Oleh : Martin Simamora
Allah Yang Berdaulat,
Bagian Kita (Kehendak
Bebas) & Bagian
Allah dalam Konversi
Bacalah
lebih dulu bagian2
Konversi (Conversion) secara literal
berarti “berbalik.” Ketika kita berbalik menuju satu hal, maka kita harus
menjauh atau meninggalkan sesuatu yang lain. Ketika kita berbalik pada Yesus,
kita harus menjauh dari dosa. Alkitab menyebut
menjauh, meninggalkan dosa adalah “bertobat” dan berbalik atau
mengarahkan diri kepada Yesus adalah “iman.” Karena itulah, pertobatan dan iman adalah dua hal yang komplementer. Baik pertobatan dan iman
diindikasikan dalam 1 Tesalonika 1:9
:
“Sebab mereka sendiri berceritera tentang kami, bagaimana kami kamu sambut dan bagaimana kamu berbalik dari berhala-berhala kepada Allah untuk melayani Allah yang hidup dan yang benar.”BIS “Semua orang itu berbicara tentang bagaimana kalian menerima kami ketika kami dahulu datang kepadamu. Mereka berbicara mengenai bagaimana kalian meninggalkan berhala-berhala dan datang kepada satu-satunya Allah yang hidup untuk mengabdi kepada-Nya.”NIV “for they themselves report what kind of reception you gave us. They tell how you turned to God from idols to serve the living and true God’
Seorang Kristen akan meninggalkan
cara-cara lamanya dan setiap hal yang berhubungan dengan agama palsu
sebagai akibat dari sebuah konversi yang sejati (genuine) menjadi Kristen. Sederhananya,
menjadi Kristen, anda harus percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah yang telah
mati bagi dosamu dan telah bangkit kembali. Anda harus setuju, bahwa anda adalah
seorang pendosa yang membutuhkan keselamatan, dan anda harus percaya di dalam
Yesus saja untuk menyelamatkanmu. Ketika anda berbalik dari dosa dan datang kepada
Kristus, janji-janji Allah untuk menyelamatkan anda dan memberikan anda Roh Kudus, yang akan membuat anda sebagai
seorang ciptaan baru (Bandingkan dengan Roma 10:9-10, I Korintus 15:1-4, 2
Korintus 5:16-18, Lukas 24:45-47 , 1
Yohanes 2:19-27).
Menegaskan kembali, bahwa proses
konversi didasarkan pada iman (“Percaya). Dia harus percaya kepada
Kristus dan bukan yang lain. Orang tersebut telah percaya bahwa Yesus adalah
Anak Allah (“Tuhan”) dan sang Mesias telah menggenapi Kitab suci (“Kristus”). Imannya meliputi
sebuah keyakinan bahwa Yesus telah mati dan telah bangkit kembali. Ya…ini
adalah kabar baik seperti yang
diberitakan oleh para rasul (misal : Kisah Para Rasul 16:30, Matius 28:18-20,
Markus 16:15, 1 Korintus 1:18, Galatia 3:26-28)
Hal sukar terkait konversi ini adalah : mengapa ada yang percaya dan ada yang tidak percaya terhadap berita atau kabar baik ini? Jawaban yang paling populer adalah : setiap manusia memiliki kehendak bebas untuk mau percaya atau tidak percaya pada berita Injil. Sekilas, pandangan ini memang benar, bahwa manusia memang pada dasarnya memiliki kehendak bebas untuk menentukan pilihan, melakukan pertimbangan, bahkan dapat menentukan kapan saya mau percaya dan bertobat. Tetapi, apakah benar demikian? Apakah sesederhana itu seorang manusia dalam menanggapi berita injil?
Jika kita mau menggunakan kehendak
bebas kita dan kemerdekaan berpikir kita, ijinkanlah saya mengajak para pembaca
untuk menggunakan kemerdekaan kita dalam berpikir dan kita akan melihat
seberapa mampu rasio manusia menerima
sejumlah hal dalam Alkitab sebagai hal yang dipikir dapat disentuh oleh kemerdekaan
berpikir, apalagi kehendak bebas (kita percaya bahwa kita menggunakan otak kita
untuk melakukan pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasar untuk membuat keputusan dan jika
memungkinkan, jika mampu akan dilaksanakan).
Sebuah
Kehendak Bebas Yang Dibelenggu Oleh Dosa
Pemberitaan Injil kepada semua orang adalah sebuah instrumen utama yang diamanatkan oleh Yesus Kristus kepada para murid-Nya untuk menjangkau semua manusia, agar mereka dapat memiliki kesempatan untuk mendengarkan berita Injil. Uniknya, walau ini adalah kabar baik dari surga yang menyangkut keselamatan atau bahasa gamblangnya “ini soal hidup-mati,” pun tak serta merta oleh mendengarkan pemberitaan Injil, semua orang yang mendengar, akan menjadi sungguh-sungguh mau meninggalkan dosa, berbalik atau mengarahkan diri kepada Yesus- beriman kepada Yesus dan seluruh karya keselamatan yang telah dikerjakannya.
Tidakkah hal ini
menjadi aneh bagi siapapun juga yang memiliki
rasio dan kehendak bebas namun tidak memiliki respon yang sama terhadap
sebuah kabar baik yang menyangkut
penentuan “mati dan hidup” dalam kekekalan? Bukankah kalau sebuah rumah terbakar maka
penghuninya akan segera berlarian keluar rumah dan berteriak minta tolong
kepada para tetangganya?
Oleh karena kehendak bebas dan kemampuan
manusia untuk berpikirlah maka manusia sanggup mengindetifikasi bahaya adalah
bahaya, api pada lilin tidak berbahaya, api yang membakar rumah adalah
berbahaya.
Mari kita gunakan kemerdekaan kita dalam berpikir dan kehendak bebas kita untuk melihat beberapa contoh bahwa manusia secara alamiah memiliki kemampuan untuk menghindari bahaya :
Jika anda mengendarai mobil di jalan yang
rusak parah maka anda pasti akan berjalan perlahan dan menghindari bagian jalan yang paling parah kerusakannya ,misal bagian yang berlubang dalam. Kalau anda
melakukan perjalanan ke luar kota, melalui rute jalanan yang berkelok-kelok
tajam dan berbukit maka anda akan sangat waspada di tikungan yang tajam, anda
juga akan memperhatikan cermin besar bulat di sudut-sudut tikungan tajam yang
membantu anda untuk mengetahui kendaraan
yang datang dari arah berlawanan dan
yang tidak bisa dan tidak mungkin untuk anda
lihat tanpa anda memperhatikan cermin
itu. Mengabaikan semua ini, maka resiko anda untuk mengalami kecelakaan tinggi.
Bahkan sekalipun anda sangat berhati-hati,
itu juga tidak menjamin anda untuk selamat, SEBAB pengendara lainpun
harus melakukan hal yang sama, yaitu berhati-hati. Tanpa pengendara lain
melakukan hal yang sama, maka, apapun yang anda lakukan tetap memiliki resiko
yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Dengan
kata lain, saya percaya anda pun akan memiliki persepsi yang sama bahwa di
jalanan, kita tidak bisa selalu berharap para pengguna jalan lainnya memiliki standar safety atau
keamanan yang sama. Disini kita bisa melihat
hal yang amat prinsipil, setidaknya 2 hal :
credit: dailymail.co.uk |
- Manusia dengan kehendak bebas dan
kemerdekaannya dalam berpikir mampu mengidentifikasi bahaya mulai dari level mungkin hingga
potensi yang besar. Dan berdasarkan hal itu manusia berharap mampu menangkal semaksimal mungkin resiko-resiko yang mematikan. Dalam hal ini, manusia sadar bahwa tidak ada resiko
yang kadarnya nol!
- Manusia dengan kehendak bebas dan kemerdekaannya dalam berpikir, ternyata tidak bisa dipastikan untuk berlaku minimal sama seperti yang digambarkan secara sederhana dalam poin 1. Bahkan semua manusia yang melakukan poin 1 pun tidak bisa diharapkan untuk senantiasa 100% dalam performa puncak tanpa kelengahan. Dalam hal ini, manusia sadar, bahwa kehendaknya untuk selamat tidak bisa sepenuhnya bergantung pada dirinya sendiri, sebab berbicara kehendak atau keinginan untuk selamat berada dijalan raya, pun bergantung pada kehendak pengguna jalan lain untuk selamat, hal ini tercermin dari perilaku berkendara yang mengutamakan “safety first.”
Kita tahu bahwa kehendak saya untuk selamat di jalan raya juga “bergantung” pada kehendak pengguna jalan lain untuk selamat, yang tercermin dari perilaku berkendaraan di jalan raya (misal : kebut-kebutan, melanggar lampu merah, mengemudi dalam keadaan mengantuk, mengemudi dalam pengaruh alkohol, dan sebagainya). Hal yang paling jelas dapat dilihat dalam kasus ini: manusia ketika melihat dan memahami sebuah potensi bahaya dan bahaya itu sendiri,pastilah akan bereaksi untuk mencegahnya,menjauhinya, atau mematikan sumber bahayanya.
Namun, pernahkah terlintas di pikiran anda, mengapa ketika berita Injil disampaikan dan didengar oleh banyak orang tidak menghasilkan reaksi positif yang sama. Bukankah berita Injil itu pada intinya adalah kabar bahwa manusia itu jatuh kedalam dosa, terpisah dari Tuhan, dalam ancaman murka Tuhan, tetapi kini kabar baiknya: telah datang seorang Juru selamat, dan barangsiapa percaya kepadanya akan selamat, memiliki hidup kekal dan tidak turut dihukum? (bandingkan ini dengan Yohanes 3:16-19) Tidakkah semestinya, setiap manusia yang mendengarkan pemberitaan Injil yang diamanatkan sendiri oleh sang Juru selamat, dapat dipandang seperti memberitahukan bahwa rumah anda sedang terbakar dan anda harus keluar, jika tidak anda pasti mati! Jika dalam fakta, semua manusia akan bereaksi sama terhadap sebuah rumah terbakar,mengapakah tidak terjadi pada fakta yang diungkapkan dalam pemberitaan Injil?
Kalau pada kasus Injil, anda menjawab, bahwa reaksi seseorang terhadap kabar
baik bergantung pada kehendak bebas manusia untuk memilih; memilih untuk
percaya atau memilih untuk menolak, maka
saya bertanya dengan amat serius dengan dahi berkerut : “apakah ada manusia
yang waras akan membuat pilihan tinggal diam dalam rumah yang sedang terbakar
hebat?” Apakah anda masih akan beragumen
dengan kehendak bebas manusia untuk meninggalkan rumah yang sedang terbakar,lari pontang-panting, tergesa-gesa
menyelamatkan anak dan isteri (jika anda suami) agar tidak mati oleh api yang sedang melahap rumahnya, namun
pada kasus berita keselamatan tidak dapat dipastikan terjadi hal yang sama? Setiap orang tidak
ada yang mau berdiam atau pasif dalam
dunia nyata ini. Namun faktanya, di dunia ini, tidak semua manusia dengan kehendak bebasnya mau membuat pilihan yang benar, bahkan dalam pilihan benar dalam
anggapannya sekalipun, belum pasti/tentu
dapat melakukan pilihan yang telah
dibuatnya itu.
credit :www.gaudette-insurance.com |
Pada rumah yang terbakar, semua
setuju bahwa kehendak bebas yang kita miliki akan membuat kita menyelamatkan
diri, tidak tinggal diam. Tetapi mengapa
ketika menggunakan argument kehendak bebas, reaksi terhadap fakta yang
disampaikan dalam berita Injil tidak membuat manusia membuat pilihan melarikan
diri dari dosa dan berlari kepada Yesus Kristus yang diberitakan dalam Injil?
Apakah fakta : api yang membakar rumah lebih
menyeramkan dibandingkan dengan fakta
manusia jatuh kedalam dosa dan terpisah dari Allah dan berkonsekuensi mati dan
dihukum dalam kekekalan? ATAU, tidakkah setiap
manusia yang mendengarkan berita
Injil, semestinya dapat melihat bahaya yang diberitakan Injil? Sebuah
kontradiksi tajam telah terjadi pada
manusia, ketika isu keselamatan dalam
kekekalan dibandingkan dengan kasus rumah
yang terbakar!
Tidakkah anda melihat sebuah kejanggalan yang sangat mengerikan pada diri manusia? Bagaimanakah anda menjelaskannya? Terlihat jelas bahwa kehendak bebas yang secara umum dapat bekerja efektif dalam dunia manusia, ternyata tidak bekerja efektif, tidak dapat diandalkan sama sekali untuk beroperasi dalam area keselamatan.
Saya akan memberikan satu-dua ayat/nas dalam Alkitab yang memperlihatkan bahwa pada faktanya, terkait keselamatan, manusia tidak bisa diharapkan dan bodoh terkait keselamatan atau kematian dalam fakta kekekalan. Manusia bisa jadi sangat pintar dalam mengidentifikasi dan menangkal bahaya-bahaya dalam alam dunia ini, tetapi kala berhadapan dengan realita keselamatan dan kekekalan jelas sebaliknya, tidak berdaya :
Yeremia 8:4-7
(4) Engkau harus mengatakan kepada mereka: "Beginilah firman TUHAN: Apabila orang jatuh, masakan ia tidak bangun kembali? Apabila orang berpaling, masakan ia tidak kembali? (5) Mengapakah bangsa ini berpaling, berpaling terus-menerus? Mereka berpegang pada tipu, mereka menolak untuk kembali. (6) Aku telah memperhatikan dan mendengarkan: mereka tidak berkata dengan jujur! Tidak ada yang menyesal karena kejahatannya dengan mengatakan: Apakah yang telah kulakukan ini! Sambil berlari semua mereka berpaling, seperti kuda yang menceburkan diri ke dalam pertempuran. (7) Bahkan burung ranggung di udara mengetahui musimnya, burung tekukur, burung layang-layang dan burung bangau berpegang pada waktu kembalinya, tetapi umat-Ku tidak mengetahui hukum TUHAN.
Yeremia 8:4-7, dalam derajat tertentu meneguhkan apa yang
baru saja saya perlihatkan, atau lebih tepatnya oleh firman Tuhan kita
mendapatkan fakta mengerikan yang dihasilkan oleh kehendak bebas manusia kala
beroperasi dalam keselamatan.
Allah adalah kasih, kasihnya kepada manusia
itu bahkan juga melampaui pemahaman manusia.
Terhadap ketakberdayaan manusia, pun Allah karena kasih-Nya kepada
manusia itu, mau menyingkapkan sebuah fakta yang hanya Dia saja yang sanggup
melihat dan memahaminya. “Apabila orang jatuh, masakan ia tidak bangun kembali? Apabila orang
berpaling, masakan ia tidak kembali?” Jika anda jatuh, anda pasti bangun kembali. Jika anda
melakukan kesalahan, anda pasti berupaya memperbaiki kesalahan,
demikianlah pada umumnya manusia berlaku di dunia ini. Tetapi, Allah
menyampaikan sebuah fakta yang mengerikan pada manusia, yaitu, hal yang
biasanya bekerja dalam urusan-urusan dunia semata, tumpul, mandul, mati kala
beroperasi di area yang berhubungan dengan Allah, dengan keselamatan, sekalipun
itu untuk manfaat manusia itu sendiri : “Mengapakah bangsa ini berpaling, berpaling
terus-menerus? Mereka berpegang pada tipu, mereka menolak untuk kembali. Aku
telah memperhatikan dan mendengarkan: mereka tidak berkata dengan jujur! Tidak
ada yang menyesal karena kejahatannya dengan mengatakan: Apakah yang telah
kulakukan ini! Sambil berlari semua mereka berpaling, seperti kuda yang
menceburkan diri ke dalam pertempuran.” Ketika manusia dengan kehendak bebasnya
diperhadapkan atau berpijak di ranah bahaya yang Allah sajikan, reaksi manusia
sungguh mengherankan, tidak seperti ketika manusia, ketika jatuh akan berupaya untuk bangun.
Sebaliknya, inilah yang terjadi pada diri manusia terkait kejahatan di mata
Tuhan :” Tidak ada yang menyesal karena kejahatannya , malahan mereka berpaling,
seperti kuda yang menceburkan diri ke dalam pertempuran.” Ini adalah fakta yang mengerikan pada manusia.
Bahkan Allah menggambarkan kebodohan perilaku manusia dalam
kehendak bebasnya itu, lebih bodoh daripada burung, perhatikan pernyataan Allah
yang mengasihi umat-Nya (sekalipun bodoh dan memberontak) :” Bahkan burung ranggung di udara mengetahui musimnya,
burung tekukur, burung layang-layang dan burung bangau berpegang pada waktu
kembalinya, tetapi umat-Ku tidak mengetahui hukum TUHAN.” Ya… burung saja tunduk pada ketetapan-ketetapan
yang Allah telah ciptakan, burung-burung
mengetahui dan tunduk pada musim dan waktu yang telah ditetapkan
baginya, TETAPI umat-Nya tidak
mengetahuinya!
Apakah manusia pada dasarnya lebih mencintai kematian daripada hidup? Saya berpendapat memang pada dasarnya manusia lebih mencintai kematian, tidak heran kalau Yesus Kristus dalam pelayanannya di bumi kerap menunjukan diri-Nya adalah sumber hidup dan Yang memindahkan manusia itu dari kematian kepada hidup jika percaya ( Yohanes 5:24, dan bacalah artikel “Apakah Orang Baik Masuk Surga, Meskipun Bukan Seorang Yang Diselamatkan oleh Yesus? – 3” di sini .
Masih pada Yeremia 8, pada ayat 3, menunjukan bahwa manusia
yang membenci kebenaran Tuhan memang mencintai kematian pada dasarnya : ” Tetapi
semua orang yang masih tinggal dari kaum yang jahat ini akan lebih suka mati dari pada hidup di segala tempat ke mana
Aku menceraiberaikan mereka, demikianlah firman TUHAN semesta alam.”
Saya percaya semua
orang yang menolak kebenaran Injil akan
membantah bahwa diri mereka lebih menyukai kematian daripada hidup. Apa yang dikatakan Allah itu
sungguh sinting, tidak logis, tidak benar! Mana ada manusia yang menyukai kematian, tidak ada! Suka tidak suka memang setiap pembantah harus terlebih dulu
menyangkali pernyataan Allah ini dan harus menuding Allah sebagai sok tahu dan
terlampau ekstrim dalam menilai manusia. Tetapi saya perlu ingatkan, bahwa
Allah pada dasarnya mengasihi manusia, dan sepatutnyalah kita memandang kasus
Yeremia 8:4-7 sebagai kasih Allah
yang berwujud dalam kesabaran yang luar biasa. Kalau masih juga ada manusia-manusia yang merasa
lebih hebat dan bijak sehingga berani
mengerdilkan fakta dalam Yeremia 8:4-7, maka pertimbangkanlah dengan sangat
hati-hati peringatan Allah berikut ini :
Yeremia 9:23-24Beginilah firman TUHAN: "Janganlah orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya, janganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya, janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya, tetapi siapa yang mau bermegah, baiklah bermegah karena yang berikut: bahwa ia memahami dan mengenal Aku, bahwa Akulah TUHAN yang menunjukkan kasih setia, keadilan dan kebenaran di bumi; sungguh, semuanya itu Kusukai, demikianlah firman TUHAN."
Allah tidak butuh dan tidak peduli dengan segala kehebatan
kita, yang dia kehendaki adalah anda mengenal Dia secara personal, mengenali
Dia yang tidak hanya telah
memperlihatkan KASIH SETIA, tetapi KEADILAN dan KEBENARAN.
Kalau Dia, anda akui
sebagai KEBENARAN, akankah anda berani
dan nekat untuk melawan kebenaran Tuhan. Akankah anda berani
untuk memandang rendah Yesus Kristus dengan deklarasinya bahwa barang siapa
percaya kepadanya tidak turut dihukum, memiliki hidup kekal, dan sudah pindah
dari kematian ke hidup. Bukankah Yesus adalah KEBENARAN?
Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan KEBENARAN dan hidup. (Yohanes 14:6). Bukankah kehadiran Yesus adalah karena Kasih Allah yang begitu besar? Mengapa HANYA Yesus saja atau mengapa hanya SATU saja KEBENARAN yang dihadirkan dan diakui, dan SEMUA manusia harus berhadapan dengan FAKTA KASIH dan KONSEKUENSI yang menyertainya (bacalah :Matius 7:21, Matius 8:18-22, Matius 19:25-26, Markus 16:16, Yohanes 1:1,14,Yohanes 1:12, Yohanes 3:3, Yohanes 3:36,Yohanes 5:24, Yohanes 6:37, Yohanes 6:39,Yohanes 10:27-30,Yohanes 17:3, Yohanes 20:31)
Kalau Yesus yang adalah KEBENARAN, yang pernah mengatakan dua hal ini :
Markus 16:16 ”Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum.” Dan Yohanes 3:36 “Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya." Masihkah anda tidak memercayainya? Mengapa bisa tidak percaya?
Kalau kita semua percaya pada kemampuan operasi manusia dalam
perihal yang sehari-hari di dunia ini terkait kehendak bebas manusia, dan daya
rasio manusia untuk mengidentifikasi bahaya, membuat pertimbangan-pertimbangan
yang tepat dan sepatutnya, mengapa ketika terkait pada Keselamatan, tidak memiliki performa yang sama. Kalau kita mau melihat
sebuah jawaban dan jika merujuk pada Yeremia
8:4-7, Allah menggambarkan manusia itu malah semakin berlari mendatangi bahaya, ketika
diberikan teguran. Jika kita merujuk pada Yesus yang adalah KEBENARAN, malah
dia dilempari dengan batu dan ditolak mentah-mentah kala dia memberitakan kabar
baik, bahkan dia yang sebelumnya diapresiasi begitu tinggi oleh masyarakat setempat, akhirnya oleh masyarakat yang sama
malahan dinilai lebih rendah daripada seorang
penjahat, dan pada akhirnya dibunuh!
Saya pribadi dapat
memahami ketika Paulus menuliskan dalam Roma
3:11, sebuah pernyataan yang saya pastikan amat menohok jiwa setiap orang dan dapat dinilai sebagai
sebuah perendahan intelektual yang keji. Beginilah Paulus menuliskannya : “Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang
mencari Allah.” Saya pribadi,
pertama kali merenungkan ayat ini beberapa tahun lampau tak kalah
mengerutkan dahi! Bagaimana bisa Paulus
begitu lancangnya mengatakan bahwa tidak ada seorangpun yang berakal budi!
Apakah dia berpikir manusia lebih bodoh daripada seekor monyet? Saya masih dapat memahami jika monyet dikatakan
tidak berakal budi dalam hubungannya mencari Allah, tetapi kalau manusia, susah
sekali untuk percaya bahwa Paulus yang juga adalah seorang yang
cerdas-berpendidikan tinggi di eranya, dapat menulis sebuah baris yang menghanyakan siapapun pembaca
suratnya!
Tetapi Paulus, menurut saya, masih terbilang lembut atau
sopan, sebab sebetulnya dia membatasi isu ini dengan perihal “mencari Allah.”
Saya masih dapat memahami bahwa rasio jelas teramat sukar untuk menyentuh area
yang supranatural, apalagi berbicara kebenaran, apalagi kalau kita percaya
bahwa pada dasarnya manusia itu berdosa ( dalam hal
ini Paulus menuliskannya juga dalam Roma
5:12:19). Sementara Allah, sang Pencipta, sang Hakim di bumi dan di surga secara
gamblang menyebutkan bahwa: kita kala berkaitan dengan kebenaran dari Allah,
manusia dalam perilakunya dapat menjadi tidak lebih pintar daripada burung (Yeremia 8:4;7)!
Namun lebih daripada itu, sekali lagi, saya dapat memahami
dan melihat sebuah kebenaran yang tak terbantahkan ketika Paulus menuliskan “tidak ada seorangpun yang berakal budi!”
Sebab faktanya, sekalipun KEBENARAN itu telah hadir dan menyapa manusia dalam
kasih yang teramat megah dan agung, pun dinilai oleh manusia sebagai barang
busuk, sang Mesias itu malahan dinilai lebih rendah daripada seorang penjahat,
pantas untuk dipertukarkan dengan penjahat, lebih pantas untuk mati ketimbang
penjahat, demikianlah faktanya manusia memandang DIA (bacalah Matius 27:17)!
Bahkan, pernyataan Paulus ini, masih teramat relevan dengan
dunia kita saat ini, sebab faktanya sang KEBENARAN itu tetap saja ditolak dan
dibenci. Ada begitu banyak literatur atau media yang berupaya menyudutkan dan
merendahkan sang KEBENARAN, Juru Selamat itu!
Faktanya,
Yesus sendiri menyadari bahwa Dia tidak
bisa mengandalkan kemampuan kehendak bebas dan
rasio para murid-Nya untuk
memahami kebenaran yang dia ungkapkan.
Yesus tidak merampas atau membungkam
kehendak bebas dan rasio manusia, Yesus
sebaliknya menolong kehendak bebas dan rasio manusia (para murid-Nya) dari
kebodohan dan ketakberdayaan, kala berhadapan dengan kebenaran yang teramat
megah, luhur dan kudus. Mari kita lihat sebuah
peristiwa yang memperlihatkan hal
ini sebagaimana dicatat oleh Injil Lukas
:
Lukas 24:44-45 “Ia berkata kepada mereka: "Inilah perkataan-Ku, yang telah Kukatakan kepadamu ketika Aku masih bersama-sama dengan kamu, yakni bahwa harus digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur. Lalu Ia membuka pikiran mereka, sehingga mereka mengerti Kitab Suci.”
Yesus sedang menjelaskan
semua hal yang harus digenapi, TENTANG
DIRI YESUS, sebagaimana tertulis dalam
kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi
dan kitab Mazmur. APA YANG MENAKJUBKAN dari nas ini? Yang membuat saya takjub
bahwa Yesus tidak mengandalkan kecakapan-Nya dalam menyampaikan KEBENARAN, dan
DIA juga TIDAK MENGANDALKAN kemampuan nalar dan kehendak bebas para murid-Nya
untuk memutuskan apakah penjelasan Yesus
itu rasional atau tidak sehingga dapat dipahami! Apa yang Yesus lakukan adalah
: IA MEMBUKA
PIKIRAN MEREKA, SEHINGGA MEREKA MENGERTI KITAB SUCI!
Apa sih yang harus
mereka mengerti sehingga YESUS HARUS/MUTLAK PERLU MEMBUKA PIKIRAN MEREKA
terlebih dahulu? Inilah hal-hal yang tidak bisa tidak, perlu BANTUAN YESUS
dengan cara membuka pikiran mereka :
- Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga (Yohanes 24:46)
- dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem (Yohanes 24:47)
Bukankah ini mengenai karya penebusan yang dikerjakan
oleh Yesus Kristus dan mengenai
pemberitaan Injil? Jika para murid tidak dapat mengandalkan kehendak bebas dan
kemampuan rasionalnya, SEBELUM TERLEBIH DAHULU DIBUKAKAN OLEH YESUS, bukankah terlebih lagi kita?
Dalam tindakan sepihak itu, Yesus tidak sekedar memberikan keyakinan dalam hati para murid, apalagi sebuah kemampuan untuk memahami pekerjaan Yesus yang tidak masuk akal, menggelikan di pandangan manusia. Yesus menyingkapkan selubung yang menutupi pengertian mereka (bandingkan perihal ini dengan Markus 14:12 “Jawab-Nya: "Kepadamu telah diberikan rahasia Kerajaan Allah, tetapi kepada orang-orang luar segala sesuatu disampaikan dalam perumpamaan, supaya: Sekalipun melihat, mereka tidak menanggap, sekalipun mendengar, mereka tidak mengerti, supaya mereka jangan berbalik dan mendapat ampun."). Kalau kita merujuk ke Yohanes 20:9, kita akan paham mengapa YESUS MEMBUKA PIKIRAN MEREKA, yaitu karena :” selama itu mereka belum mengerti isi Kitab Suci yang mengatakan, bahwa Ia harus bangkit dari antara orang mati.”
Sehingga jelas sekali, dapat dipahami
mengapa Paulus mengatakan “tidak ada
seorangpun yang berakal budi.” Ya…sampai Tuhan harus membukakan pikiran mereka, maka tidak
ada manusia yang memiliki akal budi untuk mencari dan mengenal TUHAN! Pemberitaan Injil anda sia-sia, tehnik
hebat dan kecanggihan artikulasi anda sia-sia,
sampai ALLAH membukakan pengertian kepada pendengar Injil. Hanya yang dibukakan oleh Allah
sajalah yang dapat mengerti dan percaya, tanpa itu pemberitaan Injil anda
sia-sia. Anda harus memberitakan Injil,
namun Allah yang menentukan siapa yang akan menjadi percaya oleh pemberitaan
Injil yang harus anda lakukan!
Sekarang kita semua menyadari, bahwa semua manusia memiliki kehendak-kehendak—kita memiliki kapasitas untuk membuat keputusan-keputusan. Permasalahan teknisnya adalah ini: Manusia-manusia dapat memilih untuk melakukan apapun yang mereka inginkan. Namun keinginan-keinginan kita itu jarang ada didalam kendali kita! Jika ini adalah apa yang dimaksud sebagai KEHENDAK BEBAS,maka Alkitab memang mengasumsikan bahwa kita memang benar memiliki kehendak bebas yang demikian. Allah memerintahkan kita untuk menjadi sempurna, dan kita memiliki kehendak-kehendak dan karena itulah dapat memilih untuk mematuhi atau untuk tidak mematuhinya. Tetapi menyerahkan pada piluhan, pilihan dari manusia yang telah jatuh kedalam dosa, manusia yang berdosa memiliki kemampuan moral dan spiritual untuk mengarahkan hatinya kepada Allah?
Mengacu pada Alkitab, satu-satunya jawaban yang mungkin
adalah TIDAK. Sebagaimana dikatakan oleh Agustinus, orang-orang percaya bahkan
tidak mampu untuk bekerjasama dengan
anugerah Allah— manusia berdosa tidak hanya telah bersalah; manusia berdosa bermusuhan terhadap Allah. Jika manusia memiliki
kesempatan untuk membunuh Allah, maka hal itu akan dilakukan (sebagaimana telah
dilakukan 2.000 tahun lampau). Kebejatan
manusia telah berlari jauh lebih dalam lagi daripada yang kita sadari.
Iman yang menyelamatkan hanya dapat mengalir dari dari sebuah hati yang mengasihi Allah sebagaimana Yesus mengasihi Bapa—buah yang baik tidak dapat datang dari sebuah pohong yang buruk. Namun Alkitab mengajarkan bahwa manusia dalam naturnya yang telah jatuh kedalam dosa tidak dan tidak dapat mengasihi Allah. “seperti ada tertulis: "Tidak ada yang benar, seorangpun tidak. Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah” (Roma 3:10-11). Sebagaimana Martin Luther berpendapat dalam Bondage of The Will (jika tertarik, bacalah di sini), manusia yang berdosa tidak mampu mencari Allah, karena kehendak bebas manusia ada dalam belenggu dosa.
Nas-nas
Alkitab berikut ini mengajarkan
ketidakmampuan manusia dalam mencari Allah:
- Mazmur 58:3 “Sejak lahir orang-orang fasik telah menyimpang, sejak dari kandungan pendusta-pendusta telah sesat”
- Kejadian 6:5 “Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata.”
- Yohanes 6:44 “Tidak ada seorangpun yang dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman.”
- I Korintus 2:14 “Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani.”
- 2 Korintus 4:4 “yaitu orang-orang yang tidak percaya, yang pikirannya telah dibutakan oleh ilah zaman ini, sehingga mereka tidak melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus, yang adalah gambaran Allah.”
- Lukas 16:19-31 “Ada seorang kaya yang selalu berpakaian jubah ungu dan kain halus, dan setiap hari ia bersukaria dalam kemewahan. Dan ada seorang pengemis bernama Lazarus, badannya penuh dengan borok, berbaring dekat pintu rumah orang kaya itu, dan ingin menghilangkan laparnya dengan apa yang jatuh dari meja orang kaya itu. Malahan anjing-anjing datang dan menjilat boroknya. … (28) sebab masih ada lima orang saudaraku, supaya ia memperingati mereka dengan sungguh-sungguh, agar mereka jangan masuk kelak ke dalam tempat penderitaan ini. Tetapi kata Abraham: Ada pada mereka kesaksian Musa dan para nabi; baiklah mereka mendengarkan kesaksian itu. Jawab orang itu: Tidak, bapa Abraham, tetapi jika ada seorang yang datang dari antara orang mati kepada mereka, mereka akan bertobat.(31) Kata Abraham kepadanya: Jika mereka tidak mendengarkan kesaksian Musa dan para nabi, mereka tidak juga akan mau diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara orang mati."
Michael
Horton menggambarkan
perihal manusia berdosa yang tidak dapat mencari Allah seperti ini, “Kita
tidak dapat menemukan Allah karena alasan
yang sama dimana seorang pencuri tidak dapat menemukan seorang polisi.”
Manusia berdosa tidak dapat menemukan Allah karena dia tidak menginginkan
Allah.
R.C . Sproul menjelaskan, “Manusia yang telah jatuh kedalam dosa memiliki kemampuan alami untuk membuat pilihan-pilihan tetapi tak memadai pada kemampuan moral untuk membuat pilihan-pilihan yang saleh.” Sejak dalam kandungan hingga bertumbuh dewasa, manusia secara rohani telah mati (bandingkan dengan Yohanes 5:24), bermusuhan dengan Allah (bandingkan dengan Kolose 1:21-22, Roma 8:7, Imamat 26:21, Imamat 26:23-24, Imamat 26:27-28, Hosea 9:7), dan tidak mampu mencondongkan hati kepada Allah.
R.C . Sproul menjelaskan, “Manusia yang telah jatuh kedalam dosa memiliki kemampuan alami untuk membuat pilihan-pilihan tetapi tak memadai pada kemampuan moral untuk membuat pilihan-pilihan yang saleh.” Sejak dalam kandungan hingga bertumbuh dewasa, manusia secara rohani telah mati (bandingkan dengan Yohanes 5:24), bermusuhan dengan Allah (bandingkan dengan Kolose 1:21-22, Roma 8:7, Imamat 26:21, Imamat 26:23-24, Imamat 26:27-28, Hosea 9:7), dan tidak mampu mencondongkan hati kepada Allah.
Kehendak bebas manusia tidak memberikan manfaat sama sekali pada manusia, karena kehendak manusia dalam
belenggu dosa, membuat manusia tak berdaya :
Efesus 2:1-5(1) Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu. (2) Kamu hidup di dalamnya, karena kamu mengikuti jalan dunia ini, karena kamu mentaati penguasa kerajaan angkasa, yaitu roh yang sekarang sedang bekerja di antara orang-orang durhaka.(3) Sebenarnya dahulu kami semua juga terhitung di antara mereka, ketika kami hidup di dalam hawa nafsu daging dan menuruti kehendak daging dan pikiran kami yang jahat. Pada dasarnya kami adalah orang-orang yang harus dimurkai, sama seperti mereka yang lain.(4) Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasih-Nya yang besar, yang dilimpahkan-Nya kepada kita,(5) telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita--oleh kasih karunia kamu diselamatkan.”
Kelahiran Baru:
Kebangkitan Rohani
Ketika kita dahulu mati dalam dosa-dosa, ketika tanpa diketahui telah mengikuti Setan, ketika kita dahulu telah diperbudak pada keinginan-keinginan berdosa, ketika kita dahulu pada dasarnya merupakan obyek-obyek murka, Allah telah melakukan sesuatu. Kita tidak ingin melakukannya Tetapi ketika kita dahulu tidak dapat melakukan apapun, Allah sendiri telah mengambil tindakan. Kita dahulu mati/ (Kita bukan saja dalam kondisi sakit yang sekarat; atau kita sedang dalam hitungan mundur—kita dahulu memang benar adalah mayat-mayat rohani.). Namun Allah telah membuat kita hidup. Allah telah memberikan kita lahir baru ( regenerasi). Kita telah dilahirkan kembali. Bahkan sebelum kita dapat percaya, Allah telah memberikan kita kelahiran baru. Dalam sebuah level tehnik, kita tidak dilahirkan kembali karena kita telah percaya. Kita telah lahir kembali dan percaya sebagai sebuah hasil. Ketika Nikodemus tidak dapat memahami siapakah Yesus, Yesus telah mengajarkan dia, bahwa manusia bahkan tidak dapat MELIHAT kerajaan surga, manusia tidak dapat oleh dirinya sendiri masuk kedalam kerajaan surga, sampai dia pertama-tama telah dilahirkan kembali ( Yohanes 3:3). Bahkan iman itu sendiri adalah sebuah pemberian oleh Allah kepada mereka sebetulnya tidak menginginkannya (oleh karena mereka masih mati secara rohani). Kelahiran baru datang pertama kali. Kelahiran baru telah menyebabkan iman untuk hadir. Regenerasi mendahului iman.
Apakah
Iman adalah sebuah pemberian Allah? [Sambil menyimak ayat-ayat berikut ini, renungkan juga kisah
sebelumnya pada Lukas 24:45, yang telah dipaparkan di atas]
- Matius 11:27 “Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku dan tidak seorangpun mengenal Anak selain Bapa, dan tidak seorangpun mengenal Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya.”
- Lukas 8:10 “Lalu Ia menjawab: "Kepadamu diberi karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Allah, tetapi kepada orang-orang lain hal itu diberitakan dalam perumpamaan, supaya sekalipun memandang, mereka tidak melihat dan sekalipun mendengar, mereka tidak mengerti.”
- Lukas 10:21-22 “Pada waktu itu juga bergembiralah Yesus dalam Roh Kudus dan berkata: "Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu. Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku dan tidak ada seorangpun yang tahu siapakah Anak selain Bapa, dan siapakah Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakan hal itu."
- Yohanes 6:35-39,44 “Kata Yesus kepada mereka: "Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi. Tetapi Aku telah berkata kepadamu: Sungguhpun kamu telah melihat Aku, kamu tidak percaya. Semua yang diberikan Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku, dan barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang. Sebab Aku telah turun dari sorga bukan untuk melakukan kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku. Dan inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman… (44) Tidak ada seorangpun yang dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman.
- Yohanes 10: 24-29 “Maka orang-orang Yahudi mengelilingi Dia dan berkata kepada-Nya: "Berapa lama lagi Engkau membiarkan kami hidup dalam kebimbangan? Jikalau Engkau Mesias, katakanlah terus terang kepada kami." Yesus menjawab mereka: "Aku telah mengatakannya kepada kamu, tetapi kamu tidak percaya; pekerjaan-pekerjaan yang Kulakukan dalam nama Bapa-Ku, itulah yang memberikan kesaksian tentang Aku, tetapi kamu tidak percaya, karena kamu tidak termasuk domba-domba-Ku. Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku. Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepada-Ku, lebih besar dari pada siapapun, dan seorangpun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa.
- Yohanes 15:16” Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu.”
- Kisah Para Rasul 16:14 “Seorang dari perempuan-perempuan itu yang bernama Lidia turut mendengarkan. Ia seorang penjual kain ungu dari kota Tiatira, yang beribadah kepada Allah. Tuhan membuka hatinya, sehingga ia memperhatikan apa yang dikatakan oleh Paulus.”
- Kisah Para Rasul 13:48 “Mendengar itu bergembiralah semua orang yang tidak mengenal Allah dan mereka memuliakan firman Tuhan; dan semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal, menjadi percaya.”
- Kisah Para Rasul 18:27 “Karena Apolos ingin menyeberang ke Akhaya, saudara-saudara di Efesus mengirim surat kepada murid-murid di situ, supaya mereka menyambut dia. Setibanya di Akhaya maka ia, oleh kasih karunia Allah, menjadi seorang yang sangat berguna bagi orang-orang yang percaya.”
- Efesus 2:8-9 “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.
- Filipi 1:29 “Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia.”
Apakah
Pertobatan adalah sebuah Pemberian Allah?
- Kisah Para Rasul 11:18 ” Ketika mereka mendengar hal itu, mereka menjadi tenang, lalu memuliakan Allah, katanya: "Jadi kepada bangsa-bangsa lain juga Allah mengaruniakan pertobatan yang memimpin kepada hidup."
- Roma 9:15-16 “Sebab Ia berfirman kepada Musa: "Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati." Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah.”
Keadilan, Belas
Kasihan dan Ketidakadilan
Konversi kita kepada Kristus bukanlah sebuah usaha patungan (joint venture) antara kita dan Allah, tetapi sebuah aksi sepihak (unilateral) pada bagian Allah untuk membangkitkan kita dari kematian rohani (bandingkan hal ini dengan sebuah artikel di sini ), mengubah hati kita sehingga kita dapat percaya dan bertobat. Keselamatan adalah anugerah semata—sola gratia. Bahkan keinginan kita untuk bekerjasama dengan Roh Kudus adalah diberikan kepada kita oleh Allah. Namun demikian, hal ini membawa kita pada sebuahkesadaran penuh—Allah tidak memberikan jenis anugerah ini kepada setiap orang. Tidak setiap oarng diberikan iman. Apakah ini tidak adil?
Tidak. Tidak sama rata,
ya—tetapi bukan tidak adil. Kita semua
adalah orang-orang berdosa dan semua kita layak/pantas akan keadilan Allah—yaitu penghukuman
atas dosa-dosa kita. Tidak seorangpun yang berhak atas belas kasihan. Jika
belas kasihan adalah hal yang layak bagi kita, maka belas kasihan bukan lagi belas
kasihan—itu akan menjadi keadilan! Allah bukan tidak adil terhadap setiap orang—tidak
seorangpun yang kurang dari apa yang pantas untuk dia terima. Beberapa dari
kita telah menerima belas kasihan; yang lainnya akan menerima keadilan. Allah
bukanlah seorang Juru selamat dengan kesempatan yang sama rata. Memang benar
demikian, sejak mulai dari Abraham. Allah memilih Abraham dalam sebuah cara
dimana dia tidak memilih tetangga disebelah rumah Abraham. Allah sendiri telah
menyingkapkan diri-Nya kepada Paulus dalam sebuah cara dimana dia tidak
menyingkapkan dirinya kepada Nikodemus. Allah berdaulat dalam menjalankan belas
kasihan-Nya.
Artikel ini, masih memiliki kelanjutannya yang akan disajikan dalam kesempatan mendatang yang tidak segera.
Text
R.C. Sproul, Chosen by God, Tyndale, 1986.
Bible, any modern translation, but no paraphrases like the
Living Bible
Suggested Reading
James Montgomery Boice, Amazing Grace, Tyndale, 1993.
Michael Horton, Putting Amazing Back into Grace, Baker, 1994.
J.I. Packer, Evangelism & the Sovereignty of God,
InterVarsity Press, 1961.
_______, Hot Tub Religion, chapter 2, 1987.
Edwin H. Palmer, The Five Points of Calvinism, Baker, 1972.
John Piper, The Pleasures of God: Meditations on God’s Delight in Being God, Multnomah,
1991.
W.J. Seaton, The Five Points of Calvinism, Banner of Truth
Trust, 1970.
R.C. Sproul, Grace Unknown: The Heart of Reformed Theology,
Baker, 1997.
_______, Willing to Believe: The Controversy over Free Will,
Baker, 1997.
David Steele & Curtis Thomas, The Five Points of
Calvinism, P&R, 1963.
www.gotquestions.org
www.gotquestions.org
No comments:
Post a Comment