Oleh : Robin Schumacher Ph.D
Kemampuan seorang manusia untuk tidak percaya terhadap kebenaran tentang sesuatu terkadang dapat mempesonakan
Para ateis dan Kristen skeptik secara konsisten berkata bahwa alasan mereka tidak percaya kepada Tuhan karena tidak ada bukti akan Tuhan. Andaikan saja mereka dapat menemukan kebenaran—bukti yang baik untuk Tuhan dan untuk kesejarahan Yesus—para ateis berkata bahwa hal itu akan membuat banyak perubahan dalam dunia, dan mereka akan segera menjadi percaya.
Tetapi apakah hanya ini saja masalahnya?
Deborah Lipstadt mungkin memiliki sepatah atau dua patah untuk dikatakan tentang mempercayai kebenaran. Dr. Lipstadt Profesor Dorot untuk studi-studi Modern Jewish dan Holacaust di Emory University berangkali bukan seorang Kristen atau memiliki seekor anjing dalam pertarungan antara ateisme vs Kekristenan, tetapi dia juga tahu sebuah atau dua buah hal mengenai kemampuan orang untuk menjadi buta mata terhadap bukti ketika bukti disodorkan kepada mereka. Lipstadt adalah penulis buku berjudul Denying the Holocaust : The Growing Assault in Truth and Memory, dan telah menghabiskan waktu selama bertahun-tahun mempelajari kemampuan orang untuk menolak kebenaran.
Deborah Lipstadt mungkin memiliki sepatah atau dua patah untuk dikatakan tentang mempercayai kebenaran. Dr. Lipstadt Profesor Dorot untuk studi-studi Modern Jewish dan Holacaust di Emory University berangkali bukan seorang Kristen atau memiliki seekor anjing dalam pertarungan antara ateisme vs Kekristenan, tetapi dia juga tahu sebuah atau dua buah hal mengenai kemampuan orang untuk menjadi buta mata terhadap bukti ketika bukti disodorkan kepada mereka. Lipstadt adalah penulis buku berjudul Denying the Holocaust : The Growing Assault in Truth and Memory, dan telah menghabiskan waktu selama bertahun-tahun mempelajari kemampuan orang untuk menolak kebenaran.