Oleh: Martin Simamora
“Ketika aku melihat Dia,
tersungkurlah aku di depan kaki-Nya sama seperti orang yang mati; tetapi Ia
meletakkan tangan kanan-Nya di atasku”
1. Momentum Penyembahan & Pengagungan Maha Akbar Bagi
Anak Manusia
Pada hari itu merupakan hari yang begitu istimewa bagi Yohanes
si Penulis Kitab Wahyu ini sebagaimana ia sendiri menuliskan bagaimanakah hari
itu baginya:
Wahyu 1:10Pada hari Tuhan aku
dikuasai oleh Roh dan aku mendengar dari belakangku suatu suara yang nyaring,
seperti bunyi sangkakala
Ia menyebut hari tersebut sebagai hari Tuhan, ini sebuah hari
yang begitu megah untuk dapat disebutkan tanpa sebuah pengakuan bahwa hari yang
dimaksudnya adalah memang sebuah hari dimana Tuhan menjumpainya untuk
mengundangnya: “aku dikuasai oleh Roh dan aku mendengar dari belakangku suatu
suara yang nyaring, seperti bunyi sangkakala.” Ya..Yohanes dibawa masuk ke
dalam sebuah tempat yang tak mungkin didatangi oleh manusia sebab ke sana atau
ke tempat itu hanya Tuhan yang tahu dan kepada siapa Ia berkenan membawanya (bandingkan dengan Yohanes 8:21-22).
Yohanes masuk ke tempat hanya oleh karena Tuhan membuatnya dikuasai oleh Roh!
Suara yang nyaring, seperti bunyi sangkala, ini sendiri
menunjukan bahwa Yohanes benar-benar mendengar dalam sebuah kerja indrawi yang mampu diindentifikasinya sebagai yang nyaring
seperti sangkala pada suara dia yang berkata padanya. Tetapi apa yang lebih penting dari itu adalah, sementara ia
dibawa masuk ke dalam sorga dalam sebuah momentum yang unik/bukan biasanya di sana, dan tak mungkin
begitu saja ia menuangkan rekaman peristiwanya berbasis rekaman visual dan suara, ia
memilih menungkan sebuah rekaman berbasis tekstual atau tulisan atas apa yang dilihat dan didengar. Bahkan memang
Tuhan sendiri menuntunnya untuk merekamnya berbasiskan tekstual atau tulisan: "Apa yang engkau lihat, tuliskanlah di dalam sebuah kitab- Wahyu 1:11.
Sejauh ini hanya suara yang dapat didengarnya. Tetapi
mungkinkah ia melihat siapakah sebenarnya yang berkata padanya itu, dan yang
suaranya nyaring seperti suara sangkakala? Jika ia boleh mendengar, mungkinkah
ia juga mampu untuk melihatnya, dan…akankah ia dapat mengenali si pemilik suara
yang seperti sangkakla itu? Perhatikan apa yang telah dilihat dan dituliskan
oleh Yohanes:
Wahyu 1:12-16 Lalu aku berpaling
untuk melihat suara yang berbicara kepadaku. Dan setelah aku berpaling,
tampaklah kepadaku tujuh kaki dian dari emas. Dan di tengah-tengah kaki dian
itu ada seorang serupa Anak Manusia, berpakaian jubah yang panjangnya sampai di
kaki, dan dadanya berlilitkan ikat pinggang dari emas. Kepala dan rambut-Nya putih bagaikan
bulu yang putih metah, dan mata-Nya bagaikan nyala api. Dan kaki-Nya mengkilap
bagaikan tembaga membara di dalam perapian; suara-Nya bagaikan desau air bah.
Dan di tangan kanan-Nya Ia
memegang tujuh bintang dan dari mulut-Nya keluar sebilah pedang tajam bermata
dua, dan wajah-Nya bersinar-sinar bagaikan matahari yang terik.
Deskripsi Yohanes tersita habis pada kemegahan dan kemuliaan
yang begitu cemerlang pada diri Dia yang telah mengundangnya masuk ke dalam
sorga-Nya dan yang sedang bersuara padanya, dan menyilaukan namun ajaibnya
Yohanes dapat melihat kemuliaan semecam ini—setidak-tidaknya--: “wajah-Nya bersinar-sinar bagaikan matahari
yang terik.”Sementara tak ada manusia
yang dapat memandang pada matahari, kita harus menyimpan dalam benak kita bahwa
Yohanes penulis kitab ini telah dimampukan untuk hidup dan memandang apa yang
seharusnya akan mendatangkan kematian bagi manusia kala berjumpa dengan
kemuliaan Tuhan seperti ini. Sebab memang Yohanes sendiri telah menyatakan: “Aku
dikuasai oleh Roh.”
Kemuliaan “Anak Manusia” (Sebuah terminologi yang digunakan
Yohanes pada Wahyu 1:13, dan Yesus sendiri sebagaimana injil mencatatkan bagi
kita) adalah sebuah kemuliaan mahakudus sebagaimana Allah, sehingga siapapun
tak mungkin tahan dan tetap hidup jika saja ia bukan yang berkenan bagi dan
diperkenan oleh Allah, sebagaimana Yohanes memberitakannya bagi kita:
Ketika aku melihat Dia, tersungkurlah aku di depan kaki-Nya sama seperti orang
yang mati; tetapi Ia meletakkan tangan kanan-Nya di atasku, lalu berkata:
"Jangan takut! Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir, dan Yang Hidup. Aku
telah mati, namun lihatlah, Aku hidup, sampai selama-lamanya dan Aku memegang
segala kunci maut dan kerajaan maut.-Wahyu 1:17-18
Anak Manusia mendatanginya untuk meletakan tangan kanan-Nya
di atasnya untuk memberikan kekuatan agar bisa tetap bertahan sebagai orang
yang dikasihi dan dipilih-Nya sendiri masuk ke dalam undangan istimewa ini,
dengan berkata: jangan takut!Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir, dan Yang
Hidup. Tak sampai di situ, Anak Manusia yang memperkenalkan dirinya sebagai Aku
adalah Yang Awal dan Yang Akhir juga memperkenalkan dirinya sebagai “Aku telah
mati, namun lihatlah, Aku hidup, sampai selama-lamanya dan Aku memegang segala
kunci maut dan kerajaan maut. Sebuah identitas diri yang senilai dengan ucapan
Yesus pasca kebangkitannya dari kematian: Yesus mendekati mereka dan berkata:
"Kepada-Ku telah diberikan segala
kuasa di sorga dan di bumi.- Matius 28:18.” Yohanes sedang melihat
kepenuhan kemuliaan Dia Sang Firman yang telah menjadi manusia, mati pada
salib, bangkit dan telah naik ke sorga, dalam sebuah perjumpaan yang begitu
penuh kuasa di bumi sebagaimana di sorga secara otentik.
Anak Manusia tampil dalam kemuliaan yang tak mungkin kuat
untuk dipandang manusia. Yesus sendiri pernah mengindikasikan siapakah dirinya
saat masih bersama para murid-Nya: Dan
bagaimanakah, jikalau kamu melihat Anak Manusia naik ke tempat di mana Ia
sebelumnya berada?-Yohanes 6:62
Sang Anak Manusia bukan saja mulia secara eksistensinya saja
tetapi pada kuasa! Bahwa Ia sudah memegang semua kunci maut dan segala kerajaan
maut. Ini sebuah penyingkapan ke-adikuasa-an yang menunjukan bahwa misi Yesus
di bumi bukan sekedar selesai tetapi membuat dirinya sebagai Anak Manusia
memang benar-benar berkuasa sebagai pemegang segala kuasa di bumi dan di sorga.
Kuasa maut telah dilucutinya dalam artian memang selama-lamanya. Jadi boleh
saja kuasa maut dan kerajaan-kerajaanya berparade dan mempesona umat manusia
dengan segala kuasanya dihadapan manusia dan dunia ini, tetapi mereka semua
bahkan kesudahannya telah ada di
tangan Anak Manusia sebagai taklukan-taklukan-Nya. Mereka bahkan telah
kehilangan kemegahan kerajaannya—jika kunci-kunci kuasanya saja (yaitu maut)
tidak lagi di tangan mereka, apalagi kuasa yang dimiliki mereka?
2.Kemuliaan Yang Kekal
Anak Manusia Sebagaimana Bapa
Saya ingin anda tidak meninggalkan deskripsi kemuliaan Anak
Manusia yang dituliskan Yohanes sebagaimana ditemukan pada Wahyu 1:12-16 ketika
Yohanes dibawa oleh sang Anak Manusia untuk melihat peristiwa ini di sorga:
Wahyu 4:1-5Kemudian dari pada itu aku
melihat: Sesungguhnya, sebuah pintu terbuka di sorga dan suara
yang dahulu yang telah kudengar, berkata kepadaku seperti bunyi
sangkakala, katanya: Naiklah ke mari dan Aku akan menunjukkan kepadamu
apa yang harus terjadi sesudah ini. Segera aku dikuasai oleh Roh dan lihatlah,
sebuah takhta terdiri di sorga, dan di takhta itu duduk Seorang. Dan Dia yang duduk di takhta itu nampaknya
bagaikan permata yaspis dan permata sardis; dan suatu pelangi melingkungi
takhta itu gilang-gemilang bagaikan
zamrud rupanya. Dan
sekeliling takhta itu ada dua puluh empat takhta, dan di takhta-takhta itu
duduk dua puluh empat tua-tua, yang memakai pakaian putih dan mahkota emas di
kepala mereka. Dan dari takhta itu keluar kilat dan bunyi
guruh yang menderu, dan tujuh obor menyala-nyala di hadapan takhta itu:
itulah ketujuh Roh Allah.
Yang duduk di takhta itu jelas bukan Anak Manusia tetapi
jelas kemuliaan dan kegemilangannya tidak berkompetisi dengan kemuliaan Anak
Manusia. Anak Manusia memiliki kemuliaan-Nya tersendiri sebagai miliknya
sendiri yang saat di dunia terbungkus rapi dalam tubuh daging yang dapat
mengalami maut tersebut untuk dikalahkan-Nya. Karena itulah kita seharusnya
dimudahkan untuk mengerti teks Surat Filipi ini:
Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama,
menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap
kesetaraan dengan Allah itu sebagai
milik yang harus dipertahankan,
melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.
Dan dalam keadaan sebagai
manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya
dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.- Filipi 2:5-8
Anak Manusia memiliki kemuliaan-Nya tersendiri-yang sedikit banyak telah disingkapkan oleh
Kristus pada Yohanes- dan memiliki relasi kemuliaan yang sehakekat dengan
Ia yang bertakhta dalam satu kemuliaan yang tak mungkin dipisahkan satu sama
lain, sebab relasi ini tersingkap dan ada sebab Anak Manusia adalah Ia adalah
Pada mulanya adalah dan Ia bersama-sama dengan Allah dan adalah Allah (Yohanes
1:1-2). Anak Manusia adalah Ia pada mulanya adalah Firman, Ia adalah Anak Allah
yang datang ke dalam dunia dengan mengambil rupa seorang hamba untuk
merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati bahkan sampai mati di kayu salib.
Inilah kenosis yang dimaksudkan atau inilah pengosongan diri yang dimaksudkan
oleh Yesus. Ini bukan kenosis sampai-sampai Yesus kehilangan apa yang memang dimilikinya
yaitu kemuliaan-Nya sendiri yang sama dengan kemuliaan dan kemegahan Bapa-Nya
sendiri. Bukan kenosis yang membuat Ia tak lagi memiliki kemuliaan-Nya.
Bukankah Yesus sudah mengindikasikannya pada kita: Yohanes 6:62.
3. Itulah sebabnya
Allah sangat meninggikan (Filipi 2:9). Tapi Bagaimana?
Peninggian Anak Manusia haruslah sebuah peninggian yang juga
terkait dengan kemuliaan Bapa, atau dengan kata lain tak mungkin terjadi oleh
karena adanya jasa manusia dan kapasitas atau kapabilitas manusia yang
bagaimanapun juga. Menemukan sekeping penjelasan terkait hal ini, harus datang
dari bagaimanakah Allah meninggikan Yesus sebagai Anak Manusia yang telah
menuntaskan misinya melalui ketaatan hingga kematian pada kayu salib, jadi
ketaatan di sini bukan semacam ketaatan yang bisa siapapun duplikasi dalam cara
apapun selain dijadikan teladan kebenaran dan hidup dalam Kristus Yesus. Tidak
bisa diduplikasi oleh siapapun karena sebetulnya tak satupun ketaaatan dan
kekudusan yang dapat dicapai manusia dapat memberikan padanya sebuah perkenanan
dari Allah bagi dirinya, dan apalagi membuat dirinya dapat menjadi barang bukti
atau corpus delicti yang akan membantu Bapa menghakimi Iblis secara adil
sehingga dapat dibinasakan Allah. Cobalah anda membaca ini:
Maka aku melihat di tangan kanan Dia yang
duduk di atas takhta itu, sebuah gulungan kitab, yang ditulisi sebelah dalam
dan sebelah luarnya dan dimeterai dengan tujuh meterai. Dan aku melihat seorang
malaikat yang gagah, yang berseru dengan suara nyaring, katanya: "Siapakah
yang layak membuka gulungan kitab itu dan membuka meterai-meterainya?" Tetapi
tidak ada seorangpun yang di sorga atau yang di bumi atau yang di bawah bumi,
yang dapat membuka gulungan kitab itu atau yang dapat melihat sebelah dalamnya.
Maka menangislah aku dengan amat sedihnya, karena tidak ada seorangpun yang
dianggap layak untuk membuka gulungan kitab itu ataupun melihat sebelah
dalamnya. Lalu
berkatalah seorang dari tua-tua itu kepadaku: "Jangan engkau menangis!
Sesungguhnya, singa dari suku Yehuda, yaitu tunas Daud, telah menang, sehingga
Ia dapat membuka gulungan kitab itu dan membuka ketujuh meterainya." Maka
aku melihat di tengah-tengah takhta dan keempat makhluk itu dan di
tengah-tengah tua-tua itu berdiri seekor Anak Domba seperti telah disembelih,
bertanduk tujuh dan bermata tujuh: itulah ketujuh Roh Allah yang diutus ke
seluruh bumi. Lalu
datanglah Anak Domba itu dan menerima gulungan kitab itu dari tangan Dia yang
duduk di atas takhta itu.-Wahyu 5:1-7
Bagaimana Allah meninggikan Anak Manusia itu? Beginilah Ia
ditinggikan: “tidak ada seorangpun yang
dianggap layak untuk membuka gulungan kitab itu ataupun melihat sebelah
dalamnya” tetapi hanya:” Lalu datanglah Anak Domba itu dan
menerima gulungan kitab itu dari tangan Dia yang duduk di atas takhta itu”. Ia ditinggikan sebab memang Ia
satu-satunya yang kematian-Nya berkuasa memerintah segenap bumi! Perhatikan
cermat terhadap teks ini: Anak Domba
seperti telah disembelih, bertanduk tujuh dan bermata tujuh: itulah ketujuh Roh Allah yang
diutus ke seluruh bumi. Ini menarik karena jika Anak Domba seperti
telah disembelih memiliki 7 tanduk dan 7 mata yaitu ketujuh Roh Allah maka ini
adalah hal yang identik dengan Allah: Dan
dari takhta itu keluar kilat dan bunyi guruh yang menderu, dan tujuh obor
menyala-nyala di hadapan takhta itu:
itulah ketujuh Roh Allah- Wahyu 4:7. Anak Manusia memiliki
kemuliaan-Nya sendiri tepat sebagaiman Bapa memiliki-Nya. Kemuliaan semacam ini
dikemukakan oleh Yesus dalam cara yang berbeda dalam doanya agak jauh sebelum
ia harus melalui via dolorosa sebagai ketetapan Allah! Perhatikan ini:
Aku telah mempermuliakan Engkau di
bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk
melakukannya. Oleh sebab
itu, ya Bapa, permuliakanlah Aku pada-Mu
sendiri dengan kemuliaan yang Kumiliki di hadirat-Mu sebelum dunia ada.-Yohanes
17:4-5
Relasi inilah yang dimaksud sebagai Relasi Bapa dan Anak
Allah, bahwa Anak Manusia memiliki kemuliaan-Nya tersendiri yang merupakan
milik-Nya sendiri yang tak pernah luruh atau susut atau lenyap karena Ia telah
menjadi manusia! Yesus berkata: :kemuliaan yang Kumiliki di hadirat-Mu,” ini
adalah eksistensi kekal, tak mungkin hilang dan tak mungkin mengalami semacam
depresiasi sebab dua hal: kemuliaan Yesus atau Anak Manusia itu sendiri adalah
kekal dan berkuasa penuh, dan kedua: hadirat Bapa itu sendiri juga kekal
adanya!
Itu sebabnya pengagungan Yesus sebagai Anak Manusia dan Anak
Domba Allah menjadi begitu semarak dan megah sebagaimana pada Bapa:
Wahyu 5:8-14 Ketika Ia mengambil gulungan kitab
itu, tersungkurlah keempat makhluk dan kedua puluh empat tua-tua itu di hadapan
Anak Domba itu, masing-masing memegang satu kecapi dan satu cawan emas, penuh
dengan kemenyan: itulah doa orang-orang kudus. Dan mereka menyanyikan suatu nyanyian baru katanya:
"Engkau layak menerima gulungan kitab itu dan membuka meterai-meterainya;
karena Engkau telah disembelih dan dengan darah-Mu Engkau telah membeli mereka
bagi Allah dari tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum dan bangsa. Dan Engkau telah membuat mereka
menjadi suatu kerajaan, dan menjadi imam-imam bagi Allah kita, dan mereka akan
memerintah sebagai raja di bumi." Maka aku melihat dan mendengar suara banyak malaikat
sekeliling takhta, makhluk-makhluk dan tua-tua itu; jumlah mereka
berlaksa-laksa dan beribu-ribu laksa, katanya dengan suara nyaring: "Anak Domba yang
disembelih itu layak untuk menerima kuasa, dan kekayaan, dan hikmat, dan
kekuatan, dan hormat, dan kemuliaan, dan puji-pujian!" Dan aku mendengar
semua makhluk yang di sorga dan yang di bumi dan yang di bawah bumi dan yang di
laut dan semua yang ada di dalamnya, berkata: "Bagi Dia yang duduk di atas
takhta dan bagi Anak Domba, adalah puji-pujian dan hormat dan kemuliaan dan
kuasa sampai selama-lamanya!" Dan keempat makhluk itu berkata: "Amin". Dan
tua-tua itu jatuh tersungkur dan menyembah.
Himne pengagungan dan pemuliaan sang Anak Domba ini, hanya
dapat dipahami jika anda mengerti dan tunduk pada kebenaran bahwa Yesus adalah
Anak Allah, bahwa Ia walau telah menjadi manusia tetap memiliki kemuliaan-Nya
yang kekal dan dalam kemuliaan yang dimiliki-Nya dalam hadirat Bapa sebagai
sebuah persekutuan kekal dan tak terpisahkan dan dalam kemuliaan yang satu
walau Yesus telah mengosongkan dirinya menjadi Anak Domba sembelihan. Itu tak membuatnya terpisah dan terlepas dari
Allah, atau ia menjadi Tuhan yang lebih kecil atau rendah derajat kemuliaan-Nya
sehingga tak lagi sepemerintahan dengaan Bapa. Itu sebabya doa yang diajarkan
Yesus pada para murid-Nya yang dikenal sebagai “Doa Bapa Kami” sangat kental
dengan pemerintah Allah di bumi
sebagaimana di sorga dalam sebuah relasi tak terpisahkan: “Datanglah kerajaan-Mu,
jadilah
kehendakmu di bumi sebagaimana di sorga.” (Matius 6:10)
Soli Deo Gloria
No comments:
Post a Comment