Oleh: Martin Simamora
“Jikalau Kamu Masuk Ke
Dalam Sebuah Kota Dan Kamu Tidak Diterima”
Rasul Paulus adalah salah
satu rasul yang memiliki pengaruh dalam pemberitaan injil dan perkembangan
jemaat perdana. Tetapi juga mengalami penentangan yang keras akibat pemberitaannya
yang berbunyi Yesus adalah Sang Mesias
yang begitu lugas di dalam rumah-rumah ibadat Yahudi sebagaimana yang dahulu
telah dilakukan oleh Yesus Sang Mesias [Lukas 19:47, 20:1, 21:23, 21:37; Yoh
7:14,Yoh 7:28,Yoh 8:2, Yoh 8:20], mengalami penolakan halus hingga ancaman
menyertainya:
“Kemudian Paulus meninggalkan Atena, lalu
pergi ke Korintus. Di Korintus ia berjumpa dengan seorang Yahudi bernama
Akwila, yang berasal dari Pontus. Ia baru datang dari Italia dengan Priskila,
isterinya, karena kaisar Klaudius telah memerintahkan, supaya semua orang
Yahudi meninggalkan Roma. Paulus singgah ke rumah mereka. Dan karena mereka
melakukan pekerjaan yang sama, ia tinggal bersama-sama dengan mereka. Mereka
bekerja bersama-sama, karena mereka sama-sama tukang kemah. Dan setiap hari Sabat Paulus berbicara dalam
rumah ibadat dan berusaha meyakinkan orang-orang Yahudi dan orang-orang Yunani.
Ketika Silas dan Timotius datang dari Makedonia, Paulus dengan sepenuhnya dapat
memberitakan firman, di mana ia memberi
kesaksian kepada orang-orang Yahudi, bahwa Yesus adalah Mesias. Tetapi
ketika orang-orang itu memusuhi dia dan menghujat, ia mengebaskan debu dari
pakaiannya dan berkata kepada mereka: "Biarlah darahmu tertumpah ke atas kepalamu sendiri; aku bersih,
tidak bersalah. Mulai dari sekarang aku akan pergi kepada bangsa-bangsa
lain." Maka keluarlah ia dari situ, lalu
datang ke rumah seorang bernama Titius Yustus, yang beribadah kepada Allah, dan
yang rumahnya berdampingan dengan rumah ibadat. Tetapi Krispus, kepala rumah
ibadat itu, menjadi percaya kepada Tuhan bersama-sama dengan seisi rumahnya,
dan banyak dari orang-orang Korintus, yang mendengarkan
pemberitaan Paulus, menjadi percaya dan memberi diri mereka dibaptis.”- Kisah
Para Rasul 18:1-8
Di Korintus, ia
dibenci dan ditolak oleh saudara sebangsanya sendiri karena “ia memberi kesaksian
kepada orang-orang Yahudi, bahwa Yesus adalah Mesias.” Pemberitaan demikian
mendatangkan kebencian mendalam dan penghujatan yang tak main-main, sehingga
inilah hal yang dilakukan oleh Paulus: “ia mengebaskan debu dari pakaiannya.”
Tindakan ini begitu keras, sangat keras, sebab diimbuhi dengan sederet kalimat
doa penghakiman yang berbunyi “Biarlah
darahmu tertumpah ke atas kepalamu sendiri; aku bersih, tidak bersalah. Mulai
dari sekarang aku akan pergi kepada bangsa-bangsa lain.”
Namun demikian,
sekeras-kerasnya Paulus dalam tindakan dan doanya itu, jelas sekali ia tidak
berani lebih tinggi daripada Juruselamatnya yang menginstruksikan kepada 70
muridnya untuk bukan saja mengebaskan debu tetapi agar meninggalkan saja kota
tersebut:
“Kemudian dari pada itu Tuhan menunjuk tujuh
puluh murid yang lain, lalu mengutus mereka berdua-dua mendahului-Nya ke setiap
kota dan tempat yang hendak dikunjungi-Nya. Kata-Nya kepada mereka: "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja
sedikit. Karena itu mintalah kepada Tuan yang empunya tuaian, supaya Ia
mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu. Pergilah, sesungguhnya
Aku mengutus
kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala.”- Lukas
10:1-3
“Dan
jikalau
kamu masuk ke dalam sebuah kota dan kamu diterima di situ, makanlah apa
yang dihidangkan kepadamu, dan sembuhkanlah orang-orang sakit yang ada di situ
dan katakanlah kepada mereka: Kerajaan Allah sudah dekat padamu. Tetapi jikalau
kamu masuk ke dalam sebuah kota dan kamu tidak diterima di
situ, pergilah ke jalan-jalan raya kota itu dan serukanlah:
Juga
debu kotamu yang melekat pada kaki kami, kami kebaskan di depanmu; tetapi
ketahuilah ini: Kerajaan Allah sudah dekat. Aku berkata kepadamu: pada hari itu Sodom akan lebih ringan
tanggungannya dari pada kota itu."- Lukas 10:8-12
Paulus bahkan tidak
segera meninggalkan Korintus setelah ia mengebaskan debu dari dirinya: “Maka keluarlah ia dari situ, lalu datang ke
rumah seorang bernama Titius Yustus, yang beribadah kepada Allah, dan yang
rumahnya berdampingan dengan rumah ibadat. Tetapi Krispus,
kepala rumah ibadat itu, menjadi percaya kepada Tuhan bersama-sama dengan seisi
rumahnya, dan banyak dari orang-orang Korintus, yang mendengarkan pemberitaan
Paulus, menjadi percaya dan memberi diri mereka dibaptis”
(Kisah Para Rasul 18:7-8).
Bagaimanakah Paulus
tidak melampaui Juruselamatnya pada tindakannya itu?
Sebab, sekalipun Paulus melakukan sebagaimana dalam ketentuan pengutusan
pemberitaan injil beserta ketetapan-ketetapan spesifik bagi kota atau daerah
yang menerima dan daerah yang menolak oleh Yesus Kristus, tetapi Paulus tidak
meninggalkan kota itu dan Paulus tidak juga pergi ke jalan-jalan di Korintus
dan menyerukan sebagaimana yang diinstruksikan Yesus bagi 70 pemberita Kerajaan
Allah.
Kita harus memahami bahwa sejak semula,
oleh Yesus, pemberitaan Kerajaan Allah
memiliki dimensi berkat bagi yang menerima dan dimensi kutuk atau penghakiman
bagi yang
menolak, bahkan pada penolakan yang sangat halus
dan tak
terlihat secara kasat mata, merupakan ketetapan yang dinyatakan
Yesus Sang Mesias:
“Kalau
kamu memasuki suatu rumah,
katakanlah lebih dahulu: Damai sejahtera bagi rumah ini. Dan jikalau di situ ada orang yang
layak menerima damai sejahtera, maka salammu itu akan tinggal atasnya.
Tetapi jika tidak,
salammu itu kembali kepadamu”.-,Lukas
10:5-6
[sekaligus
menunjukan bahwa tugas seorang utusan pemberita injil, pertama-tama, adalah memberikan salam Damai Sejahtera, tak peduli
apakah menurutmu orang tersebut layak untuk menerima atau tidak. Tugas pertama
bagi pemberita injil adalah menyampaikan salam damai sejahtera Allah, dan Allah
saja yang akan memastikan tidak ada salammu yang terbuang percuma sebab akan
kembali kepadamu tanpa sepengetahuanmu.]
Mari kita melihatnya sejenak keseluruhannya:
Pemberitaan
Injil
►►
|
Jika
ditolak Sebuah Kota
|
Jika
diterima Sebuah Kota
|
Tinggalkanlah
kota itu sambil mengebaskan debunya:
jikalau kamu masuk ke dalam sebuah kota dan kamu
tidak diterima di situ, pergilah ke jalan-jalan raya kota itu
dan serukanlah: Juga debu kotamu yang melekat pada kaki kami,
kami kebaskan di depanmu
|
Tinggalah
di daerah itu:
jikalau kamu masuk ke dalam sebuah kota dan kamu diterima di situ, makanlah apa yang dihidangkan kepadamu
|
|
Nyatakan
Kerajaan Allah sebelum pergi:
tetapi ketahuilah ini: Kerajaan Allah sudah dekat
|
Nyatakanlah
Kerajaan Allah:
sembuhkanlah orang-orang
sakit yang ada di situ dan katakanlah
kepada mereka: Kerajaan Allah sudah dekat padamu
|
|
Mengebaskan
debu kota sebelum meninggalkan kota, tanda penghakiman atas daerah tersebut:
. Aku berkata kepadamu: pada hari itu Sodom akan lebih ringan
tanggungannya dari pada kota itu
|
Kita harus
benar-benar memahami dengan penuh kerendahan hati, bahwa sejak semula Sang
Mesias telah menunjukan akibat yang begitu keras kepada siapapun yang menolak
pemberitaan kabar baik atau injil-Nya pada derajat yang seperti apapun. Mari kita memperhatikan Injil Markus:
Markus
6:10-11 Kata-Nya selanjutnya kepada mereka: "Kalau di suatu tempat kamu
sudah diterima dalam suatu rumah, tinggallah di situ sampai kamu berangkat dari
tempat itu. Dan kalau ada suatu tempat yang tidak mau menerima
kamu dan kalau mereka tidak mau mendengarkan kamu, keluarlah dari situ dan kebaskanlah debu yang di kakimu sebagai
peringatan bagi mereka."
Instruksi
ini, tidak memerlukan sebuah peristiwa penghujatan dan peristiwa ancaman
kekerasan yang bagaimanapun, baru kemudian mendatangkan penghakiman, tetapi
penolakan yang paling lembut sekalipun telah mengakibatkan penghakiman Allah: “kalau ada suatu tempat yang tidak mau
menerima kamu dan kalau mereka tidak mau mendengarkan kamu”.
Para
pemberita Kerajaan Allah pun diinstruksikan untuk memberikan peringatan bagi
mereka yang tidak mau menerima dan tidak mau mendengarkan si pemberita injil
Kerajaan Allah tersebut, berupa “kebaskanlah debu di kakimu.”
“Debu tanah” dalam
perjanjian lama memang menunjukan banyak hal, misal ular di taman dihukum
berkaitan dengan merayap di tanah: “Lalu
berfirmanlah TUHAN Allah kepada ular itu: "Karena engkau berbuat demikian,
terkutuklah engkau di antara segala
ternak dan di antara segala binatang hutan; dengan perutmulah engkau akan menjalar dan debu tanahlah
akan kaumakan seumur hidupmu (Kejadian 3:17).” “Debu tanah” juga berkaitan
dengan meratap dan bertobat: “Yosuapun
mengoyakkan jubahnya dan sujudlah ia dengan mukanya sampai ke tanah di
depan tabut TUHAN hingga petang, bersama dengan para tua-tua orang Israel, sambil
menaburkan debu di atas kepalanya” (Yos 7:6). Melalui Nabi Yesaya,
Allah memanggil Israel untuk mengebaskan debu dan bangkit:” Kebaskanlah
debu dari padamu, bangunlah, hai Yerusalem yang tertawan! Tanggalkanlah
ikatan-ikatan dari lehermu, hai puteri Sion yang tertawan!
(Yesaya 52:2).”
Tetapi yang jelas, “kebaskanlah
debu” adalah sebuah wujud atau bentuk peringatan bagi mereka yang menolak injil. Sebuah peringatan yang keras
dan menusuk jiwa untuk siapapun menerima peringatan berwujud demikian.
Sekaligus menunjukan bahwa Ia datang bukan sebuah spekulasi kebenaran dan bukan
spekulasi moralitas manusia, tetapi hukum keselamatan Allah yang hanya dapat digenapi oleh manusia jika
ia dapat menerima dan mendengarkan Yesus Sang Mesias.
Seberapa kerasnya
tindakan mengebaskan debu bagi
ketakmungkinan bagi keselamatan-keselamatan lainnya di dunia ini, digambarkan
oleh Yesus dalam sebuah komparasi yang sangat janggal karena Yesus
memperbandingkan satu kota yang secara moral lebih baik dibandingkan dengan
yang lain, namun akan menanggung penghukuman yang jauh lebih berat. Perhatikan
pernyataan Yesus berikut ini:
“Juga debu kotamu yang melekat pada kaki kami,
kami
kebaskan di depanmu; tetapi ketahuilah ini: Kerajaan Allah sudah dekat.
Aku
berkata kepadamu: pada hari itu Sodom akan lebih ringan tanggungannya dari
pada kota itu."- Lukas 10:11-12
Mari membaca ini
sejenak:
In
the Middle East travellers would often arrive with their feet caked in dust and
hence foot washing was quite traditional. The Jews made this a theological and
sacred issue though. Jewish customs and traditional teaching believed that any
land outside of Israel was defiling, or at least its dirt was. This presumably
caused some questions of conscience and consternation for those Diaspora Jews
living outside of first century Palestine. Jews were to "shake off"
any dust or dirt from outside lands when returning to Israel, or even off any
imported fruit and food. The dust of a gentile land was equivalent to the
defiling brought about by coming into contact with a corpse. [Mishnah, Tohoroth
('Cleannesses') 4.5; 5.1 and Oholoth ('Tents') 2.3; 17.5; Babylonian Talmud,
Sanhedrin, 12a; Shabbath, 15b]
Di
Timur Tengah orang-orang yang melakukan perjalanan kerap tiba dengan kaki
mereka diselimuti debu tebal dan karena itu pembasuhan kaki adalah hal yang sangat tradisional.
Orang-orang Yahudi membuat ini sebuah hal
bersifat teologi dan tetapi juga isu religius. Adat istiadat Yahudi dan
pengajaran tradisioanal meyakini semua tanah di luar Israel adalah cemar atau
najis, atau setidaknya debunya najis. Ini berangkali gagasan yang melatari
sejumlah pertanyaan hati nurani dan kecemasan akan hal yang tak diharapkan
karena orang-orang Yahudi Diaspora atau perantauan tinggal di luar Palestina abad pertama. Orang-orang Yahudi
harus “mengebaskan: debu atau kotoran apapun dari negeri-negeri luar Israel
ketika pulang ke Israel, atau bahkan membuang buah atau makanan import apapun.
Debu dari tanah bangsa-bangsa lain setara dengan kenajisan yang disebabkan oleh
bersentuhan dengan sebuah jasad atau mayat. [Mishnah, Tohoroth ('Cleannesses')
4.5; 5.1 and Oholoth ('Tents') 2.3; 17.5; Babylonian Talmud, Sanhedrin, 12a;
Shabbath, 15b]
Sekarang, ketika 70
murid dan juga Paulus mengebaskan debu dari dirinya, maka itu sedang menyatakan
bahwa daerah tersebut tetap tinggal di dalam keadaan najis atau berada di bawah
murka Allah. Itu hal yang begitu jelas kala Yesus menyatakan bahwa negeri
bangsa bukan Yahudi itu, tanggungan hukumannya lebih ringan dibandingkan dengan
negeri Yahudi dan debu tanah negeri itu telah dikebaskan [dari tubuh] oleh para utusan pemberita Kerajaan Allah. Padahal Sodom dibinasakan. Apakah yang lebih berat dibandingkan
dengan kebinasaan? Tetapi begitulah Yesus menunjukan bahwa pemberitaan injil Kerajaan Allah adalah
bagi dunia dan dasar penghakimannya kelak, atas segenap bangsa dan dunia. Ini
bukan hal yang baru bagi bangsa ini untuk dihukum secara tak ada bedanya dengan Sodom dan Gomorah, seperti pada era
nabi Yesaya: “Seandainya TUHAN semesta
alam tidak meninggalkan pada kita sedikit orang yang terlepas, kita sudah menjadi
seperti Sodom, dan sama seperti Gomora. Dengarlah firman
TUHAN, hai pemimpin-pemimpin, manusia
Sodom! Perhatikanlah pengajaran Allah kita, hai rakyat, manusia Gomora! Untuk apa itu korbanmu yang banyak-banyak?”
(Yesaya 1;9-11)
Mengapa Paulus tidak
perlu sebagaimana Yesus, dalam penghakiman?
Karena penghakiman Yesus tidak memerlukan sebuah pengesahan atau persetujuan
yang datang dari manusia, termasuk dari Paulus.
Pada
hakikatnya, sekalipun judul artikel ini keras, tetapi ada satu hal yang harus
diperhatikan, yaitu:
Yesus
tidak pernah mengutus 70 muridnya
sebagai hakim
tetapi sebagai:
anak domba ke tengah-tengah
serigala
Pergilah,
sesungguhnya Aku
mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala.- Lukas
10:3
Tetapi
jelas sekali, setiap anak domba utusan Kristus membawa serta pada dirinya
penghakiman-Nya terhadap semua manusia.
Inilah hakikat yang
harus dipahami, sehingga kita menyadari bahwa memang benar penghakiman adalah
hak Tuhan, dan kita tunduk didalam-Nya termasuk dalam pemberitaan injil, kita taat pada sabda Kristus bahwa kala
injil ditolak bahkan dalam cara tidak mau menerima kebenarannya secara
terhormat, maka tak ada lagi pintu yang bagaimanapun cara dan bentuknya
bagi keselamatan. Tak ada sama
sekali pertobatan tanpa Kristus yang diberitakan selain “Sodom.”
Orang
yang jahat tidak mengerti keadilan, tetapi orang yang mencari TUHAN mengerti segala
sesuatu- Amsal 28:5
Soli
Deo Gloria
Rujukan:
No comments:
Post a Comment