Oleh: Martin Simamora
Perbuatan-Perbuatan
Baik Tanpa Tanding Dalam Pandangan Tuhan Yesus Kristus
Kredit gambar: stepforwardpak.org |
Kebanyakan orang akan
menilai bahwa orang-orang baik, yang sangat luar biasa baiknya dibandingkan
bahkan dengan orang-orang yang katanya “memiliki”
Tuhan, berhak untuk menerima kasih karunia dan berbagai janji-janji keselamatan
dari Tuhan. Pemikiran semacam ini bukan saja ada di era kini tetapi sejak era
Yesus. Mari kita perhatikan sebuah peristiwa yang luar biasa ini:
[segmen 1]Setelah
Yesus selesai berbicara di depan orang banyak, masuklah Ia ke Kapernaum. Di
situ ada seorang perwira yang mempunyai seorang hamba, yang sangat dihargainya.
Hamba itu sedang sakit keras dan hampir mati. Ketika perwira itu mendengar tentang Yesus, ia menyuruh beberapa orang
tua-tua Yahudi kepada-Nya untuk meminta, supaya Ia datang dan menyembuhkan
hambanya.- Lukas 7:1-3
[segmen 2]
Mereka
datang kepada Yesus dan dengan sangat mereka meminta pertolongan-Nya, katanya: "Ia layak Engkau
tolong, sebab ia mengasihi
bangsa kita dan dialah yang menanggung
pembangunan rumah ibadat kami."- Lukas 7:4-5
Coba perhatikan segmen
2 tersebut. Pada realitanya ini yang justru kerap kita temui dan
dengar. Biasanya kita akan berkata atau mendengar pembicaraan seperti ini: ia
bukan Kristen, atau bukan pengiman pada Yesus Kristus Juru Selamat
satu-satunya, tetapi kebaikan diri atau karakternya bahkan tak tertandingi oleh
orang-orang Kristen itu sendiri. Jadi
tidak mungkin Tuhan tidak menolongnya sehingga sekalipun tidak percaya
pada Yesus atau tidak menjadi Kristen, karena kebaikan-kebaikannya yang luar
biasa. Argumen faktual semacam inilah yang disampaikan oleh para tua-tua Yahudi
yang diutus oleh perwira Roma tadi. Ini dinyatakan oleh para tua-tua Yahudi
bukan semata karena mereka memiliki hubungan baik dengan perwira tadi, tetapi
mereka sendiri merasakan dan mengakui betapa luar biasanya perbuatan baik
mereka bagi bangsa yang merupakan umat Tuhan itu, yaitu: si perwira itu
mengasihi bangsa Yahudi dan bahkan menanggung pembangunan rumah ibadatnya. Jadi
ini perwira Roma ini memiliki perbuatan-perbuatan baik yang bisa jadi sangat
sukar untuk ditandingi oleh kebaikan-kebaikan yang dilakukan oleh umat Tuhan
sendiri.
Tetapi bagaimana
dengan Yesus? Apakah Yesus menolongnya
karena Ia memiliki kebaikan-kebaikan tanpa tanding tersebut, atau dengan kata lain,
apakah perbuatan-perbuatan baik yang
begitu luar biasa itu merupakan
kekuatan yang mendorong Yesus untuk tak mungkin mengabaikan perwira
tersebut, sekalipun bukan umatnya berdasarkan kebangsaan Yahudi? Mari kita
perhatikan respon Yesus:
[Segmen 3]
Setelah Yesus mendengar perkataan itu,
Ia heran
akan dia, dan sambil berpaling kepada orang banyak yang mengikuti Dia, Ia
berkata: "Aku
berkata kepadamu, iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai, sekalipun di antara
orang Israel!"- Lukas 7:9
Segmen
3
ini menunjukan ketakjuban Yesus terhadap prajurit Roma tersebut. Tetapi kalau
memperhatikan bunyi keheranan Yesus terhadapnya, maka jelas tersingkap tidak
ada kaitannya sama sekali dengan apapun juga yang telah disampaikan oleh para tua-tua
Isreal Yahudi kepada Yesus, agar berdasarkan keterangan mereka, Yesus mau
memperhitungkan kebaikan-kebaikan tanpa tanding itu sebagai dasar pelayakannya
untuk menerima kebaikan yang hanya dikhususkan bagi umat Allah saja. Perhatikan apa bunyi keheranan Yesus itu: “Aku
berkata kepadamu, iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai, sekalipun di antara
orang Israel.”
Kalau para tua-tua
Israel mengunjukan pada Yesus kebajikan-kebajikan tanpa tanding si perwira Roma
bahkan membandingkannya dengan orang-orang Israel itu sendiri, yaitu: mengasihi bangsa Israel dan menanggung
pembangunan rumah ibadat, pada Yesus kebajikan-kebajikan tanpa tanding itu sama
sekali tidak memesonanya melainkan hal yang sama sekali luput dari pandangan
para tua-tua Israel yaitu: Iman. Yesus berkata: “Aku berkata kepadamu, iman
sebesar ini tidak pernah Aku jumpai, sekalipun di antara orang Israel.” Dengan
kata lain, kalau tua-tua Israel mengunjukan pada Yesus: kebajikan-kebajikan
tanpa tanding, Yesus sebaliknya menemukan pada perwira Roma itu: iman tanpa
tanding diantara orang Israel. Apakah dasar bagi Yesus berkata “iman sebesar ini tidak pernah
Aku jumpai, sekalipun di antara orang Israel? Inilah dasarnya:
[segmen 4]
Lalu Yesus pergi bersama-sama dengan mereka. Ketika Ia tidak jauh lagi dari
rumah perwira itu, perwira itu menyuruh sahabat-sahabatnya untuk mengatakan
kepada-Nya: "Tuan, janganlah
bersusah-susah, sebab aku tidak layak menerima Tuan di dalam
rumahku; sebab itu aku juga menganggap diriku tidak layak untuk datang
kepada-Mu. Tetapi katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh.
Sebab
aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku
berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia pergi, dan kepada
seorang lagi: Datang!, maka ia datang, ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah
ini!, maka ia mengerjakannya."- Lukas 7:6-8
Kalau tadi saya katakan
bahwa Yesus sama sekali tidak terpesona oleh kebajikan-kebajikan tanpa tanding
yang diunjukan oleh tua-tua Israel kepada Yesus sebagai dasar baginya ia layak untuk ditolong oleh Yesus, maka hal
yang sama juga dikemukakan oleh si prajurit Roma dalam memandang nilai dirinya
dihadapan Sang Kristus, mari perhatikan cuplikan dari segmen 4 berikut ini:
Tuan,
jangan bersusah-susah, sebab:
-aku
tidak layak menerima Tuan di
dalam rumahmu
-aku
juga menganggap diriku tidak layak
untuk datang kepada-Mu
Pandangan
umum berkata, sekalipun ia bukan pengikut Tuhan dan tidak menjadi murid Tuhan,
tetapi jika ia memiliki kebajikan-kebajikan mulia yang bahkan tanpa tanding
jika dibandingkan dengan yang mengaku sebagai pengikut Tuhan dan mengaku
sebagai murid Tuhan. Pandangan umum percaya bahwa manusia memiliki posisi yang
kuat untuk membangun kebenaran dan harga diri dihadapan kemuliaan Tuhan jika ia
mampu memproduksi dari dirinya sendiri serangkaian kebijakan-kebijakan yang
berkarakter dan bermutu sangat mulia.
Tetapi pada prajurit Roma yang dalam pandangan tua-tua Israel bukan umat
Tuhan karena bukan bangsa Israel secara lahiriah, nilai kebenaran diri perwira itu terletak pada kebajikan-kebajikan
yang luar biasa. Begitulah kepercayaan dan pengharapan tua-tua Israel kala
berjumpa dengan Yesus. Ini bertolak belakang sangat tajam pada perwira tersebut
kala berjumpa dengan Yesus, Ia menyatakan dirinya: “tidak layak
menerima Yesus di dalam rumahnya” dan “tidak layak bagi Yesus untuk
mendatangi dirinya itu.” Sementara pandangan umum mengajarkan jika seseorang
memiliki kebajikan-kebajikan tanpa tanding atau yang luar biasa, itu adalah
dasar yang kokoh untuk percaya diri berjumpa dengan Tuhan! Kita melihat 2 hasil
yang berbeda pada 2 kelompok orang dalam
sama-sama menghadap Yesus, dalam memandang nilai diri: satu kelompok: memandang
bahwa manusia memiliki nilai kebenaran untuk dilayakan menerima kebaikan Tuhan
berdasarkan kebajikan, dan satu kelompok lainnya –dalam hal ini diwakili
perwira Roma- memandang bahwa manusia tidak memiliki nilai untuk dilayakan
menerima kebaikan Tuhan berdasarkan kebajikan diri sendiri.
Apakah
ini sebuah manifestasi jiwa yang terlampau memandang rendah nilai diri
dihadapan Tuhan, sebagai tidak berdaya sama sekali menghasilkan kebaikan?
Apakah prajurit Roma ini sedang kehilangan kepercayaan dirinya dan sedang “merayu”
diri Yesus dengan menjatuhkan martabat kebajikannya sehina-hinanya? Jawabnya
Tidak, untuk semua itu.
Pertama,
jawabnya tidak, bahwa itu sebuah manifestasi jiwa yang terlampau memandang
rendah diri, sebab Yesus justru memujinya dengan berkata bahkan kepada orang
banyak: Aku berkata kepadamu, iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai,
sekalipun di antara orang Israel.
Kedua,
jawabnya tidak, bahwa si perwira sedang kehilangan kepercayaan dirinya dan
sedang “merayu” diri Yesus dengan menjatuhkan martabat kebajikannya
sehina-hinanya. Sebaliknya ia memiliki dasar kokoh untuk bersikap demikian
tentang dirinya bahwa ia sama sekali tidak memiliki dasar kelayakan, dan
memandang begitu tinggi tentang Yesus-bahwa Ia
tidak dapat didekati oleh nilai dirinya selain jika Ia berkenan
mendekati dirinya. Coba perhatikan perkataannya yang penuh keyakinan atau
kepercayaan diri ini: Tetapi katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh.
Sebab
aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku
berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia pergi, dan kepada
seorang lagi: Datang!, maka ia datang, ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah
ini!, maka ia mengerjakannya.
Saudara-saudaraku,
ini bukan untuk menyatakan bahwa menjadi
pengikut Tuhan tidak memiliki kehidupan bermutu dalam karakter, moral dan
perbuatan baik. Tetapi apa yang benar dalam semua hal baik itu, dalam kita melakukannya bukan sama
sekali pemberi bobot nilai dihadapan Tuhan sehingga layak. Faktanya, Yesus memandang
kelayakan terhadap prajurit Roma yang tak terbilang dalam bangsa pilihan secara
kelahiran hanya berdasarkan imannya yang menakjubkan itu. Ini adalah sebuah
penghakiman yang menyakitkan terhadap bangsa yang adalah umatnya namun sama
sekali ketika berjumpa dengan Yesus, tidak memiliki iman yang benar sebagaimana
dikehendaki-Nya. Yesus memuji si perwira bukan sekedar karena ia percaya,
tetapi memiliki kebenaran dalam memandang dirinya dihadapan-Nya, bahwa dirinya:
TIDAK LAYAK dalam hal apapun untuk sampai
Tuhan mengunjungi dirinya, kecuali jika Ia sendiri berkenan menjawab
permohonannya, itu sendiri sudah merupakan bukti kalau Yesus berkenan kepadanya
sebab ia beriman dalam kebenaran saat berjumpa Yesus, tentang nilai dirinya
yang tak memiliki apapun juga untuk
dibanggakan. Ini kontradiksi yang tajam dengan pandangan tua-tua Israel. Perwira itu memang tidak pernah berjumpa
dengan Yesus dan Yesus tidak pernah secara fisik bertemu sapa, dan apalagi
membaptisnya, tetapi jelas Yesus mengumandangkan bahwa apa yang terpuji pada
perwira tersebut adalah: iman yang benar saat berjumpa dengan Yesus- dimanakah
ia berjumpa dengan Yesus? Didalam kepercayaannya yang didasarkan pada
ketakpantasan diri untuk menyodorkan diri layak diselamatkan berdasarkan kebajikan mulia, ia bahkan menganggapnya
tidak ada nilai dalam ia mengumandangkan imannya yang berbunyi: katakan saja
sepatah kata, maka hambaku
itu akan sembuh. Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan
di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu:
Pergi!, maka ia pergi, dan kepada seorang lagi: Datang!, maka ia datang,
ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah ini!, maka ia mengerjakannya.
Tahukah anda, ini iman yang tidak main-main dari seorang perwira Roma dan
sebuah kesadaran penuh bahwa ia sungguh tak bernilai untuk didatangi-baginya
Yesus terlampau mulia untuk menjamah kehidupannya yang tak layak dipersembahkan
seolah begitu mulia walau mulia dipandangan tua-tua Israel. In begitu nyata
dari tindakannya yang begitu mencengangkan siapapun: Lalu Yesus pergi bersama-sama dengan mereka. Ketika Ia tidak jauh
lagi dari rumah perwira itu, perwira itu menyuruh sahabat-sahabatnya
untuk mengatakan kepada-Nya: "Tuan, janganlah bersusah-susah,
sebab aku tidak layak menerima Tuan di dalam
rumahku- Matius 7:6.
Tidak
ada sebuah inferioritas diri di sini
terhadap nilai diri, sebab Yesus memujinya secara agung dihadapan banyak orang:
Setelah Yesus mendengar perkataan itu,
Ia heran akan dia, dan sambil berpaling kepada orang banyak yang mengikuti Dia,
Ia berkata: "Aku berkata kepadamu, iman
sebesar ini tidak pernah Aku jumpai, sekalipun
di antara orang Israel!"- Matius 7:9. Ya… sekalipun di antara
orang Israel, karena bahkan tua-tua Israel berkata begini kepada Yesus: Ia layak Engkau
tolong, sebab ia mengasihi
bangsa kita dan dialah yang menanggung
pembangunan rumah ibadat kami.
Perbuatan
baik tanpa tanding, bagi Yesus bukan hal yang tercela. Tetapi jika hal itu yang
dimuliakan manusia dalam mencari pelayakan dari Tuhan, maka iman adalah hal
yang sangat janggal untuk dibincangkan, diajarkan dan diberitakan untuk dikejar
setinggi-tingginya.
Kedua
hal ini bukan untuk dikontradiksikan sehingga menjadi iman yang benar tidak melahirkan perbuatan baik
sehingga perbuatan baik tidak diapresiasi dalam kehidupan beriman dan kemanusiaan . Tidak seperti itu. Ini adalah soal posisi
manusia dihadapan Tuhan, karena kerap manusia itu menakar dirinya layak datang kepada
Tuhan, tidak memerlukan apa yang disebut beriman kepada Tuhan Yesus asalkan ia
mampu berjuang memproduksi perbuatan-perbuatan baik. Tentu ini aspek yang sukar
saat berjumpa dengan Yesus, sebagaimana kasus-kasus lainnya ini:
Ada
seorang datang kepada Yesus, dan berkata: "Guru, perbuatan baik apakah yang harus kuperbuat
untuk memperoleh hidup yang kekal?" Jawab Yesus: "Apakah
sebabnya engkau bertanya kepada-Ku tentang apa yang baik? Hanya Satu yang baik.
Tetapi jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup, turutilah segala perintah
Allah." Kata orang itu kepada-Nya: "Perintah yang mana?" Kata
Yesus: "Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan
mengucapkan saksi dusta, hormatilah ayahmu dan ibumu dan kasihilah sesamamu
manusia seperti dirimu sendiri." Kata orang muda itu kepada-Nya:
"Semuanya itu telah kuturuti, apa lagi yang masih kurang?" Kata Yesus
kepadanya: "Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala
milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh
harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku." Ketika orang
muda itu mendengar perkataan itu, pergilah ia dengan sedih, sebab banyak
hartanya. Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Aku berkata kepadamu,
sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan
Sorga.- Matius 19:16-23
Kalau
anda membaca dialog ini, maka anda pasti tahu bahwa orang yang bertanya kepada
Yesus itu, adalah orang yang memiliki kualitas perbuatan baik yang luar biasa
dan bisa jadi tanpa tanding bahkan jika diukurkan pada manusia-manusia masa
kini, karena ia berkata bahwa ia memiliki kualitas kebajikan yang teruji oleh
waktu dan sangat bermutu tinggi:
Kata
Yesus: "Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, hormatilah
ayahmu dan ibumu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri."
Kata orang muda itu kepada-Nya: "Semuanya itu telah kuturuti, apa lagi yang
masih kurang?"
Saudara-saudaraku,
bahkan orang muda ini memiliki kasih kepada sesama manusia seperti dirinya
sendiri begitu apik sementara ia tak bercela dalam memenuhi sederet jangan. Ini
bukan hal yang mengada-ada, sebab pada saat
orang muda itu bertanya pada Yesus: apa lagi yang masih kurang, kalau
anda perhatikan jawaban Yesus, tidak satupun menyatakan bahwa ia kurang
sempurna pada salah satu hukum termasuk hukum yang terutama: kasihilah sesamamu
seperti dirimu sendiri (bdk Matius
22:36-40), tidak dikatakan Yesus sebagai
hal yang kurang. Tetapi apa yang kurang itu adalah: melepaskan segala kemuliaan
harta bendanya untuk mendapatkan hidup kekal itu, yaitu mengikut Yesus. Orang
muda itu bertanya: perbuatan baik apakah yang harus kulakukan agar ia
mendapatkan hidup kekal, namun ketika Yesus menyatakan bahwa dirinyalah hidup
kekal itu, ia tidak sanggup sebab baginya kebajikan-kebajikan itu tadi, adalah
dasar baginya yang dapat ditawarkan pada Yesus sehingga layak baginya
mendapatkan hidup kekal. Baginya beriman bukan faktor keselamatan, baginya
perbuatan baik yang bermutu dan tanpa tanding adalah modal yang sangat kuat
untuk berhak atas hidup kekal. Yesus telah menetapkan dirinya adalah hidup
kekal yang dicari-cari oleh orang-orang Yahudi, sementara bagi orang-orang
Yahudi, perbuatan-perbuatan baik adalah dasar untuk layak diselamatkan. Itu
sebabnya, tadi, tua-tua Israel dalam datang kepada Yesus, melaporkan apa saja
perbuatan-perbuatan baik si perwira tadi sehingga memiliki nilai kelayakan
untuk ditolong oleh Yesus.
Ini
adalah problem maha besar bagi Israel dan juga bagi semua manusia. Bagi
manusia, kalau anda memiliki kebajikan-kebajikan tanpa tanding maka anda berhak
sedikit-dikitnya menikmati langit dan bumi baru, tetapi bagi Yesus tidak sama
sekali. Itu sebabnya para murid menjadi gempar:
Ketika
murid-murid mendengar itu, sangat gemparlah mereka dan
berkata: "Jika
demikian, siapakah yang dapat diselamatkan?" Yesus memandang
mereka dan berkata: "Bagi manusia hal ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah
segala sesuatu mungkin."- Matius 19:25-26
Saudara-saudaraku,
ketika Yesus bersabda:
Karena
itu haruslah
kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah
sempurna."- Matius 5:48
Maka
memang ini adalah tujuan kehidupan kita didalam Yesus Kristus. Pilihannyakan
hanya seperti Bapa atau seperti Setan. Karena Yesus yang bersabda maka Ia akan
bersabda bahwa Bapa-Nya adalah tujuan yang harus kita capai. Dan ini bukan soal
mengejar kebajikan-kebajikan tanpa tanding tetapi bagaimana seharusnya kehidupan anak-anak
Bapa:
Kamu telah mendengar firman: Kasihilah
sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah
musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan
demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang
menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan
hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar.- Matius 5:43-45
Kalau
kita cermati maka kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya
kamu merupakan kegiatan atau perbuatan baik yang melampaui pengejaran kebajikan
tanpa tanding, sebab anda pun diminta berdoalah bagi mereka yang menganiaya
kamu? Jika anda dimintakan berdoa secara demikian dari hati tertulusmu, apakah
isi doamu kepada Bapa? Keselamatan jiwanyakah atau agar ia dijauhkan dariku
dalam cara apapun yang Bapa kehendaki? Kita harus sadar bahwa sempurna seperti
Bapa itu adalah sebuah praktik hidup yang melampaui kebajikan-kebajikan tanpa
tanding tetapi membangun kehidupan doa bagi orang-orang yang jahat terhadapmu. Apakah saya dan anda memiliki
kehidupan doa yang sangat unik ini? Kapankah anda terakhir kali berdoa syafaat
bagi musuhmu hingga doamu terjawab- dan lagian apakah isi doamu?
Kita
harus tahu bahwa kebajikan-kebajikan tanpa tanding dalam pengajaran dan
kebenaran Yesus adalah kebajikan-kebajikan yang berlandaskan kasih kepada musuh
dan berdoa kepada musuh. Bukan hal yang generic semacam ini : Apabila kamu
mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah
pemungut cukai juga berbuat demikian? Dan apabila kamu hanya memberi
salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada
perbuatan orang lain? Bukankah orang
yang tidak mengenal Allahpun berbuat demikian?- Matius 5:46-47. Apakah memberi
salam kepada musuhmu masih menjadi
problem bagimu? Jika demikian kita masih harus bekerja keras dalam keselamatan
yang telah kita terima agar kita di dunia ini terbukti adalah anak-anak Bapa. Kita harus terbedakan
berdasarkan ini: Bukankah orang yang
tidak mengenal Allahpun berbuat demikian?. Dan untuk mengetahui jawaban
seutuhya lihatlah pada Yesus, karena apa yang dilakukannya tidak dapat
ditandingi oleh siapapun juga.
Itu
sebabnya tidak mungkin berdasarkan perbuatan baik tak tertandingi maka seseorang sekalipun bukan Kristen dan
bukan pengikut Yesus, layak diselamatkan. Karena Yesus sama sekali menunjukan
sebaliknya. Pada sisi lainnya, bagi yang mengaku Kristen atau pengikut Yesus
Kristus, maka pertanyaannya, sudahkah anda benar-benar hidup sebagaimana
pengakuan anda, karena saya dan anda harus membangun kebenaran diri di atas
dasar kebenaran Yesus, bukan dari dunia ini dan berbagai kebenaran yang ada di
dunia ini.
Jadi,
selamat membangun diri dalam Yesus Kristus dan kebenarannya dan selamat menjadi
umat Tuhan yang sungguh mengenal nilai diri sendiri di hadapan Tuhan Yesus Kristus,
sebab dari situlah datang kehidupan beriman yang benar dan terpuji dihadapan Tuhan Yesus Kristus.
Soli Deo Gloria
No comments:
Post a Comment