Oleh: Martin Simamora
Apakah Kehendak Allah Takluk Terhadap Kebebalan Manusia?
(Refleksi)
Ketika
manusia-manusia saling membunuh, saling menikam dan saling memenggal kepala…
bahkan atas nama Tuhan, apakah yang dapat atau hendak anda katakan? Menjawab
ini akan dipenuhi dengan polemik dan spekulasi dan bahkan itu bisa berentang
mulai dari penjelasan yang menekankan bahwa manusia memiliki kebebasan
berkehendak bahkan yang menentang Tuhan sekalipun, hingga penjelasan yang
menekankan Tuhan itu pada dasarnya tidak ada, atau kalaupun ada, Ia sama sekali
tak berkuasa atas manusia-manusia yang berkehendak itu.
Apa yang menarik sebetulnya, apakah ketika manusia memilih untuk
memberontak terhadap kebenaran dan
kehendak kudus Allah, itu menunjukan bahwa manusia bahkan berdaulat terhadap
Tuhan (apalagi jika melihat bahwa ia tak segera menerima konsekuensi kala
menghempaskan kematian atas manusia-manusia); bahwa Tuhan tidak berdaulat dan
manusia memiliki posisi yang begitu tangguh terhadap kemauan Tuhan?
Bagaimana Alkitab
menjelaskannya?
Mari membaca realita
ini dalam sebuah realita terkerasnya:
Ibrani
3:7-11” Sebab itu, seperti yang dikatakan Roh Kudus: "Pada hari ini, jika
kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman
pada waktu pencobaan di padang gurun, di mana nenek moyangmu mencobai Aku
dengan jalan menguji Aku, sekalipun mereka melihat perbuatan-perbuatan-Ku,
empat puluh tahun lamanya. Itulah sebabnya Aku murka kepada angkatan itu, dan
berkata: Selalu mereka sesat hati, dan mereka tidak mengenal jalan-Ku, sehingga
Aku bersumpah dalam murka-Ku: Mereka takkan masuk ke tempat
perhentian-Ku."
Jelas dan benderang
bahwa di sini manusia-manusia dapat memberontak dan melawan Tuhan. Itu tak
perlu diperdebatkan sama sekali. Tetapi apakah dengan demikian manusia bebas
dan berdaulat dengan pilihannya untuk memberontak terhadap kehendak Allah atas keselamatan seorang manusia? Mari kita lihat apakah
yang terjadi kemudian: