Himne-Himne
Sinisme Kala Memandang Kematian: “Mengapa Harus Mati Jika Ada Pilihan Untuk
Hidup?”
Oleh
: Blogger Martin Simamora
Apalagi
untuk menjadi sebuah tujuan! Namun sebetulnya kematian adalah natur umat
manusia entah bagaimana kematian itu menghampirinya. Hari ini orang Kristen
atau para pengikut Kristus mengenang kematian Mesias yaitu Yesus. Kematian Sang
Kristus adalah integral dan substansial bagi iman Kristen sebab bersama-sama
dengan kebangkitannya, kematiannya adalah sebuah pondasi yang tegak berdiri
pada kedalaman alam kubur/pemerintahan maut yang menjulang tinggi melampaui
kehidupan fana bumi pada satu persekutuan kekal dengan Bapa dalam kematian dan
kebangkitan Sang Logos yang telah menjadi daging untuk mengerjakan pekerjaan
Allah dalam alam maut. Inilah kompas tunggal dalam pengenangan kematian Sang
Mesias tersebut. Tetapi perlu kita camkan bahwa kematian tetaplah sebuah hal
yang begitu kelam, gelap, dan membutakan jiwa sebab siapapun tak akan mampu
melihat hingga menembus dunia kematian untuk sekedar memandang dari kejauhan
apa yang sedang terjadi di alam sana.
Kematian,
karena itu, oleh manusia akan disimpan oleh semua individu dalam sebuah kamar terkecil,
paling sudut dan paling berdebu oleh sebab tak didambakan. Air mata kesedihan
dan kedukaan adalah hal yang paling melukai kebahagiaan dan karena itu sanggup
meruntuhkan sukacita jiwa dalam sekejap. Tetapi hari-hari saat ini tidak lagi
demikian. Kematian bukan lagi bayang-bayang samar, tetapi kini dapat dilihat oleh seluruh dunia
sekaligus secara masif dihindari dalam sejumlah protokol bernama: social
distancing dengan sejumlah derivatif atau turunannya. Dalam ukuran tertentu
terlihat membantu, namun kala kematian via Covid-19 semakin brutal untuk menandai hampir seluruh penduduk suatu negara
maka Lockdown atau kini ada nama lain untuk itu yaitu: Circuit Breaker
sebagaimana pemerintah Singapura memberlakukannya pada hari ini pun terpaksa dilakukan. Tak
pernah diantara kita untuk bertatapan muka secara langsung dengan maut dalam
sebuah kegentaran yang rasional (bukan dalam ketakutan irasional) sehingga
sudah menjadi mode prokotokol untuk mempertahankan jiwa untuk menggunakan:
masker, mencuci tangan, menjaga jarak minimal 1 meter, menjaga jarak 10-20
meter kala jogging, isolasi mandiri kala gejala berindikasi Covid-19 di rumah,
dan seterusnya. Tak pernah sebelumnya dalam generasi saya dan anda, namun suka
tak suka kita dipaksa untuk belajar secara rasional menghadapinya. Maut dengan
demikian tidak lagi berada dalam kamar terkecil, paling sudut dan paling
berdebu namun dia adalah prime talk dan prime basis of our conduct of life,
bahwa kematian yang mengitari bola bumi via Covid-19 telah melahirkan begitu
banyak budaya dan mekanisme pertahanan untuk sebisa mungkin maut tidak begitu
mudah menyantap jiwa-jiwa manusia.
Kristus
adalah satu-satunya manusia yang membicarakan dan mengangkatnya dalam sebuah
penayangan yang teramat vulgar hingga menarik keluar situasi alam kubur ke
permukaan sehingga siapapun tak akan kuat dan melahirkan sinisme yang mengolok
dan menistanya setara dengan kelamnya maut…para manusia terhadap Yesus
memandang sinis kemampuan Yesus untuk benar-benar berurusan dengan maut
sementara ia berkali-kali mempercakapkannya baik terbuka kepada publik ataupun
tertutup kepada hanya para muridnya. Siapapun manusia dipahami tak berada dalam
posisi untuk memperbudak maut, tak
mungkin ada raja yang juga berkuasa dan memerintah alam maut sebab tak mungkin
tubuh daging manusia kebal dari sengat maut. Itulah yang terjadi pada Yesus
Sang Kristus/Mesias:
Markus
15:16-17 Kemudian serdadu-serdadu membawa Yesus ke dalam istana, yaitu gedung
pengadilan, dan memanggil seluruh pasukan berkumpul. Mereka mengenakan jubah ungu kepada-Nya,
menganyam sebuah mahkota duri dan
menaruhnya di atas kepala-Nya.
Pada
poin ini, camkanlah, bukan sama sekali isu teologis yang seperti apapun. Ini adalah
isu Power Play yang dimiliki oleh Yesus dalam sebuah sorotan: apakah ia sama
berkuasanya kalau ia bukan saja dalam bayang-bayang maut tetapi masuk kedalam
pemerintahan maut? Jubah dan mahkotanya apakah benar-benar berwibawa dan
benar-benar berkuasa untuk menekuk pemerintahan maut?
Jika
Ia sudah masuk kedalam pemerintahan maut atau setidak-tidaknya didalam kamar
kubur maka siapapun tak akan mampu melihat apa scene-scene yang terjadi pada Yesus.
Itu sebabnya “best momentumnya” adalah saat-saat terbaik bagi Yesus untuk
membuktikan Power Playnya adalah pada momentum bayang-bayang maut hendak
memeluknya dan melumatnya. Jadi dalam cemooh yang paling hitam, olokan-olokan
ini sangat rasional untuk dituntut:
Markus
15:29-30Orang-orang yang lewat di sana menghujat Dia, dan sambil menggelengkan
kepala mereka berkata: "Hai Engkau yang mau merubuhkan Bait Suci dan mau
membangunnya kembali dalam tiga hari, turunlah dari salib itu dan selamatkan
diri-Mu!"
His
best moment to proof himself that he is the one who is capable to defeat the
shadow of death is when he steps down of the cross which on it his body was nailed, itu
sebabnya orang-orang mengajukan tantangan yang sederhana saja: turunlah dari
salib itu dan selamatkan diri-Mu!
Kamu
itu manusia! Jangan langkahi takdir manusia bahwa setiap manusia akan selesai
dalam kematian, sementara Yesus mendatanginya via media dan peristiwa ini.
Dalam Alkitab, Injil Yohanes pasal 12 mencatat catatan sangat penting:
Yohanes
12:24 Aku berkata kepadamu:
Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap
satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah.
Yohanes
12:27 Sekarang jiwa-Ku terharu dan apakah yang akan Kukatakan? Bapa,
selamatkanlah Aku dari saat ini? Tidak, sebab untuk itulah Aku datang ke dalam
saat ini.
Alam
maut atau dunia kematian dengan segala produknya bukanlah ranah manusia untuk
sekedar mengatakannya, tetapi Yesus satu-satunya Anak Manusia yang berkuasa
untuk memasuki wilayah tersebut untuk menaklukannya dan mengerjakan satu maksud
Allah yang hanya akan genap via dirinya saat berada dalam alam kubur yang tak
mungkin dilihat dan didatangi manusia, untuk mengerjakan ini: Sesungguhnya
jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji
saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah. Dan inilah adalah
sebuah purpose of his life beyond human race comprehension, bagaimana mungkin
kematian dengan misi tersebut dikatakannya sebagai untuk itulah Aku datang ke
dalam saat ini.
Itu
sebabnya, tantangan yang dilemparkan kepadanya tak bergayung sambut, no
spectacular or even a bit of miracle trickling from his crucified body but
remain in silent and stillness before and in shadow of death. Can you imagine
what kind of stillness Jesus demonstrated while people provoked
him to do against his will, assuming he still has his power to raise
Lazarus whom 4 days in tomb.
B.Alam Kubur-Alam Maut
Diangkatnya Ke Permukaan Dan Dipampangkannya Pada Diri Tersalibnya
Saya
memiliki semacam ketertarikan yang kuat dengan penjelasan Yesus terhadap peristiwa
yang merupakan kemisteriusan manusia terhadap alam maut, namun Yesus secara gamblang
menariknya keluar seperti menarik kartu dari setumpukan kartu tertutup bagi
manusia namun semua terlihat nyata dalam genggaman kuasanya. Ini adalah
pernyataannya yang saya maksud:
Yohanes
12:31-Sekarang berlangsung penghakiman atas dunia ini: sekarang juga penguasa
dunia ini akan dilemparkan ke luar dan Aku, apabila Aku
ditinggikan dari bumi…
Bagaimana
Yesus merelasikan kematiannya dengan dunia terlihat nyata. Pertama Ia
menunjukan bahwa maut adalah problem nyata dunia,tak nyata bagi dunia karena
maut adalah sebuah pemerintahan yang tak terlihat dan bergerak dalam sebuah
kesunyian yang begitu senyap untuk saya dan anda sadari bahwa kematian bukan
sekedar mati, tetapi ini adalah problem maut. Kedua, Kristus mengangkat dan
menyingkapkan itu semua dalam perkataan: sekarang akan berlangsung akan
penghakiman atas dunia ini, dan ini akan terlihat oleh kematiannya saja: apabila aku ditinggikan dari bumi. Ia
ditinggikan maka semua tatanan pemerintahan maut bukan hanya diperlihatkannya
tetapi dilemparkan keluar. Sebuah cara yang teramat brutal dalam melucuti,
mempermalukan kerajaan maut melalui tubuhnya. His stillness at cross was a
vivid depiction how The Christ through his body shows us that the death has no
power to bent even a little angle so he stepped down as the will of people to
save his own life!
The
brutality of how The Christ destructed and displayed the unseen defeated
darkness kingdom, well reported through the stillness of his suffered body for
hours before he enters it as The Life of God who dwells in his crucified body
giving him an ultimate authority and power to do the will of Father in the
defeated government of darkness. Alam
dan bait Allah pun bersaksi akan hal ini:
Markus
15:33 Pada jam dua belas, kegelapan
meliputi seluruh daerah itu dan berlangsung sampai jam tiga
Markus
15:38 Ketika itu tabir Bait Suci
terbelah dua dari atas sampai ke bawah.
Dalam
ketenangan tubuh tersalib itu, Yesus memang telah menarik keluar kerajaan maut
dan mempertontonkannya kepada manusia: kosentrat kegelapan yang tak pernah
terlihat oleh mata manusia telah menjadi latar belakang amat substansial dengan
tubuh tersalib di permukaan bumi itu. Alam maut tampil dalam rupanya yang tak
mungkin disembunyikan lagi, dan Allah keluar meninggalkan kediaman-Nya di
tempat tersucinya dengan lebih dahulu membelahkan tabir Bait Suci sebagai sebuah
tanda bahwa pada saat itu Allah sedang menyelasaikan hal terbesar bagi manusia dengan cara masuk kedalam kerajaan maut yang telah lebih dahulu diseret keluar dari
kemuliaanya selama ini. Kegelapan berjam-jam,
dan Allah yang membelahkan sendiri tabir Bait Suci merupakan dua kombinasi yang
menunjukan bahwa kematian Kristus adalah sebuah kuasa yang sedang menekuk maut
dalam cara yang tak terpikirkan dapat terjadi: teriakan Yesus sebagai tanda
menyerahkan jiwanya merupakan pasangan sempurna yang tak terpisahkan untuk eloi
eloi lama sabakhtani. Apakah impresi kepala pasukan Romawi atas peristiwa ini? Sebagai perwira
pasukan tempur negara adidaya Imperium Romawi, ia sendiripun memahami bahwa ini
bukanlah kematian yang sebagaimana tadi diolokan oleh anak buahnya yang
sebelumnya memahkotai Yesus dengan mahkota duri dan jubah ungu..meremehkan
bahwa tak mungkin Yesus berkuasa atas pemerintahan maut!
C.Iman Kristen Berpondasi Pada
Kematian Kristus
Jika
demikian, maka seharusnya kita tidak terkejut dengan pola kerja maut yang bisa
begitu jalang bekerja seperti saat ini. Ketika Yesus menampilkan kinerja maut
secara jalang pada tubuhnya yang hancur remuk mencucurkan darah, maka
seharusnya seorang Kristen tak perlu terkejut dalam kegentaran jiwa. Mengapa
demikian? Karena kematian Yesus bukan bersifat martir dari seorang tak
bersalah namun tetap diam dan tak melawan. Bukan itu, tetapi dalam kematiannya
ia telah melemparkan keluar kerajaan maut seperti menarik satu kartu dari
tumpukan kartu tertutup dihadapan mata manusia. Jika Kristus melakukannya dalam
ketenangan dihadapan maut, maka seharusnya seorang Kristen tidak paranoid
sementara tetap perlu rasional. Tak perlu kita sampai harus menutup diri dari
dunia sementara dunia meminta kita berkontribusi minimal melalui lakukan apa
yang seharusnya dilakukan untuk menahan transmisi Covid-19. Mari bangun
mentalitas yang kokoh kala bicarakan maut dalam rupa apapun, kalau anda gentar,
ya..saya pun gentar terhadap maut sebab itu manusiawi sekali, tetapi jika Yesus
adalah Tuhan saya dan anda, maka tantangan berikutnya adalah kita harus
benar-benar tahu bahwa kehidupan beriman kita benar-benar terintegrasi dengan
kematian Yesus yang secara demikian tersebut.
Selamat
mengenang Kematian Sang Kristus.
Selamat
Jumat Agung
Soli
Deo Gloria
No comments:
Post a Comment