Isu ini , tentang bagaimana Kristus dapat menjadi
satu-satunya jalan menuju Tuhan
merupakan salah satu keberatan
paling pelik yang mengemuka.
Topik ini lazim dipertanyakan terkait dengan isu-isu mengapa orang-orang tak
bersalah menderita. Tetapi sekarang, saya berpendapat, pertanyaan ini
berangkali telah menjadi rintangan-rintangan
terbesar.
Mengapa anda menganggap bahwa Kristus satu-satunya jalan adalah benar?
Saya pikir ini terkait bertumbuhnya
pluralisme dan isu toleransi. Kami telah mendiskusikan hal ini dalam sejumlah kasus dalam budaya
masyarakat kita yang telah mendidik kita
untuk menganggap bahwa toleransi
didefinisikan bersepakat dengan orang
atau setidaknya bersepakat dengan pandangan mereka sehingga memiliki legitimasi yang sama dengan
pandanganmu. Artinya ini adalah egalitarian ( sebuah pandangan bahwa setiap
orang setara sehingga memiliki hak-hak dan kesempatan-kesempatan yang sama-red)
manakala diberlakukan pada kebenaran maka kebenaran itu seiring perjalanan
waktu (sesuai dengan perkembangan zaman). Dengan kata lain, kita menjadi egaliter terkait kebenaran. Ini menarik bahwa
kita masih kerap bersikap elitis ketika
berurusan dengan orang tetapi menjadi egaliter ketika berurusan dengan
kebenaran.
Dalam pandangan saya, seharusnya hal sebaliknya yang terjadi. Kita harus menjadi elitis ketika bersikap pada kebenaran dan menjadi egaliter dalam memandang atau bersikap kepada orang. Artinya, perlakukanlah orang-orang dalam sebuah cara yang toleran yang diperlihatkan sebagai mengasihi dan mempedulikan orang dan sepakat untuk terkadang tak bersepakat tetapi didalam pengertian bahwa ketika kita tidak bersepakat pada sebuah kebenaran maka tidak berarti saya sedang menolak anda sebagai pribadi.