F O K U S

Nabi Daud Tentang Siapakah Kristus

Ia Adalah Seorang Nabi Dan Ia Telah   Melihat Ke Depan Dan Telah Berbicara Tentang Kebangkitan Mesias Oleh: Blogger Martin Simamora ...

0 Bumi dan Langit Pasti Berlalu Tetapi Perkataan-Nya Tidak


Oleh:Martin Simamora



[Sang]Keabadian Di Atas Kesudahan Segala Sesuatu Di Jagat Raya
Untuk segala sesuatu ada waktunya, maksudnya ada kesudahannya di bawah kolong langit ini. Alkitab sendiri menyatakannya demikian:
Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya. Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal, ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam; ada waktu untuk membunuh, ada waktu untuk menyembuhkan; ada waktu untuk merombak, ada waktu untuk membangun; ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari; ada waktu untuk membuang batu, ada waktu untuk mengumpulkan batu; ada waktu untuk memeluk, ada waktu untuk menahan diri dari memeluk; ada waktu untuk mencari, ada waktu untuk membiarkan rugi; ada waktu untuk menyimpan, ada waktu untuk membuang; ada waktu untuk merobek, ada waktu untuk menjahit; ada waktu untuk berdiam diri, ada waktu untuk berbicara; ada waktu untuk mengasihi, ada waktu untuk membenci; ada waktu untuk perang, ada waktu untuk damai.-Pengkhotbah 3:1-8

Rangkaian kata-kata di atas hendak menggambarkan tidak ada keabadian dalam dunia manusia, sekaligus menunjukan bahwa dengan demikian nilai kehidupan manusia tidak terletak pada manusia dan kehidupannya itu sendiri. Kalau Alkitab menunjukan aspek kesudahan segala sesuatu dari apapun eksistensi dan karya manusia, maka Alkitab juga menunjukan dimanakah dan pada siapakah dengan demikian nilai kehidupan manusia di atas kesudahan segala sesuatu pada eksistensi dirinya. Pada baris-baris berikutnya saya dan anda akan menemukan ini:

Aku telah melihat pekerjaan yang diberikan Allah kepada anak-anak manusia untuk melelahkan dirinya. Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.-Pengkhotbah 3:10-11

Manusia,satupun, tidak ada yang dapat memberikan makna hidup yang mulia oleh dirinya sendiri sehingga manusia itu mampu melihat nilai dan kemuliaan eksistensi dirinya melampaui kesudahan segala sesuatunya yang merupakan natur atau hakekat dirinya, kecuali jika Tuhan itu sendiri melakukannya: Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya. Jika hakekat manusia dalam ruang, waktu, dan materi adalah restriksi-restriksi ruang,waktu, materi (bahwa kehidupaan manusia berlangsung dalam lintasan perjalanan ruang,waktu dan materi yang tak bisa ia putar ulang, misal manusia itu semakin lama akan bertambah usianya dan akan semakin menua dan dengan demikian akan mengalami kemerosotan fisik atau jasmaniah) maka memang itulah sangkar manusia atau itulah belantara hidup manusia. Lalu, jika demikian dimanakah letak keindahan hidup manusia? Jawabnya bukan saja dimana tetapi datang dari siapakah: Ia membuat segala sesuatu indah pada waktuya. Uniknya Tuhan tidak berada dalam kekang-kekang restriksi-restriksi sebagaimana kita baca di atas, tetapi Ia mengatasinya atau lebih tepat memerintah diatasnya dalam sebuah cara yang sebetulnya siapapun sukar untuk meletakannya secara proporsional dalam bilah-bilah persepsi rasionalitas kemanusiaan kita sebab dikatakan begini: pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir. Tidak berlebihan untuk saya katakan demikian sebab Pengkhotbah ini pada konteks restriksi-restriksi secara akrab mendampingkannya dengan: Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Satu-satunya penjelasan yang dapat kita tarik terkait apakah itu “kekekalan dalam hati mereka” sementara setiap manusia pasti memiliki kesudahan adalah ini saja: pekerjaan Allah yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir. Sementara setiap manusia tidak kekal dalam totalitasnya, tetapi setiap manusia dalam  kefanaannya, sejatinya berada dalam genggaman tangan Tuhan dari awal sampai akhir.

Manusia tanpa-Nya hanya akan menemukan kebahagiaan dalam durasi-durasi bukan dalam kekekalan. Sebuah durasi yang sangat singkat:
Aku tahu bahwa untuk mereka tak ada yang lebih baik dari pada bersuka-suka dan menikmati kesenangan dalam hidup mereka. Dan bahwa setiap orang dapat makan, minum dan menikmati kesenangan dalam segala jerih payahnya, itu juga adalah pemberian Allah.-Pengkhotbah 3:12-13

Durasi manusia memang restriksi yang menggambarkan bahwa kekekalan bersama Tuhan bukan milik dan bukan natur manusia yang berdosa ini. Ia atau setiap manusia kemuliaan diri atau martabat dirinya adalah ini: tidak ada yang lebih baik dari pada bersuka-suka dan menikmati kesenangan dalam kehidupan mereka. Dan setiap orang dapat makan, minum dan menikmati kesenangan dalam segala jerih payahnya. Anda  bisa melihat bahwa baik anda katanya ber-tuhan atau tidak ber-tuhan;orang beragama atau tidak beragama dapat meraih ini semua, karena kuncinya di sini adalah mau berjerih payah-bekerja keras, bukan bermalas-malasan dan sembrono. Bahkan ini adalah pemberian Tuhan bagi siapapun dan apapun agamanya atau tidak beragamanpun asaly berjerih payah dan artinya tidak bermalas-malasan dan tidak sembrono; anda tidak perlu menjadi begitu religiusnya agar teberkati dalam hukum yang tak bekerja secara religius: setiap orang dapat makan, minum dan menikmati kesenangan dalam segala jerih payahnya.


Manusia memang perlu menikmati hidupnya secara demikian: untuk mereka tak ada yang lebih baik dari pada bersuka-suka dan menikmati kesenangan dalam hidup mereka. Mengapa? Karena mengingat realitas hidup segenap manusia sehari hari adalah ini secara global: Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal, ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam; ada waktu untuk membunuh, ada waktu untuk menyembuhkan; ada waktu untuk merombak, ada waktu untuk membangun; ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari; ada waktu untuk membuang batu, ada waktu untuk mengumpulkan batu; ada waktu untuk memeluk, ada waktu untuk menahan diri dari memeluk; ada waktu untuk mencari, ada waktu untuk membiarkan rugi; ada waktu untuk menyimpan, ada waktu untuk membuang; ada waktu untuk merobek, ada waktu untuk menjahit; ada waktu untuk berdiam diri, ada waktu untuk berbicara; ada waktu untuk mengasihi, ada waktu untuk membenci; ada waktu untuk perang, ada waktu untuk damai.


Jika manusia tidak berjumpa dengan Tuhan dan mengenal segenap kebenarannya dan tinggal didalam-Nya, maka setiap manusia, jiwanya akan terdampar di belantara restriksi-restriksi di atas. Ia masih dapat menjumpai kebahagiaan-kebahagiaan dan masih dapat menelurkan pencapaian-pencapaian hidup, tetapi dalam semua itu, pada setiap buah-buah kehidupan demikian berlangsung dalam restriksi-restriksi semacam ini: ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari; ada waktu untuk membuang batu, ada waktu untuk mengumpulkan batu; ada waktu untuk memeluk, ada waktu untuk menahan diri dari memeluk; ada waktu untuk mencari, ada waktu untuk membiarkan rugi; ada waktu untuk menyimpan, ada waktu untuk membuang; ada waktu untuk merobek, ada waktu untuk menjahit.

Tetapi jikapun manusia berjumpa dengan Tuhan, apakah IA sendiri berkuasa atas restriksi-restriksi itu sendiri setidaknya pada dirinya sendiri, sebelum melihat apakah IA sendiri dapat membawa manusia keluar dari memandang diri untuk mengejar pengejaran-pengejaran dunia sebagai mahkota kebesaran diri/keluarga/kerajaannya? Yesus Sang Kristus-Sang Firman Yang Menjadi Manusia yang adalah Allah pernah berkata begini:
Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu.-Matius 24:35

Ia boleh tidak ada lagi di bumi ini, tetapi perkataannya tidak mengenal musim atau masa keberlakuan; sekalipun dalam periodesasi manusia ia berada di era primitif, tetapi tidak bagi eksistensi dirinya yang secara janggal bagi kita bahkan eksistensinya ada hingga kini dalam sebuah resonansi atau gema perkataannya yang tak berkesudahan dalam ruang, waktu dan materi ini bahkan jika apa yang disebut ruang, waktu dan materi ini akan tiada pada finalnya, Sang Mesias berkata: perkataan-Ku tidak akan berlalu!

Manusia, sampai kapanpun, tanpa Tuhan hanya akan menemukan kemuliaan diri dan kesenangan hidupnya dalam restriksi-restriksi dan dalam kebahagiaan yang lahir dari kreasi kebahagiaan yang memang mungkin untuk diciptakan oleh jiwa dan perasaan manusia yaitu: untuk mereka tak ada yang lebih baik dari pada bersuka-suka dan menikmati kesenangan dalam hidup mereka. Pada titik-titik tertentu pada setiap manusia maka pengejaran-pengejaran hidup manusia itu akan melintasi batas-batas tanpa titik balik olehnya sendiri yaitu masuk kedalam kebahagiaan-kebahagiaan yang oleh Yesus Sang Mesias Sang Anak Allah:

Sebab sebagaimana halnya pada zaman Nuh, demikian pula halnya kelak pada kedatangan Anak Manusia. Sebab sebagaimana mereka pada zaman sebelum air bah itu makan dan minum, kawin dan mengawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera,-Matius 24:37-38

Manusia dalam segala pencapaiannya akan melakukan apapun juga yang dipandangnya baik untuk menikmati kebahagiaan semaksimalnya dalam kesementaraan hidupnya. Manusia mengejar kebahagiaan bagi dirinya sebagai sebuah sentralistik diri yang sanggup menjadikannya budak-budak perjuangan diri sendiri, menolak untuk membukakan telinga bagi sabda Allah yang begitu kasih bagi manusia, sejak era Nuh hingga saat Yesus sendiri hingga kita yang saat ini hidup dibawah pemerintahan sabda-sabda-Nya (yang dipelihara dan disuarakan oleh Roh Kudus) yang tak akan berlalu walau bumi ini sendiri akan berlalu-sabdanya berdaulat memerintah melintasi segala zaman,segala peradaban dan segala dimensi dunia ini.

Pada akhirnya, di muka bumi ini, Yesus memang menunjukan bahwa kebahagiaan manusia yang dikehendaki Allah bukanlah ini: untuk mereka tak ada yang lebih baik dari pada bersuka-suka dan menikmati kesenangan dalam hidup mereka. Dan bahwa setiap orang dapat makan, minum dan menikmati kesenangan dalam segala jerih payahnya,sekalipun ini adalah pemberian Tuhan sendiri! Tetapi adalah ini:

Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu. Tetapi setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir.-Matius 7:24-26

Dunia ini memiliki tema besarnya tersendiri: dengarkanlah dirimu –pekalah dengan suara dirimu dan bahagiakanlah dirimu sebagaimana engkau maui dalam ragam format dan ragam modus operandinya. Dan memang benar ada banyak terobosan-terobosan kebahagiaan yang bisa dan memungkinkan untuk dicapai manusia. Uniknya bahkan Sang Mesias mengakuinya: setiap manusia yang melakukannya pasti akan mampu mendirikan rumahnya berdasarkan pencapaian yang diusahakan dengan mengapresiasikan kemuliaan dirinya. Tak bedanya dengan juga dengan orang yang menyentralkan dirinya pada mendengarkan firman Tuhan yang kekal itu, juga dapat mendirikan rumah. Inilah pada realitas ini mendengar firman kelihatan semakin tak menarik-tak ada daya kompetisinya. Sehingga bisa lahir statement: orang tak beragamapun jangan dikira tak lebih baik sebab ia bisa diberkati Tuhan.  Saya sudah beritahu bahwa Alkitab mengatakan bahwa ya memang benar karena setiap orang yang bekerja keras, Tuhan akan memberikannya kebahagiaan secara material. Tantangannya memang segila Nuh dan segila Yesus, apalagi siapa yang bisa melihat bahwa yang satu di atas batu karang dan yang satu di atas pasir. Apalagi kita bisa berkata mana ada manusia memilih membangun di atas pasir! Jadi tak semudah kata  mewujud material faktanya. Karena itu ini bukan soal rasionalitas dan kemampuan untuk memilih A atau B secara kognitif rasionalitas dan filosofis.

Kapankah itu semua akan diketahui? Jawabnya saat restriksi-restriksi manusia berlangsung:
Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu.

Sayangnya diluar daya jangkau jiwa manusia untuk mengenalinya, ada restriksi yang lebih megah dari sekedar menangis atau berduka sebagai keberakhiran tertawa dan bersukacita yang tak mungkin dipahami manusia:
Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!"-Matius 7:21-23

Tadi Yesus telah berkata: Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu. Ia dan perkataannya adalah batu karang itu. Maukah anda mendengarkan-Nya?

Anda mungkin adalah orang yang sangat sukses dan mampu menikmati kebahagiaan atas jerih payahmu atau kesuksesan strategi bisnismu, itupun adalah pemberian Tuhan. Tetapi apa yang dikehendaki-Nya bagimu adalah ini: Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu. Tetapi setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir.


Di atas semua hal mengenai dan mengenal diri sendiri dan membahagiakannya dalam cara-cara yang bermartabat dan memuliakan hidup dan kemanusiaan sebagai pemberian Tuhan, camkanlah ini bahwa mengenal diri Tuhan dan menyukakannya dalam cara-cara mendengarkan dan mentaati firman Tuhan dalam terang Roh Kudus, ketika  anda dan saya melakukannya maka bukan saja anda berbahagia bagi diri sendiri karena anda dilepaskan dari restriksi-restriksi dunia ini, lebih dari itu anda dan saya sedang mewartakan diri Tuhan dan sabda Tuhan yang hidup di dalam dirimu dalam kuat kuasa Roh Kudus pada keseharian hidup ini yang kaya dengan berbagai tantangan. Itu sebabnya Kasih setia Bapa dalam Anak-Nya  Yesus Kristus dan kuasa pertolongan Roh Kudus merupakan sumber kekuatan, ketaatan dan kesetiaan kepada-Nya- Martin Simamora

Amin
Soli Deo Gloria

No comments:

Post a Comment

Anchor of Life Fellowship , Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri - Efesus 2:8-9