Oleh: Martin Simamora
Sepuluh Bagian Keempat
Hidup Baru Telah Memampukan Kita
Menjadi Corpus Delicti atau Barang Bukti Yang Menunjukan Sang Mesias
Telah Membinasakan Perhambaan Iblis Atas Diri Kita
(Lebih
dulu di “Bible Alone”-Senin, 13 September 2016- telah diedit dan dikoreksi)
Bacalah lebih dulu: “bagian 37”
Pembebasan oleh Sang Kristus
dengan demikian adalah sebuah pembebasan yang menciptakan kehidupan baru bagi manusia beriman itu, sekaligus ia menghasilkan
pada dirinya kehidupan baru berdasarkan pembebasan dari maut dan dosa. Dalam
hal ini, menjadi begitu jelas, pembentukan kehidupan baru setiap pengikut
Kristus bukan sama sekali pembangunan karakter agar menjadi atau mencapai sebuah standard moralitas tertentu sehingga karakternya kemudian dapat
ber-ilahi. Mengapa demikian? Sebab dasar seorang anak Tuhan membentuk kehidupan
baru bagi kemanusiaanya adalah Yesus yang
membebaskannya dari perbudakan maut, bukan pembangunan karakter ilahi yang diperjuangkan hingga mati untuk
diharapkan menghasilkan pembebasan dari perhambaan maut atau dosa.
Mari kita memperhatikan sebuah
nasihat hidup baru yang diajarkan kepada jemaat Efesus berikut ini untuk
memahaminya:
“Sebab
itu kukatakan dan kutegaskan ini kepadamu di dalam Tuhan: Jangan hidup lagi sama seperti
orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia dan
pengertiannya yang gelap, jauh dari hidup persekutuan dengan Allah,
karena kebodohan yang ada di dalam mereka dan karena kedegilan hati mereka. Perasaan
mereka telah tumpul, sehingga mereka menyerahkan diri kepada hawa nafsu dan
mengerjakan dengan serakah segala macam kecemaran. Tetapi
kamu bukan demikian. Kamu telah belajar mengenal Kristus. Karena kamu telah
mendengar tentang Dia dan menerima pengajaran di dalam Dia menurut kebenaran
yang nyata dalam Yesus, yaitu bahwa kamu, berhubung dengan
kehidupan kamu yang dahulu, harus menanggalkan manusia lama, yang
menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan, supaya kamu dibaharui di dalam roh dan
pikiranmu, dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut
kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya. Karena itu buanglah dusta dan berkatalah
benar seorang kepada yang lain, karena kita adalah sesama anggota. Apabila kamu
menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam,
sebelum padam amarahmu dan janganlah beri kesempatan
kepada Iblis. Orang yang mencuri, janganlah ia mencuri lagi, tetapi
baiklah ia bekerja keras dan melakukan pekerjaan yang baik dengan tangannya
sendiri, supaya ia dapat membagikan sesuatu kepada orang yang berkekurangan. Janganlah
ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik
untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih
karunia. Dan janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah,
yang telah memeteraikan kamu menjelang hari penyelamatan. Segala kepahitan,
kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu,
demikian pula segala kejahatan. Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap
yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana
Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.- Efesus 4:17-32
Perhatikan, apapun wujud
kehidupan atau perbuatan baik dan apa yang kita sebut sebagai “berkarakter
ilahi” akan senantiasa berpondasi pada apakah seseorang itu mengenal Allah yang
hidup dan benar di dalam Yesus Kristus, ataukah ia tidak: "kamu telah belajar mengenal Allah."
Jadi bukan
sebaliknya, bahwa jikalau seseorang itu memiliki karakter yang mulia dan
berperilaku baik maka itu merupakan bukti bahwa orang tersebut hidup berkenan
bagi Allah, tak peduli apakah pada orang itu sendiri merasa perlu untuk menilai penting untuk mengenali Allah demi
sekedar bermoral baik sehingga ia menjadi manusia yang baik dan berkarakter yang disebut "ilahi??"