Oleh: Martin Simamora
Memiliki Cinta Tuhan Yang Mencintai
Dari Generasi Ke Generasi Bahkan Memberikan Kehidupan yang Tak Mungkin Dimiliki
(Ketika Cinta Tuhan Tak Bertara Sedikitpun dengan Apapun yang Dapat
Dilakukan Jiwaku)
Seberapa dalam cinta dan seberapa kuatkah yang diperlukan untuk mencintai sepenuhnya dan
seabadinya? Takkah itu begitu aneh ketika mencintai dan cinta adalah pekerjaan dan perjuangan otot dan stamina jiwa, bukankan
jiwa ini sendiri memerlukan cinta? Aku tak tahu apakah memang adalah
cinta jika cinta berpaut dengan berkekuatan otot dan jiwa berstamina untuk
terus mencintai sementara jiwa itu sendiri belum pernah mengenal dicintai
semulia-mulianya? Apakah asupan dan suplemen pengganti cinta sehingga tanpa
pernah jiwa ini dikecup dan dipeluk cinta mulia Tuhan dapat menjadi berstamina
dan bergizi? Aku bertanya-tanya jika saja ada cinta virtual menggawangi jiwa
untuk mengejar cinta yang dari Tuhan?
Begitu sukar, sejujurnya, untuk membicarakan memeluk,
mendekap dan mengecup cinta jika cinta adalah pekerjaan jiwa yang tak pernah memiliki cinta. Ah…
betapa mengerikannya delusi jiwa manusia
yang tak pernah dikecup oleh cinta Tuhan namun membusungkan dadanya dan berkata “aku mengejar dan memperjuangkan
cinta Tuhan setiap waktunya!”
Cinta dan mencintai
bukan definisi jiwa manusia dan bukan formulasi pikiran dan usaha yang dibangun
dari hari ke hari. Sebab mencintai memang adalah kebutuhan jiwa yang tak dapat
diasup sendiri oleh siapapun manusia. Manusia begitu gampang untuk merasa
sendiri, terkucil, terbuang, terhina, memerlukan kekuatan otot untuk dihormati
bahkan dicintai, bahkan membangun konsepsi Allah dan kasih karunia menurut
kontemplasi jiwa dan pikiran yang tumpul akan cinta dan kesetiaan dalam
kemurnian kudusnya cinta Allah.
Bagi manusia dunia cinta adalah eksistensi yang bisa pasang
dan surut; bisa dipengaruhi berbagai
gravitasi problem, kebencian, kekecewaan dan luka hati. Senantiasa
manusia akan memandang cinta bagi
dirinya sendiri dan bagi yang
dikasihinya adalah perjuangan. Dan ini sungguh celaka jika cinta adalah
definisi-definisi perjuangan jiwa manusia. Jika jiwa menjadi sakit maka apakah definisi
cinta yang dihidupi manusia itu?
Karena cinta bukanlah sebuah defile eskternal segala
kekuatan-kekuatan cinta tetapi jiwa yang menghamba dalam dekapan cinta sebab
jiwa itu sendiri memerlukan dekapan cinta bukan mencarinya, jiwa sementara
menuturkan kalimat-kalimat cinta, ia sendiri merindukan untuk dicintai, dipeluk
dan disayangi hingga damai sejahtera memenuhi setiap sel tubuh dan jiwanya
untuk membinasakan benci, amarah, frustrasi dan rasa ingin mati saja kala semua
tak menjawab dan membantunya. Jiwa dapat melukai dan terlukai dan yang mencucurkan air mata
ratapan cinta, kala berkata “aku mencintaimu Tuhan” atau “aku mengasihimu Tuhan,”
ia sendiri memerlukan kekuatan cinta pada jiwanya. Jiwa memerlukan cinta Allah
agar ia bisa hidup untuk mencintai, sebuah hakikat eksistensial jiwa manusia
sehingga ia sanggup mengasihi segenap alam beserta isinya dan terutama kepada
Allah Sang Pencipta segenap eksistensi termasuk dirinya sendiri. Jika aku mampu
mencintai Tuhan dan sesamaku sebagai Ia berkehendak maka itulah eksistensi pada
hari penciptaanku sehingga aku adalah Adam dalam tangan Tuhan.
Tak kecuali logika dan argumen pun memburu apakah itu
mencintai dan dicintai, tetapi itu hanya
jika gelora cinta ciptaan Tuhan telah memeluk jiwanya.
Jika saja
manusia menemukannya…..
Dan aku sendiri diingatkan akan sebuah kekuatan cinta untuk memiliki kehidupan mencintai dari Allah
yang siapapun tak akan dapat menjelaskannya dengan pengalaman-pengalaman
bercinta dan mencintai yang semulia dan seluhur apapun diantara anak-anak
manusia dalam sebuah pernikahan, perkataan cinta yang mencintai
luar biasa hingga memberikan hidup agar dapat saling mencintai
selama-lamanya itu, diungkapkan kepada seorang perempuan yang begitu
berpengalaman dan kaya pengalaman akan apakah artinya cinta:
Yohanes 4:7,9 Maka datanglah seorang
perempuan Samaria hendak menimba air. Kata Yesus kepadanya: "Berilah Aku
minum."… Maka kata perempuan Samaria itu kepada-Nya: "Masakan
Engkau, seorang Yahudi, minta minum kepadaku, seorang
Samaria?" (Sebab orang Yahudi tidak bergaul dengan
orang Samaria.)
Apa yang tidak dimiliki oleh cinta di dunia ini adalah
mencintai walau begitu menjijikan dan
begitu jeleknya untuk dapat sekedar diajak bergaul saja. Tetapi Yesus memulai percakapan romantik ini
dengan kepada seorang perempuan “berilah
Aku minum.” Sebuah permintaan sederhana dan sangat mudah, “berilah aku
minum” sementara perempuan itu memiliki
sumber air yang melimpah dan tak akan habis selama mata airnya hidup. Takkan
sumur itu kering karena ia memberikan satu dua teguk air kepada Yesus. Tetapi
lihatlah mata air kebencian begenerasi-generasi dan luka jiwa dalam perendahan
yang begitu panjang antar bangsa Yahudi-Samaria telah melahirkan perwajahan kebencian
yang tak terbayangkan yang tak masuk akal, sebab sekedar memberikan minum saja telah
berubah menjadi “masakan engkau, seorang Yahudi,
minta
minum kepadaku, seorang
Samaria?” Bukankah begitu cinta-cinta di dunia ini, berkubu-berkutub
sebab berselimutkan dosa sekalipun kaya perbendaharaan kata cinta? Sehingga
memang di dunia ini yang namanya mencintai dan saling menghargai perlu
diperjuangkan setiap harinya di setiap detiknya kepada sesama manusia? Mengapa?
Karena pada hakikatnya manusia bukanlah makluk berjiwa cinta yang murni tak
bercemar dalam pelukan kasih Allah yang begitu besar.
Bayangkanlah jika kualitas kemuliaan cinta manusia semacam
ini digunakan untuk mencintai Tuhan? Ha…. Omong kosong kausanggup mencintai
Tuhan secara demikian! Jangan-jangan kau akan berkata kepada Tuhan pada satu
saat berkata: “engkau Tuhan yang tak menjawab kebutuhan keuanganku, masak
memintaku untuk mencintaimu?” Bahkan berpikir dalam otaknya yang kerdil: sangat mungkin isteriku saat ini bukanlah
isteri yang dikehendaki Tuhan, sebab bukankah semua pasangan menentukan baginya
sendiri isteri atau suaminya. Jadi nanti di bumi dan langit baru Allah akan
menata ulang semua pasangan suami-isteri itu. Begitulah manusia dengan segala
ketakberdayaannya untuk memiliki cinta Tuhan dengan upayanya sendiri.
Atau jangan-jangan ada yang berkata kepada Tuhan: “Kekurangan
cintakah engkau sampai-sampai mengemis
cinta dan hormat dariku?”
Sang Mesias tahu sekali problem ini, bahwa mencintai dengan
cinta sebagaimana yang dimiliki Allah dan Sang Mesias mustahil diharapkan datang
dari diri manusia, apalagi tak bersyarat dan apalagi tetap bertahan walau
bagaimanapun juga perasaan cinta itu bertolak belakang dengan pengharapan.
Manusia tak memiliki itu! Bahkan manusia tak memiliki
sumber-sumber berlimpah untuk senantiasa mencintai sebagaimana sumur yang
bermata air yang tak bergantung pada curah hujan melimpah atau curah hujan
begitu miskinnya, tetapi tetap memancarkannya penuh kesetiaan kepada segenap
makhluk hidup. Manusia-manusia begitu miskinnya dihadapan sumur sebab pada
manusia tak memiliki satu saja mata air
pada dirinya, apalagi banyak mata air. Dan karena itu memang adalah omong
kosong untuk memperjuangkan cinta untuk eksis padamu. Karena cinta bukan
dihasilkan oleh pabrik jiwa manusiamu yang lebih berkubang dengan kebencian,
kemarahan, ketaksukaan, dendam, keengganan untuk sepenuh hati dan berderet kata
yang begitu kaya sehingga cinta dan kasih begitu miskin dan terhimpit,
sebagaimana perempuan itu kepada Yesus yang tak cepat memberikan minum malah
mempertanyakan mengapa kauminta dariku yang Samaria ini.
Manusia memerlukan pemberian agar ia lebih terhormat daripada sumur itu sendiri.
Itu sebabnya Yesus berkata kepada perempuan itu:
Yohanes 4:10 Jawab Yesus kepadanya:
"Jikalau engkau tahu tentang karunia Allah dan siapakah Dia yang
berkata kepadamu: Berilah
Aku minum! niscaya engkau telah meminta kepada-Nya dan
Ia telah memberikan kepadamu air hidup."
Cinta yang membuang dan merubuhkan kebencian adalah kehidupan
kasih Allah yang datang dari Allah dan hanya dimiliki ketika diberikan kepada
manusia itu. Manusia tak memiliki cinta yang murni dan mulia bagi
sesamanya yang membuatnya mampu untuk
mengenal dan mengasihi Allah. Itu semua harus dimulai dengan Allah
memberikannya.
Perempuan itu sadar bahwa apa yang dibicarakan Yesus terlalu
mulai bagi manusia. Bagi manusia
itu sebuah Utopia, hanya ada dalam angan dan konsep tetapi apa daya manusia
memang bukan sebuah sumur bermata air. Itulah fatalitas manusia, mau tetapi apa daya ia lebih buruk
daripada sebuah sumur bermata air yang setiap mengeluarkan airnya walau langit tak
menjatuhkan setitikpun air menetesi bumi dalam kegersangannya. Itu sebabnya
perempuan itu berkata dalam sebuah kejujuran dan keterbukaan:
Yohanes 4:11Kata perempuan itu
kepada-Nya: "Tuhan, Engkau tidak
punya timba dan sumur ini amat
dalam; dari manakah Engkau memperoleh air hidup itu?
Ia tak mengerti tetapi sekaligus menunjukan bahwa
begitulah realitas semua manusia, saya,
anda dan siapapun anda kala membicarakan cinta tak berputus dan tak berlelah
untuk diupayakan dan dibagikan kepada sesama manusia maka semuanya tak punya
timba dan manusia tak memiliki kedalaman sedemikian dalamnya pada jiwanya
sendiri dalam mencintai, untuk memberikan yang terbersih tak bercemar kudus
sama sekali pada sumbernya.
Si perempuan telah menakarnya pada Yesus Sang Mesias, sebab ia belum mengenal
siapakah Ia! Bahkan ia menilai Yesus lebih rendah daripada Yakub moyangnya:
Yohanes 4:12 Adakah Engkau lebih besar dari pada bapa kami Yakub, yang memberikan sumur ini kepada kami
dan yang telah
minum sendiri dari dalamnya, ia serta anak-anaknya dan
ternaknya?"
Si perempuan menakar Yesus, sebab siapakah Yesus untuk
berkata demikian? Lebih hebatkah Yesus daripada
sumur Yakub yang telah setia memberikan kehidupan dalam kesetiaan,
kasih dan cinta kepada bergenerasi-generasi keturunan Yakub bahkan
kepada ternaknya, tak berputus? Perkataan Yesus yang berbunyi:” niscaya
engkau telah meminta kepada-Nya dan Ia telah memberikan
kepadamu air
hidup” telah membuat perempuan itu bertanya-tanya akan siapakah dia
berbicara hidup begenerasi-generasi-memberikan hidup yang berpondasi pada cinta yang selama-lamanya memberikan hidup
seperti halnya sumur Yakub? Mau memberikannya? Adakah manusia memiliki pada
dirinya mata air yang memberikan kasih atau cinta dan kehidupan tak berputus,
begitu saja?
Bukan begitu saja! Tak ada yang begitu saja atau
sebagai bersumber tanpa asal-usul. Apa
yang Yesus sedang bicarakan adalah memberikan sumber dengan sebuah asal-usul
yang begitu jelas dan hanya Ia saja yang tahu sehingga ia berkata: jikalau engkau tahu karunia
Allah dan siapakah Dia yang berkata kepadamu.
Tidak begitu saja, tetapi oleh Dia dan
dari Dia berdasarkan karunia Allah. Ketika Yesus berkata “karunia Allah” itu menunjukan
ketakpunyaan manusia karena memang sama sekali tak berpunya dan tak pernah
punya dan tak pernah berkuasa mengadakannya! Manusia-manusia berdosa
adalah manusia-manusia yang hanya sanggup mencintai untuk memberikan hidup dan membuat hidup ini
bermakna sejauh musim tertentu berlangsung dan sejauh kriteria-kriteria
tertentu dipenuhi. Manusia akan berhenti mencintai kala ia dihantam
kebencian, permusuhan, perendahan martabat dan pengusiran atau pengucilan.
Manusia memiliki kekuatan jiwa yang terbatas sekalipun diperjuangkan bahkan
dalam hal itu tak akan pernah bisa menghasilkan cinta atau kebaikan atau
kemurahan sebagaimana yang Yesus mau berikan karena 2 hal: pertama:
manusia tak memiliki timba atau sarana untuk mengambil
sumber-sumber kasih tak berputus tak peduli musim kemarau tanpa musim hujan,
karena bahkan: kedua: manusia tak
memiliki pengetahuan dan kuasa untuk membangun pada dirinya sendiri, sumur
sumber kehidupan yang mencintai dari
generasi ke generasi sebagaimana-bahkan
setidak-tidaknya- pada sumur Yakub.
Tak pernah perempuan itu memahaminya, sehingga Yesus tegas
menyatakan untuk meyakinkan bahwa ia yang sedang berdiri dihadapannya adalah lebih
besar daripada Yakub dan sumur Yakub itu. Jika sumur Yakub hanya
mampu menghapuskan sesaat saja dahaga itu oleh karena kasih seorang Yakub kepada
generasi-generasinya terbatas, maka pada Yesus ia adalah pembuat sumur dan sumur itu sendiri yang
jauh lebih agung karena ia memiliki kasih yang menjangkau generasi-ke generasi
dengan menjadikan mereka memiliki pada
dirinya mata air-mata air abadi sementara bukan Sang Sumur itu sendiri. Kasih atau Cinta Sang Mesias itu telah melintasi
sumur Yakub dan generasi Yakub tetapi telah sampai kepada generasi yang
dipandang hina oleh keturunan murni keluarga Yakub. Sang Mesias mencinta
generasi perempuan yang dipenuhi oleh luka-luka kekecewaan, penghinaan,
perendahan dan pengucilan dengan cinta yang agung dari dirinya Sang Sumur
dengan mata air yang airnya akan menjadi
mata air bagi si penerimanya:
Yohanes 4:13-14 Jawab Yesus
kepadanya: "Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi, tetapi
barangsiapa minum air yang akan Kuberikan
kepadanya, ia tidak akan haus untuk
selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan
Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya,
yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup
yang kekal."
Mencintainya dalam cara yang menakjubkan karena dalam
mencintai sekaligus memberikan hidup secara berlimpah hingga hidup yang kekal.
Itu sebabnya, cinta pada yang diberikan
Yesus pada saya dan anda, bukan sebuah cinta yang perlu diperagakan dalam
sebuah komitmet berotot dan berjuang seperti perjuangan menguras energi jiwa! Mengapa? Karena jiwamu bukanlah timba
yang dapat mencapai kedalaman sumur bermata air, dan perlu berkali-kali
melakukannya. Ya memang bisa anda melakukannya atau menunjukan beragam cinta
luhur dan memang eksis di antara umat manusia, tetapi percayalah anda tak akan memiliki kuasa untuk
memberikan kehidupan kepada manusia tanpa kasih Allah yang memberikan hidup
dari Allah sendiri karena anda sendiri
masih kepayahan untuk mengasupkan diri anda sendiri dengan cinta demi
cinta berdasarkan pertarungan otot daging dan otot jiwamu sendiri. Anda akan habis bagi dirimu sendiri dan tak
berdaya menjadi penerus air kehidupan kekal.
Ia sudah tak bersama umat percaya, Ia telah naik ke sorga.
Tetapi kepada siapa yang telah menerima air hidup darinya sejak eranya, tak
akan pernah berhenti atau mati, tetapi terus mengalir hingga saat ini, dari
satu orang percaya pada satu generasi kepada generasi-generasi berikutnya,
sebagaimana pada sumur Yakub maka sumur yang diciptakan Yesus pada banyak orang
percaya, itu semua lebih besar dari sumur Yakub. Dengan demikianlah Cinta Allah
dalam Kristus terus mengalir.
Dahulu
Golgota, sekarang di tempat dimanapun anda berada, kasih Allah yang begitu
besar itu dinyatakan-Nya kepada dunia.
Soli Deo Gloria
No comments:
Post a Comment