Oleh: Martin Simamora
“Aku
Berkata Kepadamu, Sesungguhnya Setiap Orang yang Berbuat Dosa, Adalah Hamba Dosa”
Kredit: Bible Yoda-Pinterest |
Penjelasan Yesus Mengenai Problem Dosa
Pada
umumnya orang akan memandang bahwa
berubah menjadi orang baik atau berubah menjadi orang yang meninggalkan
perbuatan-perbuatan dosa, perubahan itu terletak pada dirinya sendiri apakah
mau berubah atau tidak, sehingga problem dosa dalam penanggulangannya hanya
membutuhkan perjuangan jiwa manusia untuk menaklukan dosa sebagai sebuah
sentral penanggulangan dosa atau problem kejahatan. Dengan kata lain, menjadi
orang baik dalam konteks meninggalkan perbuatan-perbuatan dosa yang bersumber
dari kemauan diri manusia tersebut akan menjadi semacam tindakan yang akan
memproses jiwa untuk menjadi suci atau mulia. Pada pandangan ini, meletakan
problem dosa, semata pada lingkup problem karakter atau moral yang sedang kelam
atau hitam, sehingga untuk mengatasinya, manusia itu harus terlebih dahulu
mengalami kesadaran diri atau pencerahan jiwa akan keadaannya yang jahat itu,
agar mau melangkah dan berjuang menuju perubahan hingga menjadi berkarakter
atau bermoral baik dan mulia. Jadi memang semata problem diri manusia yang
bersumber pada diri manusia yang dapat dikuasai dan dikendalikan berdasarkan
otoritas yang sesungguhnya ada di dalam diri manusia itu sendiri, asalkan ia
mau bersungguh-sungguh memperjuangkan perubahan signifikan tersebut.
Tetapi
pandangan ini menjadi sangat bertolak belakang kala diperhadapkan secara
frontal dengan penjelasan Yesus mengenai problem dosa pada diri manusia. Ketika
Yesus Kristus menjelaskannya, maka problem dosa dengan segala rupa/wujud dan
modus operandinya, bagi-Nya bukan sebuah problem yang dapat begitu saja diatasi
dan dikendalikan manusia, asalkan saja ia mau melakukannya. Bagi Yesus, problem
dosa tidak dapat ditinjau pada semata problem yang dapat diatasi oleh kemauan
atau kehendak manusia untuk berubah. Mengapa demikian? Sebab dosa telah
diintroduksikan oleh Yesus sebagai sebuah entitas kuasa yang memiliki semacam
pemerintahan dan otoritas yang begitu kokoh
dan absolut atas jiwa-jiwa manusia yang mengakibatkan daya dan otoritas
kehendak atau kemauan diri seorang manusia tak memiliki sedikitpun daya pukul
untuk melumpuhkan kuasa dosa itu pada dirinya sendiri, sehingga kemauan atau
kehendak diri sendiri dapat bekerja efektif menaklukannya. Dalam hal ini,
konsekuensi lebih jauhnya, sementara
manusia memang dapat membangun perubahan karakter atau memiliki
perbuatan-perbuatan baik menjadi, namun tak berkolerasi positif dengan akan
memberikan manusia itu kuasa kemenangan diri atas kuasa pemerintahan dosa.
Bahkan uniknya, terkait realitas ini, Yesus menempatkan dirinya sebagai
satu-satunya yang berkuasa atas diri manusia untuk memerdekakannya dari problem
tak tertanggulangi manusia. Perhatikan penjelasan Yesus berikut ini dalam injil
Yohanes:
Yohanes
8:34-36 Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa. Dan hamba
tidak tetap tinggal dalam rumah, tetapi anak tetap tinggal dalam rumah. Jadi apabila
Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka."