Benarkah
Mesias Memiliki Kesehakekatan Dengan Bapa: Memahami Sang Firman Turun Menjadi
Manusia
Sebuah refleksi yang disusun untuk menuntun mereka keluar dari
konsepsi Corpus Delicti & Yesus adalah Allah yang dilantik
Oleh:
Martin Simamora
Sebelumnya: Bagian 3
Siapapun
akan memandang klaim diri Yesus ini, bahwa ia adalah hakim, maksudnya sang
hakim yang menghakimi setiap manusia dari segala bangsa telah merupakan klaim
yang tak mungkin dijelaskan tanpa menimbulkan problem semacam ini ”siapakah
kemudian sesungguhnya Allah” jika penghakiman adalah juga padanya? Karena
posisi hakim dalam secara demikian akan menunjukan dua hal sekaligus: pertama, hanya Kristus adalah Allah dan
tak ada allah lain selain dirinya; kedua,
tidak satu ilah lain apapun juga yang kepadanya manusia akan dan tak terelakan
akan berhadapan dalam penghakiman yang tak satupun dapat melarikan diri dan
apalagi berbantahan. Ketika Yesus berkata semacam ini:
Matius
24:30-31 Pada waktu itu akan tampak tanda Anak Manusia di langit dan semua
bangsa di bumi akan meratap dan mereka akan melihat Anak Manusia itu datang di
atas awan-awan di langit dengan segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya. Dan
Ia akan menyuruh keluar malaikat-malaikat-Nya dengan meniup sangkakala yang
dahsyat bunyinya dan mereka akan mengumpulkan orang-orang pilihan-Nya dari
keempat penjuru bumi, dari ujung langit yang satu ke ujung langit yang lain.
merupakan
eksistensi yang paling keras dan paling mulia menunjukan bahwa tidak ada yang
lain selain Dia. Bagaimana mungkin hal ini sendiri tidak menjadi “konflik”
untuk menjelaskan kekuasaan antara Anak Manusia dan Bapa, ini hanya dapat dijelaskan
dengan satu pondasi terpenting dan tunggal oleh Yesus sendiri, bahwa: “Aku dan
Bapa adalah satu” (Yohanes 10:30). Walau mungkin muncul semacam “subordinasi”
antara Bapa dan Anak semisal dalam pernyataan ini: “Tetapi tentang hari dan
saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan
Anakpun tidak, hanya Bapa sendiri” (Matius 24:36), ini tidak menunjukan
subordinasi yang menunjukan semacam
kuasa antar keduanya yang terdivisi sebenarnya, bahwa Bapa lebih tinggi
daripada Anak dalam totalitas eksistensi sehingga dua yang berbeda dan ada
allah disamping Allah. Satu hal yang perlu dipertimbangkan secara absolut
adalah, setiap orang harus memahami mengapa “problema” ini bisa muncul dalam
pandangan manusia. Apakah itu? Itu adalah karena Sang Firman telah menjadi
manusia sehingga menciptakan semacam relasi dan fungsi yang harus berlangsung
dalam tatanan semacam ini: “Sorga berkehendak, maka di bumi itu semua akan terjadi tepat tanpa kemelesetan
bagaimanapun juga sehingga memang terjadi sebagaimana sorga berkehendak”. Itu sebabnya relasi dan
fungsi ini dikemukakan oleh Yesus dalam sebuah sabda yang sangat menekankan
relasi dan fungsi yang eksistensinya dan sifatnya bukan sekedar identik tetapi
memang “Aku dan Bapa adalah satu”,
begitu nyata dalam sabda ini: