Berkait dengan gencarnya tawaran Kemdagri untuk merelokasi GKI Yasmin dari lokasinya yang disahkan dua lembaga negara sekaligus yaitu Mahkamah Agung dan Ombudsman Republik Indonesia, maka berikut saya sampaikan tanggapan resmi GKI Yasmin:
1. Bahwa GKI Yasmin tidak pernah bersedia untuk masuk dalam opsi relokasi kemanapun. Opsi relokasi adalah sebuah opsi melawan hukum yang tidak boleh dibiarkan terjadi dinegara hukum seperti Indonesia. Adalah aneh bila seorang Kementeriaan Dalam Negeri mengajak warga negara untuk bermufakat jahat untuk melanggar hukum. Negara melalui aparatnya seharusnya memastikan tegakknya hukum, dan konstitusi, at all cost. Bukan mengajak permufakatan menghindari tegaknya hukum.
2. Bahwa opsi relokasi kami tolak paling sedikit didasari dua alasan utama. Alasan pertama adalah alasan yuridis dimana putusan Mahkamah Agung dan Rekomendasi Wajib Ombudsman RI tidak memberi ruang pada opsi relokasi tetapi tegas bicara tentang keabsahan GKI Yasmin dilokasinya yang sekarang. Alasan kedua adalah alasan historis dimana dalam kasus yang mirip yang menimpa HKBP Ciketing Bekasi menjadi pelajaran sejarah yang penting bahwa ternyata tawaran relokasi adalah sebuah jebakan negara bagi kaum minoritas yang pada akhirnya hanya membawa pada situasi yang tidak menentu. Meskipun status hukum HKBP Ciketing berbeda dengan GKI Yasmin namun gereja tersebut dijanjikan pemerintah bahwa secepat-cepatnya mereka akan mendapatkan izin gereja mereka bila mereka bersedia direlokasi sementara ke bekas gedung Pemuda Pancasila. Namun ternyata hingga saat ini, izin yang dijanjikan tidak pernah terwujud dan sampai saat ini mereka tetap ibadah digedung sementara yang peruntukkannya bukan untuk tempat peribadatan.
3. Bahwa adanya tuduhan pemalsuan yang ditiupkan Wali Kota Bogor dan kelompok-kelompok intoleran tetap harus dilihat dari sisi yuridis. Tidak bisa dibiarkan setiap fitnah diterima jadi alasan resmi sebuah kebijakan pemerintah. Sampai saat ini tidak pernah ada putusan pengadilan yang menyatakan bahwa GKI Yasmin bersalah dalam soal pemalsuan tanda tangan.
4. Bahwa yang saat ini disidang adalah Munir Karta dan sebagaimana disebutkan oleh Ombudsman Republik Indonesia dalam surat resminya ke Presiden RI dan DPR RI pada 12 Oktober 2011, alasan Pemkot Bogor yang menghubung-hubungkan sidang Munir Karta (yang belum berkekuatan hukum tetap) dengan keabsahan IMB gereja adalah TIDAK DAPAT DITERIMA sebab dokumen yang diperiksa di pengadilan Munir Karta adalah BUKAN dokumen yang dipakai gereja untuk mengajukan IMB Gereja.
Permohonan IMB gereja sudah diajukan sejak Agustus 2005 dan tidak pernah ada penambahan dokumen apapun setelahnya oleh GKI Yasmin. Sedangkan dokumen yang diperiksa di Sidang Munir Karta (yang bukan warga jemaat GKI Yasmin, tetapi adalah Ketua RT yang menjalan perintah Pemkot Bogor melalui Lurah Agus Ateng) adalah dokumen yang baru ada di Januari 2006. Bilapun kemudian Munir Karta dihukum dan berkekuatan hukum tetap, tanggung jawabnya ada pada Munir Karta seorang sebagaimana prinsip tanggung jawab hukum dan bilapun harus dicari juga penanggungjawabnya, maka itu adalah Pemkot Bogor sendiri sebab Munir Karta adalah aparatnya dalam pengertian luas di tingkat komunitas yang menerima penugasan dari Lurah setempat.
5. Bahwa tidak seharusnya pemerintah tunduk pada tekanan-tekanan massa intoleran yang belakangan makin kerap didatangkan ke lokasi GKI Yasmin yang sah. Hizbut Tahrir Indonesia, satu ormas besar yang aktif menyebarkan kebencian massa pada gereja, yang didalam situs resminya mencantumkan agendanya untuk mengubah dasar negara Republik Indonesia dgn syariat Islam bahkan diberi kesempatan untuk menggelar acara penyebaran fitnah dan kebencian massa terhadap gereja di halaman Balai Kota Bogor. Kelompok lain yang juga mengancam empat pilar kebangsaan Indonesia (Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI), yang bernama GARIS, bahkan dibiarkan datang ke lokasi GKI Yasmin dan mengintimidasi jemaat GKI Yasmin.
6. Bahwa tekanan pada GKI Yasmin patut diduga adalah satu bentuk dari pola yang sistematis untuk menekan kelompok minoritas di Indonesia. Kasus diskriminasi pada GKI Yasmin tidaklah berdiri sendiri namun berada bersama-sama kasus lainnya di Indonesia, utamanya di Provinsi Jawa Barat, dimana kelompok minoritas didiskriminasi hak konstitusionalnya untuk beribadah seusai agama dan kepercayaannya dirumah ibadahnya yang bahkan sudah disahkan oleh pengadilan. Kasus lainnya yang sangat mirip adalah apa yang saat ini dialami oleh HKBP Philadelphia di Tambun Kabupaten Bekasi yang dipertengahan tahun 2011 ini telah memenangi putusan Mahkamah Agung yang mengukuhkan keabsahan gereja dilokasi mereka. Namun, sampai sekarang, jemaat gereja tersebut tetap tidak diperkenankan untuk beribadah didalam bangunan gereja mereka yang sah sesuai hukum.
7. Bahwa untuk memberikan contoh yang baik dalam penegakkan hukum di Indonesia bagi Wali Kota dan Bupati-Bupati lainnya diseluruh Indonesia, maka putusan Mahkamah Agung dan Rekomendasi yang bersifat WAJIB yang dikeluarkan oleh Ombudsman Republik Indonesia tentang GKI Yasmin harus ditegakkan secara konsekuen. Bila tidak maka preseden penelikungan putusan Mahkamah Agung dan pembangkangan hukum kepala daerah yang dilakukan Wali Kota Bogor Diani Budiarto akan menyebar ke daerah lainnya di Indonesia yang bukan hanya mengancam supremasi hukum di Indonesia tetapi juga mengancam integrasi bangsa yang terdiri dari beragam suku bangsa, agama dan kepercayaan ini.
Kami berharap hukum dan Konstitusi masih ditegakkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sebagai penutup, kembali kami sampaikan rasa terima kasih tulus kami pada saudari/a sebangsa dan setanah air LINTAS IMAN termasuk dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, yang selama ini selalu mendukung tegaknya hukum atas kasus GKI Yasmin dan yang selalu bersama-sama menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Bona Sigalingging
Juru Bicara GKI Yasmin
08121116660
bonasigalingging@yahoo.com
Open publication - Free publishing
No comments:
Post a Comment