Oleh: Martin Simamora
Pujian
Maha Akbar Di Sorga Dalam Kitab Wahyu: “Semua Ditujukan Pada Yesus Saja, Tidak Ada Bagian [Peran] Ku”
Bahkan Manusia-Manusia Kudus
Mustahil Mengagungkan Dirinya Sendiri
Jika
kita memperhatikan seksama kitab Wahyu maka kita akan menemukan sebuah
kemuliaan yang memuliakan Tuhan dalam sebuah cara yang mengajarkan pada setiap
diri kita bahwa semulia apapun dirimu-sebagaimana sangkamu-itu bahkan kelak
engkau akan menyesali karena terlalu terlambat untuk mengetahui bahwa hidup ini
bukan sebuah pengejaran kemuliaan diri, tetapi hidup memiliki pengenalan-Nya
sehingga mengetahui mengapa diri ini sama sekali tak ada nilainya
dihadapan-Nya. Mari kita melihat deskripsi pada kitab Wahyu sebagaimana LAI menyajikannya:
Wahyu
4:8-11Dan keempat makhluk itu masing-masing bersayap enam, sekelilingnya dan di
sebelah dalamnya penuh dengan mata, dan dengan tidak berhenti-hentinya mereka
berseru siang dan malam: "Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah, Yang
Mahakuasa, yang sudah ada dan yang ada dan yang akan datang." Dan setiap
kali makhluk-makhluk itu mempersembahkan puji-pujian, dan hormat dan ucapan
syukur kepada Dia, yang duduk di atas takhta itu dan yang hidup sampai
selama-lamanya, maka
tersungkurlah kedua puluh empat tua-tua itu di hadapan Dia yang duduk di atas
takhta itu, dan mereka menyembah Dia yang hidup sampai selama-lamanya. Dan
mereka melemparkan mahkotanya di hadapan takhta itu, sambil berkata: Ya Tuhan dan Allah
kami, Engkau layak menerima puji-pujian dan hormat dan kuasa; sebab Engkau
telah menciptakan segala sesuatu; dan oleh karena kehendak-Mu semuanya itu ada
dan diciptakan.
Coba
perhatikan ini: Dan setiap kali
makhluk-makhluk itu mempersembahkan puji-pujian, dan hormat dan ucapan syukur
kepada Dia, yang duduk di atas takhta itu dan yang hidup sampai selama-lamanya, maka
tersungkurlah kedua puluh empat tua-tua itu di hadapan Dia yang duduk di atas
takhta itu, dan mereka menyembah Dia yang hidup sampai selama-lamanya. Dan
mereka melemparkan mahkotanya di hadapan takhta itu.
Apa yang diungkapan oleh kalimat ini merupakan potret kemegahan yang begitu
raksasa untuk menarik turun kemegahan-Nya agar pembaca dalam terang Roh Kudus
dapat masuk ke dalam kemuliaan-Nya, sehingga karena itulah Roh menuntun Yohanes
untuk memotretkan bagi kita situasi yang begitu agung dan tak mungkin dimasuki
oleh jiwa manusia begitu saja kecuali visualisasi tekstual semacam ini: maka
tersungkurlah kedua puluh empat tua-tua itu di hadapan Dia yang duduk di atas
takhta itu, dan mereka menyembah Dia yang hidup sampai selama-lamanya. Dan
mereka melemparkan mahkotanya di hadapan takhta itu. Untuk bisa ada dan
tetap hidup dihadapan DIA saja sudah merupakan kemuliaan yang saya dan anda
mustahil pahami selama masih di dunia ini. Di dunia ini mustahil bagi saya dan
anda untuk membuang mahkota diri begitu saja bagi Tuhan dalam sikap jiwa dan
tubuh tersungkur di hadapan-Nya: maka tersungkurlah kedua puluh empat
tua-tua itu di hadapan Dia… mereka melemparkan mahkotanya di hadapan takhta itu.