Oleh: Dr. John Frame
“Tetapi Tuhan Telah Menjadikanku Seperti Ini!” (2)
Bacalah
lebih dulu bagian 1
Akankah sebuah basis
genetika homoseksualitas melenyapkan elemen “pilihan?”Pastinya tidak. Seorang
dengan sebuah kecenderungan perilaku genetik untuk alkoholisme masih membuat
sebuah pilihan ketika dia memutuskan untuk meneguk minuman, dan kemudian
meneguknya segelas lagi, dan kemudian meneguknya segelas lagi. Hal yang sama
benarnya untuk seorang pria ber-gen xyy yang memutuskan untuk meninju seseorang
pada hidungnya. Jika kita mengasumsikan keberadaan sebuah kecenderungan
perilaku homoseksualitas, adalah benar bahwa mereka yang memiliki komposisi gen
sedemikian menghadapi godaan yang lebih besar dalam area ini dibandingkan
dengan orang-orang lainnya. Tetapi mereka yang gagal melawan godaan tersebut
memang memilih untuk tidak melawan, sebagaimana dilakukan oleh kita semua
ketika kita gagal melawan godaan-godaan
pada diri kita sendiri, yang gigih mengancam.
Para homoseksual secara
pasti memilih untuk tetap berselibat,
dan mereka memilih untuk melakukan hubungan-hubungan seksual. Mereka tidak dipaksa untuk melakukan ini oleh gen-gen mereka atau
oleh apapun yang bertentangan dengan hasrat-hasrat mereka sendiri.
Apakah mungkin bagi seorang
homoseksual untuk bertobat dari dosanya, oleh anugerah Tuhan, untuk menjadi
heteroseksual? Pelayan-pelayan Kristen yang menangani homoseksual mengklaim
bahwa ini mungkin dan bahwa telah terjadi pertobatan, walau mereka mengakui
bahwa ini adalah sebuah dosa yang sangat sulit untuk ditangani. Orientasi
seksual adalah sesuatu yang bergerak masuk
begitu mendalam ke dalam kepribadian
manusia, dan kita memiliki naluri
untuk menyimpannya relatif tertutup. Naluri itu adalah sesuatu yang
baik, tetapi itu juga membuat konseling
dalam area ini menjadi begitu susah. Para aktivis gay, sebaliknya,
mengklaim bahwa berubah tidak mungkin,
mempersengketakan kesaksian-kesaksian mereka, yang dianggap “eks?gay.” Memang benar,
sejumlah orang yang mengaku terlepas dari homoseksualitas belakangan telah
kembali ke hubungan-hubungan homoseksual. Dan banyak “eks?gay” secara terbuka
dan apa adanya telah mengakui bahwa mereka masih terus mengalami
pengalaman ketertarikan homoseksual,
ketertarikan yang sekarang dipahami sebagai sebuah tantangan moral dan rohani. Para
pendukung Pro?Gay berpendapat bahwa godaan homoseksual yang terus saja membelit
membuktikan bahwa homoseksualitas tak tersembuhkan.
Saya percaya pada iman bahwa
Tuhan dapat membebaskan para homoseksual, karena kitab suci mengajarkan bahwa
anugerahNya dapat membebaskan umatnya dari segala dosa. Khususnya 1Korintus
6:9-11: “Atau tidak tahukah kamu, bahwa
orang-orang yang tidak adil tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah?
Janganlah sesat! Orang cabul, penyembah berhala, orang berzinah, banci, orang
pemburit, pencuri, orang kikir, pemabuk, pemfitnah dan penipu tidak akan
mendapat bagian dalam Kerajaan Allah. Dan
beberapa orang di antara kamu demikianlah dahulu. Tetapi kamu telah memberi
dirimu disucikan, kamu telah dikuduskan, kamu telah dibenarkan dalam nama Tuhan
Yesus Kristus dan dalam Roh Allah kita.” Saya belum terjun langsung melakukan riset pada hasil-hasil berbagai pelayanan-pelayanan
pada mereka yang homoseksual. Itu tak akan mengejutkanku untuk mengetahui bahwa
banyak orang yang berjuang oleh anugerah Tuhan untuk mengatasi homoseksualitas
mereka masih mengalami godaan-godaan homoseksual. Orang yang telah kecanduan alkohol kerap masih menghadapi godaan-godaan pada area ini
bahkan setelah lama mereka berhenti minum secara berlebihan. Serupa juga dengan
mereka yang telah mengatasi desakan-desakan emosi yang meledak-ledak,
narkotika, atau yang melakukan hubungan seks heteroseksual dengan banyak
pasangan berganti-ganti, masih dapat
terus mengalami godaan di dalam area-area ini. Jika memang benar pertobatan para homoseksual masih berlanjut
dengan pengalaman godaan homoseksual, hal itu tidak akan melontarkan sedikit
saja keraguan pada kuasa anugerah Tuhan untuk menyembuhkan orang semacam ini.
Godaan berulang adalah sebuah problem bagi kita semua, dan akan terjadi hingga mulia. Orang tidak dapat menghakimi
buah-buah pelayanan Kristen pada sebuah kriteria perfeksionis, yaitu asumsi
bahwa kelepasan dari dosa pasti
melenyapkan semua godaan terhadap dosa di dalam hidup ini.
Hal dasarnya adalah, bahwa elemen
genetika di dalam dosa tidak memaklumkan hal tersebut. Melihat hal itu, adalah
penting untuk menempatkan isu kedalam sebuah perspektif yang jauh lebih besar.
Kekristenan mendorong kita berulang dan
berulang kali untuk meluaskan sudut tinjau kita, karena Kekristenan memanggil
kita untuk memandang setiap hal dari perspektif Allah yang transenden dan dari
titik pandang kekekalan. Sudut pandang semacam ini membantu kita untuk melihat
pencobaan-pencobaan kita sebagai “ringan dan sementara” (2 Korintus 4:17), dan
dosa-dosa kita lebih besar daripada yang normalnya kita akui. Dari sebuah sudut
pandang biblikal, fakta sukarnya adalah
pada satu sisi, semua dosa adalah diwarisi. Dari Adam datang dosa kita dan kemalangan
kita. Kita bersalah dari pelanggaran Adam, dan melalui Adam kita sendiri
mewarisi natur-natur dosa. Jika sebuah kecenderungan perilaku genetika
memaklumkan sodomi, maka warisan kita dari Adam memaklumkan semua dosa! Tetapi
hal ini jelas bukan ini kasusnya. Tentu saja teologi Reformed menjelaskan
secara khusus hubungan kita kepada Adam sebagai representatif, ketimbang semata
relasi yang genetika, dan itu penting. Tetapi Adam merepresentasikan semua yang
diturunkan darinya “oleh generasi alami;” sehingga ada juga sebuah elemen
genetika yang tak terelakan dalam dosa manusia.
Apakah itu adil?
Mempertimbangkan bahwa Adam telah mengandung semua kepotensialan-kepotensialan (genetik!) atas semua kita, dan telah hidup
dalam sebuah lingkungan sempurna yang menyimpan satu sumber godaan. Tak satu
pun kita dapat atau akan melakukannya jauh lebih baik (daripada Adam) dalam
cara yang bagaimanapun. Dan, terlepas dari individulisme orang (Amerika) yang
kelihatannya berlawanan dengan apa yang baru saja dikatakan, namun ras manusia adalah satu didalam pengertian-pengertian penting, dan Tuhan berhak untuk menghakiminya sebagai sebuah entitas tunggal.
Hal mendasar, tentu saja, adalah bahwa kita adalah ciptaan-ciptaannya. Dia yang
menetapkan apa itu “adil,” dan dia memiliki hak untuk melakukan apa yang
Dia berkenan dengan kerja kedua
tangannya.
Akan tetapi, dalam konteks
yang luas ini, argumen bahwa satu dosa seharusnya dideklarasikan normal pada
basis komponen genetikanya atau karena sejumlah jenis “ketakterelakan” lainnya
adalah sepenuhnya melayani?dirinya sendiri. Seperti dikatakan Paulus,” Karena inilah kehendak Allah:
pengudusanmu, yaitu supaya kamu menjauhi percabulan, supaya kamu masing-masing
mengambil seorang perempuan menjadi isterimu sendiri dan hidup di dalam
pengudusan dan penghormatan, bukan di dalam keinginan hawa nafsu, seperti yang
dibuat oleh orang-orang yang tidak mengenal Allah, dan supaya dalam hal-hal ini orang
jangan memperlakukan saudaranya dengan tidak baik atau memperdayakannya. Karena
Tuhan adalah pembalas dari semuanya ini, seperti yang telah kami katakan dan
tegaskan dahulu kepadamu” (1Tesalonika 4:3-6).
AMIN
Segala
Kemuliaan Hanya Bagi TUHAN
Selesai
Diterjemahkan dan diedit
oleh: Martin Simamora. Dari: “But God Made Me This Way”
No comments:
Post a Comment