Oleh: Martin Simamora
Perkataan–Ku
Menghakimimu Di Sini Dan Setelah Ini-2
Mereka menutupi muka-Nya dan bertanya: "Cobalah katakan
siapakah yang memukul Engkau?"- Lukas 22:64
Bacalah lebih dulu: “bagian5”
Kemanusiaan Yesus tidak bisa ditakar sebagai yang memiliki properti-properti atau semacam
kebendaan yang yang tunduk pada atau menjadi taklukan hukum-hukum kerajaan
iblis yang realitas kerjanya tersembunyi
bagi manusia dan hanya dapat
disingkapkan oleh hukum-hukum kudus Allah yang bersabda melawan keterpenjaraan manusia dalam perhambaan dosa
dan maut selama hidupnya [Ibrani 2:14]:
Keluaran
20:3-5,7-8,12-17 Jangan ada padamu
allah lain di hadapan-Ku. Jangan membuat bagimu patung
yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di
bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. Jangan sujud
menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah
Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada
keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku,[…] Jangan menyebut nama TUHAN,
Allahmu, dengan sembarangan, sebab TUHAN akan memandang bersalah orang yang
menyebut nama-Nya dengan sembarangan. Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat[…]Hormatilah
ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu,
kepadamu. Jangan membunuh. Jangan
berzinah. Jangan mencuri. Jangan mengucapkan saksi
dusta tentang sesamamu. Jangan mengingini rumah
sesamamu; jangan mengingini isterinya, atau hambanya laki-laki,
atau hambanya perempuan, atau lembunya atau keledainya, atau apapun yang
dipunyai sesamamu."
Sabda
larangan “jangan” dalam deretan semacam ini, menunjukan pemerintahan apakah
yang secara internal menduduki kemanusiaan para manusia. Jadi pertama-tama di
dalam kemanusiaan manusia berlangsung sebuah pemerintahan yang begitu
menjijikan bagi Tuhan namun tidak dapat dikenali sebagai dosa dan tidak dapat
dikenali sebagai siapakah yang memerintah manusia itu, sampai Allah bersabda dengan
bunyi jangan “berbuat dosa ‘x’.” Siapakah yang mengajarkan manusia atau bersabda kepada jiwa manusia untuk: berzinah,
membunuh, mengingini isteri, dan banyak dosa lagi? Apa yang begitu jelas
adalah: Allah bersabda agar manusia tidak mentaati sabda-sabda yang begitu
menentang Tuhan, dengan berkata: jangan “berbuat dosa ‘x’.” Hanya karena Allah
bersabda demikianlah maka tersingkaplah realitas manusia itu, bahkan ini bukan problem
moralitas belaka, sebab ini semua adalah problem dosa, dosa melawan Tuhan.
Bahwa setiap kali hanya berkeinginan berbuat dosa ‘x’ tertentu maka itu sudah
senilai dengan melakukan atau berbuat dosa ‘x’ tertentu, bukan saja terhadap
sesamanya manusia tetapi terhadap Tuhan:
"Janganlah takut, sebab Allah telah datang
dengan maksud untuk mencoba kamu dan dengan maksud supaya takut akan Dia
ada padamu, agar kamu jangan berbuat
dosa."- Keluaran 20:20
Mengapa
di sini ada supaya takut akan Dia? Apakah di sini relasi dengan Allah harus
sedemikian negatifnya? Dalam takut dan bukan dalam suka cita?
Pertama-tama
“supaya takut akan Dia” merupakan sebuah
kehidupan berdasarkan mengenal Tuhan dan mentaati Tuhan sebab dia adalah Tuhan.
Perhatikan bagaimana sabda ini muncul berdasarkan Allah memperkenalkan dirinya
saat Israel sedang diperbudak Mesir: “Lalu
Allah mengucapkan segala firman ini: Akulah TUHAN, Allahmu, yang membawa
engkau keluar dari tanah Mesir,
dari tempat perbudakan. Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku
(Keluaran 20:1-3).” Bukan sekedar agar mengenal bahwa Ia adalah Tuhan Sang
Pembebas tetapi agar memiliki relasi dengan-Nya. Uniknya lagi, “agar memiliki
relasi dengan-Nya” disabdakan sekaligus menyingkapkan kecenderungan senantiasa
manusia, yaitu: sekalipun Allah telah datang dan turun membebaskan mereka dari
perbudakan, tetapi mereka dalam kemanusiaan perbudakannya tidak dapat untuk
setia berdasarkan telah mengenal secara jasmaniah pembebasan itu. Itu sebabnya
sabda itu berbunyi: “jangan ada padamu
allah lain di hadapan-Ku.”
Bukankah
ketika Yesus Sang Mesias dari sorga datang ke dalam dunia, juga bersabda yang
sama kepada Israel? Perhatikanlah hal berikut ini:
“Terang telah datang ke dalam dunia, tetapi
manusia lebih menyukai kegelapan dari
pada terang, sebab perbuatan-perbuatan mereka jahat.”- Yohanes 3;19
Mereka
jahat di sini, dengan demikian, tidak perlu sebagai yang secara jasmaniah
adalah pembunuh, penipu, koruptor, pelaku pungli, pelaku penggelapan keuangan,
tetapi bahkan “mereka jahat” adalah realitas di dalam hati atau jiwa mereka
sementara barangkali mereka masih seorang pendeta yang berkhotbah dan begitu diteladani atau
seorang figur yang begitu terbukti perbuatan tangannya sangat luhur. Mengapa
demikian? Karena “perbuatan-perbuatan mereka jahat” telah diperhitungkan sejak
apakah yang menjadi kecenderungan hati manusia: “tetapi manusia lebih menyukai
kegelapan.” Bandingkan dengan: Matius 5:21-22,28-29; Matius 15:18-19; Lukas
6:45. Intinya hakikat manusia itu jahat atau dalam pemerintahan dosa didasarkan
pada keadaan atau realitas jiwa manusia yang berada dibawah pemerintahan dosa.
Jadi dosa bukan belaka problem moralitas dan bukan problem perbuatan jahat atau jiwa yang gelap yang penanggulangannya
berupa koreksi berbalik dari segala rupa kejahatan. Memang benar secara sosial
dan moral, kala manusia melakukan tindakan korektif yang bertanggungjawab maka
kehidupan jiwa dan moralnya akan lebih
baik dan mulia. Ini tidak perlu diperdebatkan. Tetapi sementara manusia
memandang dirinya hanya memerlukan sebuah kehidupan mulia bertakar moralitas,
Allah melalui Yesus Sang Mesias menunjukan bahwa sekalipun demikian, manusia
tetap dalam realitas pemerintahan iblis dan dosa, sehingga Yesus Sang Mesias
bersabda:
“Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata
kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa. Dan hamba tidak tetap tinggal dalam
rumah, tetapi anak tetap tinggal dalam rumah. Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka."- Yohanes 8:34-36
Jadi
problemnya bukan soal moralitas yang dapat diperbaiki berdasarkan tindakan
korektif, sebab apa yang lebih besar bukan
soal moralitasmu dan saya, tetapi eksistensi saya dan anda ada di mana atau di dalam siapakah? Apakah di dalam
perbudakan dosa ataukah sudah dibebaskan Anak.
Jadi
setiap manusia umat Allah ketika memandang dosa, bukan pada pondasi apakah yang
harus kulakukan tetapi pada pondasi apakah sungguh berelasi dengan Allah,
yaitu: “Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku” dan “apabila
Anak itu memerdekakan kamu,
kamupun benar-benar merdeka.” Dengan kata lain, pondasinya adalah: siapakah
Tuhanmu? Ibliskah atau Allah. Jadi sekalipun nampaknya sebagai problem
moralitas manusia, tetapi yang demikian hanyalah keterbatasan manusia untuk
mengakui keberdosaannya terhadap Allah dan ketaktahuan manusia bahwa setiap manusia
memerlukan Juruselamat bagi keterbudakannya. Dosa dan Juruselamat, jelas bukan
sama sekali racikan solusi bernama
membangun moralitas atau karakter
ilahi. Karena itulah, untuk menyatakan kesalahan dan memperbaiki kelakukan,
bukan oleh moralitas yang dikoreksi oleh nilai-nilai luhur budi pekerti
manusia, tetapi oleh firman Tuhan: “Segala
tulisan yang diilhamkan Allah
memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki
kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran”-2 Timotius 3:16.” Allah,
bukan moralitas manusia dan manusia, yang menjadi sumber dan kuasa untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik itu:
“Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap
perbuatan baik,” membuat manusia harus menyadari bahwa perbuatan baik itu
sendiri sekalipun baik tetapi bukan sama sekali bukti seseorang memiliki relasi
dengan Allah. Sebab berelasi dengan Allah adalah ketika memiliki relasi yang
hidup dan aktual dalam keaktualan hidupnya: Firman-Mu itu pelita bagi kakiku
dan terang bagi jalanku (Maz 119:105)
Itu
sebabnya, di sini, Yesus Sang Mesias telah menggenapi hukum Taurat karena
eksistensinya tidak berada di atas pangkuan bumi tetapi di atas pangkuan Bapa
(Yohanes 1:18) telah memberikan baginya kuasa dan otoritas untuk menggenapi
segenap tuntutan firman Allah tanpa kecuali
(Matius 5:17-18; Yohanes 5:39-40,46; Lukas 24:44)
Si
iblis sekalipun nampaknya menyerang Yesus Penuh Roh Kudus pada area-area kemanusiaannya ,sebagaimana pada
segenap manusia di dunia ini, tidak pernah menghasilkan
realitas-realitas yang menunjukan bahwa tubuh manusia Yesus adalah: “lebih menyukai kegelapan dari pada terang”
sebaliknya di dalam ia adalah manusia, kemanusiaannya melayani sabda Allah dan
hadir di dalam dunia ini agar Ia bersabda sebagai Allah yang ada di antara
manusia. Perhatikanlah sabda-sabdanya
sebagaimana ditemukan dalam catatan-catatan: Yohanes 12:49, 5:19, 7:16,
8:26, 14:10,24,31.
Kemanusiaan
Yesus pada dirinya yang betul-betul berbalutkan kemanusiaan sejati, tak
memiliki gagasan-gagasan manusiawi
seorang yang begitu haus kekuasaan bahkan begitu ditunggangi kebejatan diri
yang begitu bergelora hingga memandang Allah sebagai yang dapat ditandinginya,
yang semacam ini:
Yesaya
14:13-14 Engkau yang tadinya berkata dalam hatimu: Aku
hendak naik ke langit, aku hendak
mendirikan takhtaku mengatasi bintang-bintang Allah, dan aku
hendak duduk di atas bukit pertemuan, jauh di sebelah utara. Aku hendak
naik mengatasi ketinggian awan-awan, hendak menyamai Yang Mahatinggi!
Itu
sebabnya bahkan iblis pada pencobaan
yang kedua hanya menawarkan apa yang dipikirnya dapat membuat Yesus mau menjadi Anaknya atau meninggalkan ke-Anak
Allah-annya ganti ke-anak iblis-an, dengan demikian, sebagaimana juga telah
disaksikan.
[jadi
ini lebih tinggi dari soal apakah Yesus Sang Mesias memiliki kedagingan yang
berhasrat sampai-sampai itu mencemarkan atau sedikit-dikitnya merosotkan
kekudusannya hingga hanya sekedar suci sesuci kesucian yang digairahkan
spiritualitas yang bergerak dari gerak batin manusia untuk menggapai kesucian
batin agar demikianlah tubuh daging, karena sabda iblis yang ini: “Segala kuasa itu serta kemuliaannya akan
kuberikan kepada-Mu, sebab semuanya itu telah diserahkan kepadaku dan aku
memberikannya kepada siapa saja yang kukehendaki. Jadi jikalau Engkau menyembah
aku,” pada dasarnya sedang menunjukan bahwa iblis sedang menyabdakan
dirinya “Aku adalah tuhan yang memiliki segala kuasa dan berkuasa menunjuk
siapapun yang dikehendakinya menjadi dia yang dikasihinya, asal saja
menyembahku selayaknya aku Tuhan dunia ini.” Sehingga pencobaan kedua adalah
momen penting bagi iblis untuk
mengangkat dirinya ilahi dan Allah berdasarkan pengakuan Yesus Sang Anak Allah,
jika saja Yesus mau menyembahnya. Jadi satu sisi memang menunjukan apakah Yesus
pada kemanusiaannya tergila-gila pada kuasa, tetapi jangan lupa bahwa iblis pun
bukan sekedar menggoda Yesus tetapi punya kepentingan agar ia sungguh ilahi dan
Allah dihadapan dunia dan di hadapan Allah. Sehingga harus dikatakan bahwa
iblis sedang memandang Yesus sebagai bukan saja sumber hormat kemuliaan tetapi
sumber otoritas dan kuasa pemerintahannya di dunia ini.]
Iblis bahkan dapat menduga dalam ketakterjangkauannya untuk mendekatinya, bahwa
Yesus bukan sama sekali sosok manusia yang di dalam dirinya menyimpan hasrat
semacam yang dikemukakan pada Yesaya 14:13-14; ia sama sekali tak pernah sedikitpun berhasrat untuk naik ke langit, hendak mendirikan takhtanya
sendiri yang ketinggiannya mengatasi bintang-bintang Allah; Yesus bukan juga
sosok yang hendak naik mengatasi ketinggian awan-awan dengan maksud untuk
menyamai Yang Mahatinggi!
[kita
harus mengingat bahwa Yesus Sang Anak, sebaliknya, berhasrat penuh tak bercacat
untuk turun dari langit dan meninggalkan taktanya yang ketinggiannya setara
dengan Bapa, bahwa Ia adalah Raja,sebagaimana sabdanya berikut ini:
Dihadapan
Pilatus, Ia bersabda bahwa Ia adalah Yang
Bertakhta di sorga, turun ke dalam dunia ini untuk sebuah maksud yang
ditetapkannya sendiri bersama Bapa: “Maka
kata Pilatus kepada-Nya: "Jadi Engkau adalah raja?" Jawab
Yesus: "Engkau mengatakan, bahwa Aku adalah raja. Untuk itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia ini, supaya Aku memberi kesaksian tentang
kebenaran; setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Ku"-
Yohanes 18:37
Dihadapan
sidang para tua-tua bangsa Yahudi dan imam-imam kepala
dan ahli-ahli Taurat di Mahkamah Agama (Lukas 22:60), Ia bersabda bahwa Ia
adalah Anak Allah dan duduk di sebelah kanan Allah
yang Mahakuasa:
Mulai sekarang
Anak Manusia sudah duduk di
sebelah kanan Allah Yang Mahakuasa."- Lukas 22:69
Kata
mereka semua: "Kalau begitu, Engkau ini Anak Allah?"
Jawab Yesus: "Kamu sendiri
mengatakan, bahwa Akulah Anak Allah."- Lukas 22:70
Sebelum
ia di salibkan, sebelum ia mati di salib, sebelum
ia bangkit pada hari ketiga, sebelum ia menampakan dirinya
selama 40 hari kepada para murid dan sedikitnya 500 orang percaya lainnya [
1Korintus 15:3-9; bandingkan juga dengan Lukas 24:33-37, Yohanes 20:19, Kisah
Para Rasul 1:15], Anak Manusia itu sudah duduk di sebelah kanan Allah Yang
Mahakuasa! Apakah artinya? Paling fundamental adalah: Ia masuk ke dalam
penggenapan cawan yang harus diminumnya itu dan yang hanya dia yang ditentukan
berkuasa untuk meminumnya [Matius 20:22] telah dilakukannya sebagai Anak Manusia yang SUDAH duduk di sebelah kanan
Allah Yang Mahakuasa. Sabda Yesus Sang Mesias ini menunjukan SIAPAKAH Ia dan
APAKAH TUJUAN kedatangannya ke dunia ini. Bahkan Yesus Sang Mesias menunjukan
bahwa Ia memang adalah SANG PENGUASA atau SANG PEMERINTAH, yang dinyatakan
bahkan sebelum Ia meminum cawan, kepada
para muridnya:
“Yesus
berkata kepada mereka: "Cawan-Ku memang akan kamu minum, tetapi hal
duduk di sebelah kanan-Ku atau di sebelah kiri-Ku, Aku tidak berhak
memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa Bapa-Ku telah
menyediakannya."- Matius 20:23
Kalau
ditanyakan bagaimanakah sebetulnya keaktualan SUDAH duduk disebelah kanan Allah
Yang Mahakuasa pada Yesus itu? Apakah
itu figuratif saja ataukah hanya setinggi-tingginya mendekati 100%-nya
Allah-jadi tidak mungkin sehakikat dan sepemerintahan atau Yesus adalah Allah
yang lebih rendah-, itu terlihat dari “tetapi hal duduk di sebelah kanan-Ku
atau di sebelah kiri-Ku” yang mana “Ku” di situ adalah Yesus Sang Mesias, bukan
Allah Bapa itu sendiri. Inilah yang menunjukan bahwa Yesus Sang Mesias adalah
benar-benar Allah yang bukan saja
sehakikat namun sepemerintahan. Jika tidak demikian maka “Matius 20:23” adalah
sebuah pernyataan yang demikian menista
dan menghancurkan kebenaran: “Dengarlah,
hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN,
Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap
kekuatanmu” (Ulangan 6:4-5). Ingat Yesus Sang Mesias tak pernah menyatakan bahwa ada 2 dan lebih lagi
Allah sementara Ia berkata mengenai dirinya sebagai yang berbeda atau dapat
dibedakan dari Bapa sebagaimana ini: “I and the
Father are one- Yohanes
10:30.” Itu sebabnya Yesus Sang Mesias sendiri mengkonfrontasi ketakmampuan
banyak orang untuk memahami keesaan Allah sementara Ia dan Bapa adalah satu
sementara adalah dua yang dapat dibedakan tetapi bukan dua yang adalah dua
Allah: “masihkah kamu berkata kepada
Dia yang dikuduskan oleh Bapa dan yang telah diutus-Nya ke dalam dunia: Engkau menghujat Allah! Karena Aku telah
berkata: Aku Anak Allah?- Yohanes 10:36”
Sekarang,mengapa iblis tahu hal demikian? Sebab
dalam pencobaan pertama ia memiliki dugaan,setidak-tidaknya, bahwa Yesus
sesungguhnya Anak Allah yang memiliki kuasa sebagaimana
Allah; sebagaimana Allah berucap dan ucapannya mewujudkan
apapun untuk jadi, maka demikian juga pada Yesus- itu
sebabnya pada pencobaan pertama iblis secara terus terang menunjukan hal ini: "Jika
Engkau Anak
Allah, suruhlah batu ini menjadi roti."
Pada
pokoknya, pencobaan kedua, tidak sama
sekali hendak menunjukan bahwa Yesus punya potensi untuk berdosa: berhendak
atau berhasrat untuk menyamai Yang Mahatinggi, tetapi sebaliknya merupakan
pewujudan eksistensi iblis yang teramat kontras terhadap Yesus, dan bagaimana manusia dapat dibiaskan/diserongkan secara
menakjubkan dalam memandang kegelapan yang begitu pekat sebagai
pesona dunia ini dan ini yang telah ditawarkan kepada Yesus dalam tipu
muslihat yang membaluti pesona kematian yang dipresentasikan sebagai kemuliaan
iblis: “Segala kuasa itu serta kemuliaannya akan kuberikan
kepada-Mu, sebab semuanya itu telah diserahkan kepadaku dan aku
memberikannya kepada siapa saja yang kukehendaki. Jadi jikalau Engkau menyembah
aku, seluruhnya itu akan menjadi milik-Mu."
Berharap Yesus dapat juga jatuh ke dalam
jerat pesona dunia ini dan memeluknya erat.
Ini
bukan sama sekali tentang pencobaan yang menunjukan bahwa Yesus punya potensi
untuk memberontak pada Allah dengan cara melakukan upaya kudeta atau perebutan
kekuasaan dari tangan Allah, tetapi sebuah penawaran yang dilandaskan ketakmahatahuan
iblis akan SIAPAKAH YESUS. Yesus tak perlu mengejar
kuasa apapun dan kemuliaan seperti apapun, apalagi menerima tawaran iblis untuk
menjadi satu-satunya yang memiliki semua kerajaan iblis sebagai miliknya.
Mengapa Yesus tak sedikitpun terayunkan
dengan pencobaan semacam ini- pencobaan
kedua, sekalipun ia pun seorang manusia? Sebab Yesus
adalah memang adalah sebagaimana yang dikenali iblis:“ Jika Engkau Anak Allah. Anak Allah adalah: Ia yang berada di pangkuan Bapa-
Yang menyatakan Bapa sebagai: Ia Sang Firman yang
telah menjadi manusia namun sekalipun ia telah meninggalkan
takta-Nya, Ia tetap bertakhta atau sepemerintahan dengan Allah sementara di
bumi. Perhatikan bagaimana Rasul Yohanes
menuliskan mengenai siapakah Yesus Sang Mesias: “Tidak seorangpun yang pernah
melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang
ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya’-Yohanes
1:18.
Ia ada
di pangkuan Bapa, sehingga apapun kegemilangan kerajaan
iblis tak akan pernah menyilaukan kedagingan Yesus; Ia ada di pangkuan
Bapa-satu-satunya yang menyatakan Bapa di dunia ini, sehingga ia
memiliki kemuliaan, kuasa dan pemerintahan sebagaimana Bapa adanya- itu
sebabnya ia dinyatakan: “Dialah yang menyatakan Bapa.”
Menyatakan Bapa- menyatakan eksistensi Bapa yang tak ada siapapun yang dapat
melihatnya dan apalagi mengenali keakbarannya dalam keotentikan dan
bukan belaka dalam nalar-nalar semantik!
Mengapa
Yesus tak sama sekali memiliki potensi dosa
atau tak dapat berdosa pada dosa apapun termasuk mengejar kekuasaan yang
dimiliki iblis, sebab ia di dunia memiliki taktanya sendiri: ada di pangkuan
Bapa!
Itu
sebabnya pemahaman atau pendekatan bahwa Yesus Sang Mesias dapat saja
terjerembab pada dosa semacam pada Yesaya 14:13-14 tidak mungkin untuk terjadi,
sebab terkait SIAPAKAH YESUS, tak dapat
dipisahkan dari mana Ia berasal. yaitu dari tempat di mana Allah berada dan
Ia
adalah Allah sehingga malaikat menyebutnya sebagai Anak
Allah dalam Ia turun ke dalam dunia:
Lukas1:31-33
Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan
melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia
Yesus. Ia akan menjadi besar dan
akan disebut
Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan
Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum
keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya
tidak akan berkesudahan."
Perhatikan
bagaimana malaikat dari sorga menyatakan dia sebagai Anak Allah YANG
MAHATINGGI. Ia adalah Yang Mahatinggi.
Karena
dalam kemanusiaannya Ia adalah Yang Mahatinggi yang turun ke dalam dunia ini
dan tetap saja malaikat mendeklarasikan eksistensi pra natalnya sebagai
eksistensi yang tak lenyap dalam kenatalan, dan pasca kenatalannya,
sehingga malaikat itu menyatakan: “Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak
Allah Yang Mahatinggi.”
Itu sebabnya
Yesus tak memiliki potensi-potensi dosa di dalam
dirinya dan tak dapat
sama sekali berdosa dan bahkan sekedar tergelincir karena ia mustahil
tergelincir oleh tawaran yang pada hakikatnya telah dimiliki dan tak mungkin
dimiliki siapapun juga selain Ia Allah. Apa yang dimiliki Yesus Sang Mesias
adalah sejak semula yang tetap dimiliki setelah di dalam dunia, dan selamanya
berada dalam kepemilikannya.w Itu sebabnya Ia adalah Yang Mahatinggi (Yohanes
1:1-2) dan setelah turun ke dalam dunia ini, Ia tetap disebut Anak Allah Yang
Mahatinggi (Yohanes 1:18). Karenanya, mustahil untuk mengalami atau terjerembat
di dalam dosa semacam ini: “Aku hendak naik ke langit, aku
hendak mendirikan takhtaku mengatasi bintang-bintang Allah, dan aku
hendak duduk di atas bukit pertemuan, jauh di sebelah utara. Aku hendak
naik mengatasi ketinggian awan-awan, hendak menyamai Yang Mahatinggi!” Sebab Yesus sendiri adalah Anak Allah Yang
Mahatinggi!
Mengenai
Yesus yan memang adalah Yang Mahatinggi dan setelah turun ke dalam dunia ini
tetap Anak Allah Yang Mahatinggi, juga dinyatakan oleh nabi terakhir Perjajian
Lama, yaitu nabi Yohanes Sang pembaptis yang berkata begini:
Yohanes
3:15-17 Tetapi karena orang banyak sedang menanti dan berharap, dan semuanya
bertanya dalam hatinya tentang Yohanes, kalau-kalau ia adalah Mesias, Yohanes
menjawab dan berkata kepada semua orang itu: "Aku membaptis kamu dengan
air, tetapi Ia
yang lebih berkuasa dari padaku akan datang dan membuka tali kasut-Nyapun aku tidak layak.
Ia akan membaptis
kamu dengan Roh Kudus dan dengan api. Alat penampi sudah di tangan-Nya untuk membersihkan
tempat pengirikan-Nya dan untuk mengumpulkan gandum-Nya ke dalam lumbung-Nya,
tetapi debu jerami itu akan dibakar-Nya dalam api yang tidak terpadamkan."
Nabi
Yohanes Pembaptis menyatakan Siapakah dan Apakah kuasa/tujuan Yesus sebagai
hakim atas segenap manusia “Alat Penampi sudah di tangan-Nya” yang menunjukan bahwa Ia adalah hakim atas
semua manusia pada akhir atau kesudahan dunia ini, bahkan ia berkuasa juga
untuk menentukan siapakah yang masuk ke
dalam kebinasaan atau yang masuk ke dalam kehidupan kekal bersama-Nya: “tetapi
debu jerami itu akan dibakar-Nya dalam api
yang tidak terpadamkan.’
Memperhatikan
Yesus, maka ini bukan saja berbicara bahwa ia sehakikat dengan Bapa
bahwa di dunia ini Ia adalah “yang ada di pangkuan Bapa, yang menyatakan
Bapa” yang tak pernah ada manusia dapat melihat (Yohanes 1:18), tetapi
Ia adalah sebagaimana Bapa berkuasa dan berotoritas untuk melakukan
apapun. Ini bahkan, dengan demikian, tak
lagi dimungkinkan dilakukan semacam gradasi berdasarkan kata “Anak,”[seolah
dipahami dan diperlakukan sebagaimana pada relasi ayah terhadap anak secara
biologis dalam eksistensi dunia ini] sebab rasul Yohanes sendiri telah
menjaga para pembaca agar tak melakukan gradasi ke-Allah-an yang dapat mengakibatkan
Yesus menjadi allah lebih rendah disamping Allah, atau pengimanan kepada lebih dari satu Allah melalui pernyataan “yang ada dipangkuan Bapa, yang menyatakan Bapa.”
Jika ditanyakan apakah yang menyebabkan Yesus tak dapat berbuat
dosa sama sekali sekalipun ia mengenakan tubuh kemanusiaan yang sama
seperti kita yang dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan dan dapat mengalami
pencobaan-pencobaan? Jawabnya bukan pada kesuperan manusia atau jiwa Yesus
untuk memerangi segala bentuk kelemahan tersebut, tetapi karena siapakah dia
sejatinya didalam rupa seorang hamba manusia itu, bahwa Ia ada di pangkuan Bapa, yang menyatakan
Bapa, yang mana eksistensi semacam itu memang benar-benar setara
dengan: “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan
Allah dan Firman itu adalah Allah”- Yohanes 1:1.
Bersambung
ke bagian 7
Segala
Kemuliaan Hanya Bagi Allah
No comments:
Post a Comment