang.” Mengapa
demikian dan seharusnyalah demikian? Sebab eksistensi Yesus saat itu
bukan semacam diskontinuitas dari eksistensinya
dalam Ia masih “Aku telah ada sebelum Abraham jadi,” dan Yesus memang hendak menyatakan
bahwa kala Ia datang sebagai manusia, maka tidak ada diskontinuitas yang
bagaimanapun juga. Maksudnya, andai saja Yesus dalam berkata ‘Aku keluar dan
datang dari Bapa” memiliki aspek pertarungan atau perjuangan untuk mematikan
kehendak diri atau daging agar kehendak Bapa yang memerintah, maka ini sendiri
memang adalah degradasi kemuliaan
diri Yesus sehingga tak mungkin sehakekat dan sesubstansi dengan Bapa itu
sendiri. Yesus sendiri menutup spekulasi atau interpretasi semacam ini bahkan
berdasarkan statement “Aku datang dan keluar dari Allah”, dengan berkata
mengenai relasi dirinya dengan Bapa:
tetapi
Aku mengenal Dia. Dan jika Aku berkata: Aku tidak mengenal Dia, maka Aku adalah
pendusta, sama seperti kamu, tetapi Aku mengenal Dia dan Aku menuruti
firman-Nya.-Yohanes 8:55
pernyataan
“Aku mengenal Dia” yang dikontraskan dengan “Jika Aku tidak mengenal Dia” ini
bukan sekedar sebuah retorika atau perdebatan tetapi mengenai eksistensi dirinya
yang sama sekali tidak mengalami
diskontinuitas saat Ia meninggalkan kemuliaan menjadi manusia biasa sama
seperti kita. Itu sebabnya “Aku mengenal Dia berpasangan dengan Aku menuruti
firman-Nya.” Penurutan atau ketaatan Yesus pada konteks ini, karenanya, menjadi
terlarang untuk diterjemahkan sebagai semacam pertarungan antara kehendak diri
versus kehendak Bapa-bahkan dalam catatan-catatan injil yang
dapat mengesankan pembaca secara demikian seperti pergumulannya di taman
Getsemani, dan termasuk apapun aspek kelemahan manusia sebagaimana saya dan anda
pun tidak dalam konteks yang menunjukan diskontinuitas selain hendak menunjukan
betapa dosa ketika berjumpa dengan maut sebagai sebuah upah tidak dalam
kapasitas manusia untuk mampu menerima dan menanggungnya selain pasti
kebinasaan, kecuali hanya oleh Yesus Sang Kristus. Jadi harus bagaimana
memahami eksistensi diri Yesus saat berkata “Aku menuruti firnan-Nya? Jawabnya
adalah ini: Sesungguhnya barangsiapa menuruti firman-Ku, ia tidak akan mengalami
maut sampai selama-lamanya."- Yohanes 8:51.
Eksistensi
Yesus yang sejati adalah Ia adalah
sumber keselamatan sebab Ia sungguh berkuasa pada dirinya sendiri sebagaimana
Allah adalah demikian untuk memerintahkan keselamatan lepas dari maut
berdasarkan sabda-Nya sendiri. Sebab sabda dan karena itu dirinya sendiri
berkuasa dan mengatasi maut, sebagaimana Allah adalah demikian.
Sebelum
Abraham jadi Aku telah ada, memang begitu sukar dipahami sebab Yesus sedang
membicarakan kemuliaan dan apakah yang akan dilakukannya secara begitu agung
melampaui pemahaman manusia, tetapi itulah yang didambakan Abraham! Tak ada hari
yang begitu menggembirakan Abraham jika Yesus ternyata adalah pendusta. Jika ia
pendusta maka pada hari itu adalah semata hari kesia-siaan yang akan berlanjut hingga kini dan kapanpun juga! Tetapi tidak pernah demikian sebagaimana Yesus menunjukan hal terkrusial terkait eksistensi dirinya, coba perhatikan
ini:
Jikalau
Aku memuliakan diri-Ku sendiri, maka kemuliaan-Ku itu sedikitpun tidak ada
artinya. Bapa-Kulah yang memuliakan Aku,
tentang siapa kamu berkata: Dia adalah Allah kami, padahal kamu tidak mengenal
Dia, tetapi Aku mengenal Dia. Dan
jika Aku berkata: Aku tidak mengenal Dia, maka Aku adalah pendusta, sama
seperti kamu, tetapi Aku mengenal Dia dan Aku menuruti firman-Nya.-Yohanes
8:54-55
Pada
substansi relasi Yesus maka kita akan melihat bahwa “Aku mengenal Dia” harus
tak terpisahkan bahwa Yesus adalah “kemuliaan Bapa di muka Bumi ini”, sehingga
semulia apapun Bapa maka itu secara presesi pada substansi Bapa tak akan
melenceng sedikitpun pada substansi Yesus dalam Ia adalah manusia yang keluar dan datang dari Allah. Itu sebabnya
menjadi sangat menggelikan memposisikan Yesus dalam sebuah diskontinuitas
kemuliaan semacam ini sebagaimana diajarkan juga oleh pendeta-pendeta tertentu: Yesus berjuang hebat mematikan kehendak diri atau
kehendak dagingnya agar kehendak Bapa menang—atau diajarkan sebagai Yesus
berpotensi jatuh atau berdosa atau gagal memenuhi kehendak Bapa. Ketika Yesus
berkata bahwa Bapakulah yang memuliakan Aku dan Aku mengenal Dia, dan
terlebih lagi berkata: Abraham bapamu
bersukacita bahwa ia akan melihat hari-Ku
dan ia telah melihatnya dan ia bersukacita," maka itu mengenai
ketak-diskontinuitasan- segala kemuliaan dirinya dalam ia adalah manusia, dan justru dalam ia telah
menjadi manusia dalam ketak-diskontinuitas-an eksistensi dirinya, sukacita
Abraham penuh. Dan kesaksian Yesus ini adalah Amin, sebab Ia bukan pendusta.
Ini
sukar membicarakan semacam ini, dan tantangan ini pernah dikemukakan Yesus
secara lugas:
Dan
bagaimanakah, jikalau kamu melihat Anak Manusia naik ke tempat di mana Ia
sebelumnya berada?-Yohanes 6:62
Teks
ini sendiri sedang menunjukan ketak-diskontinuitas-an eksistensi dirinya bahwa
Ia tak mengalami perendahan substansi sehingga substansinya sedikit lebih
rendah daripada Bapa dan bahkan terpisah dari Bapa saat menjadi manusia, bahkan
Ia sendiri tak kehilangan segenap kemuliaan-Nya itu dengaan berkata hal yang
sangat mencengangkan: bagaimanakah,
jikalau kamu melihat Anak Manusia naik ke tempat di mana Ia sebelumnya berada?”
Dalam Ia merendahkan dirinya menjadi manusia dan dalam ia mengosongkan dirinya
dengan mengambil rupa seorang hamba, camkanlah bahwa Ia tak kehilangan dan
kemerosotan kemuliaan-Nya bahkan Ia mengajarkan kemuliaan yang tak terhilangkan
dan tak mungkin hilang itu saat di muka bumi ini dalam ia menjadi manusia. Ia masih
dan tetap memiliki kemuliaan sebagaimana Bapa memilikinya dan tempat-Nya tak
pernah hilang dan tak perlu ia rebut dan perjuangkan untuk dimiliki kembali, ia
hanya perlu naik saja lagi ke tempat-Nya yang kekal dan tak mungkin hilang: ke tempat di mana Ia sebelumnya berada!
Maukah
anda sebagai Kristen bersaksi sebagaimana para rasul Kristus bersaksi mengenai
Kristus:
Dan
inilah berita, yang telah kami dengar dari Dia, dan yang kami sampaikan kepada
kamu: Allah adalah terang dan di dalam
Dia sama sekali tidak ada kegelapan-1 Yohanes 1:5
Atau
anda malah percaya bahwa Yesus
sebetulnya adalah Tuhan yang lebih rendah daripada Bapa dan ia pada dasarnya
nyaris jatuh memenuhi kehendak Bapa sebab pada dasarnya di dalam Yesus ada
kegelapan sebagaimana dalam diri manusia secara keseluruhan.
Jika
yang belakangan yang anda yakini dan diajarkan pendeta-pendetamu maka anda
sedang diajarkan dan hidup dalam persukutuan yang membawa anda kepada gelap,
bukan kepada Terang.
Amin
Soli Deo Gloria
No comments:
Post a Comment