Oleh: Martin Simamora
Kehendak
Allah Versus Pikiran Para Manusia
Apa yang paling
menyolok terkait Yesus kala berinteraksi dengan keragaman pikiran atau
pandangan atau nilai atau perspektif atau keyakinan manusia adalah, dia mengetahui segalanya secara sempurna
dalam makna yang sangat definitif hingga
bertengger secara kokoh pada poin tak
memerlukan verifikasi untuk pemastian akan apakah maksud sesungguhnya yang
dimaksudkan para manusia itu; Ia tak
memerlukan pandangan ke dua atau ketiga atau analisa pakar apapun juga untuk menjadi pertimbangan-pertimbangan kritikal bagi dirinya. Ia
menempatkan dirinya bukan sekedar tahu akan segala-galanya tanpa sebuah
kemelesesatan dalam derajat terkecil sekalipun, tetapi sekaligus ia adalah
ultimat atas semuanya, sehingga didalam berinteraksi dengan keberagaman atau
kepluralan pandangan akan kebenaran mengenai dirinya dan keselamatan itu tak
bersifat dialogis sehingga kebenaran dirinya sendiri beradaptasi dan
bertoleransi dengan kebenaran dan nilai divinitas yang diusung manusia-manusia
lainnya [memang pandangan publik terhadap
Yesus itu sendiri dapat dikatakan sebagai sebuah kepluralan, namun
kebenaran-Nya adalah ketunggalan absolut sekaligus ilahi: “Setelah Yesus
tiba di daerah Kaisarea Filipi, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: "Kata
orang, siapakah Anak Manusia itu?" Jawab mereka: "Ada yang
mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia dan ada
pula yang mengatakan: Yeremia atau salah seorang dari para
nabi." Lalu
Yesus bertanya kepada mereka: "Tetapi apa
katamu, siapakah Aku ini?"
Maka
jawab Simon Petrus: "Engkau adalah
Mesias, Anak Allah yang hidup!" Kata
Yesus kepadanya: "Berbahagialah engkau Simon bin
Yunus sebab bukan manusia yang
menyatakan itu kepadamu, melainkan
Bapa-Ku yang di sorga- Mat
16:13-17"].
Kemutlakan dirinya
dan kebenaran dirinya di hadapan manusia juga disertai kemutlakan dirinya atas
semua manusia yang menjamah segala pengetahuan pada semua diri manusia hingga
di kedalaman yang begitu tersembunyi pada diri seorang manusia:
Yohanes
2:24-25 Tetapi Yesus sendiri tidak mempercayakan diri-Nya kepada mereka, karena
Ia
mengenal mereka semua, dan karena tidak perlu seorangpun
memberi kesaksian kepada-Nya tentang manusia, sebab Ia tahu apa yang ada
di dalam hati manusia.