Oleh: Martin Simamora
Benarkah
Karena Tidak Menolak Injil Hingga Ke Tingkat Penghinaan Maka Ada Kebenaran Lain Di Luar Kristus (5.C)
Bacalah lebih
dulu: “Tinjauan Pengajaran Pdt. Dr. Erastus Sabdono Pada Keselamatan Di Luar Kristen (5.B)”
Perintah atau hukum
Allah pada dasarnya bukanlah soal moralitas, atau belaka soal serangkaian pokok-pokok apakah
yang benar dan apakah yang salah.
Perintah-perintah itu sendiri bukanlah ketentuan-ketentuan dengan
ukuran-ukuran dunia manusia. Mari perhatikan satu hal ini saja: mengapakah serangkaian perintah-perintah itu harus
dimulai dengan kekudusan Allah itu
sendiri, yaitu: “Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku?- Keluaran 20:3”; “Jangan membuat bagimu patung
yang menyerupai apapun yang
ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam
air di bawah bumi- Keluaran 20:4”; Jangan sujud menyembah kepadanya atau
beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada
anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang
membenci Aku- Keluaran 20:5”; “tetapi
Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang, yaitu mereka yang
mengasihi Aku dan yang berpegang pada perintah-perintah-Ku-
Keluaran 20:6”; “Jangan menyebut nama TUHAN, Allahmu, dengan sembarangan, sebab
TUHAN akan memandang bersalah orang yang menyebut nama-Nya dengan sembarangan-
Keluaran 20:7.” Larangan-larangan seperti “jangan membunuh”, “jangan mencuri”,
dan “jangan berzinah” misalnya saja, itu bukan sama sekali soal moralitas manusia
tetapi hukum kudus Allah, bukan hukum moralitas manusia. Memang benar merujuk
pada apakah moral, bisa dikatakan sebagai hukum moralitas tetapi tidak akan
pernah menjadi belaka moralitas manusiawi. Apa yang disebut sebagai moralitas
di dalam ketetapan Allah pada dasarnya kekudusan Tuhan dengan konsekuensi mematikan atau kehidupan dalam kasih setia
Tuhan. Dalam Alkitab, kalau ada hal-hal
yang disebut sebagai moralitas umat Tuhan, maka harus dicamkan bahwa sebuah
pelanggaran tidak akan mendapatkan
pengampunan melalui pembangunan
komitmen hidup untuk memperbaiki diri. Mengapa? Sebab tak ada manusia yang
sanggup menutup lubang ketakudusannya, bahkan satu lubang akan menguapkan
kekudusan Tuhan pada dirinya, berganti dengan penghukuman yang melumat bukan
saja kehidupannya tetapi generasi-generasi berikutnya. Ketika satu saja anda
melanggar salah satu larangan pada perintah-perintah Allah yang manapun juga,
ingatlah bahwa manusia sedang berhadapan dengan : Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada
anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang
membenci Aku dan tetapi Aku
menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang, yaitu mereka yang mengasihi
Aku dan yang berpegang pada perintah-perintah-Ku.
Jadi ini bukan sama sekali belaka moralitas manusia kala
anda membaca: jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan
mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu, jangan
mengingini rumah, isteri, hambanya laki-laki atau perempuan atau lembunya atau
keledainya atau apapun yang dipunyai sesamamu [Kel 20:13-17].” Pada bagian
manapun perintah itu tak ada satu bagianpun yang sama sekali bernilai semata
ketentuan relasi antarmanusia yang mana nilai-nilainya berdasar pada
kemanusiaan pada nilai tertingginya, sehingga menyatakan tidak semuanya
bernilai ilahi, karena begitu menjunjung hak-hak terasasi seorang manusia.
Dalam hal itu sekalipun, sangat ilahi dan sangat kudus sebagaimana adanya IA
ADA: “Seluruh bangsa itu menyaksikan guruh mengguntur, kilat sabung-menyabung, sangkakala berbunyi dan gunung berasap. Maka bangsa itu takut
dan gemetar dan mereka berdiri jauh-jauh- Keluaran 20:18.