Oleh: Martin Simamora
Bercita-Citalah
Setinggi Awan di Langit Untuk Melahirkan Karya-Karya Terbaik Bagi Sesama
Manusia & Bagi Tuhan
Apakah tujuan hidupmu sebagai seorang yang telah ditebus oleh
Kristus dalam kasih karunia Allah dari
belenggu maut dan perhambaan kuasa kehendak dosa?
“Jadi
bagaimana? Apakah kita akan berbuat dosa, karena kita tidak berada di bawah
hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia? Sekali-kali tidak! Apakah kamu
tidak tahu, bahwa apabila kamu menyerahkan dirimu kepada seseorang sebagai
hamba untuk mentaatinya, kamu adalah hamba orang itu, yang harus
kamu taati, baik dalam dosa yang memimpin kamu kepada kematian,
maupun dalam ketaatan yang memimpin kamu kepada kebenaran?-
Roma 6:15-16
Kehidupan di dunia ini, sementara kejahatan dapat merajalela,
ternyata lebih besar dan lebih agung daripada yang anda sangkakan atau yang
mungkin untuk anda pikiran? Bahkan lebih besar daripada apa yang dapat anda
persembahkan berdasarkan kekuatan anda sendiri, itu oleh karena Kristus! Ketika rasul Paulus menuliskan “Jadi
bagaimana? Apakah kita akan berbuat
dosa, karena kita tidak berada di bawah hukum Taurat,….? Ini, “jadi
bagaimana” adalah sebuah pertanyaan yang memiliki kedalaman dan
keluasan gabungan 7 samudera di dunia ini, bahwa di dalam kasih karunia anda
memiliki produktivitas-produktivitas yang begitu kaya yang masih perlu
digali-perlu dieksploitasi didalam diri ini sebagai orang-orang yang hidup
dalam kasih karunia untuk dihasilkan dan diwujudkan kepada sesama manusia dan kepada
Tuhan. Ya… kepada sesama manusia, seharusnya, orang-orang kasih karunia adalah
manusia-manusia unggulan. Rasul Paulus membahasakannya dalam sebuah kesakralan
yang melampaui keluhuran moralitas yang dapat diraih manusia dengan menuliskan “karena kita tidak berada di bawah hukum
Taurat.” Ada sebuah kualitas kehidupan orang-orang kasih karunia yang
begitu unggul yang keunggulannya tidak lagi dapat dibicarakan dalam tatar “berada
di bawah hukum Taurat” oleh sebab manusia-manusia kasih karunia adalah manusia
yang hidup berdasarkan kehidupan berhambakan hidup, bukan
berhambakan dosa.
Tujuan hidup didalam
kasih karunia bukan lagi berkubangan pada hal-hal yang tak membawa
kemajuan dan pertumbuhan hidup sebab pada faktanya hidup di dalam kasih karunia
berhambakan
pada ketaatan yang memimpin kamu kepada kebenaran, sampai menutup mata
ini di dunia ini.
Memiliki hidup, semua memilikinya tetapi kemanakah kehidupan
yang kauhidupi membawamu? Akar pembicaraan dan jawaban atas pertanyaan ini adalah ini:
Tetapi sekarang, setelah kamu dimerdekakan dari dosa dan setelah kamu menjadi hamba Allah,
kamu beroleh buah yang membawa kamu
kepada pengudusan dan sebagai kesudahannya ialah hidup yang kekal.-
Roma 6:22
Kita harus mengerti bahwa kehidupan didalam kasih karunia bukanlah
kehidupan dalam sebuah ekstasi bahwa kini saya telah merdeka
dari maut berdasarkan kasih karunia bukan berdasarkan perbuatan dan
perjuanganku, jadi jikapun berdosa tak perlu dipusingkan karena kebenaranku
bukan berdasarkan apakah aku melakukan sebuah tindakan dosa ataukah tidak.
Ketika kebenaran telah berubah menjadi sebuah ekstasi maka itu menjadi sebuah dosa dalam jubah-jubah pil-pil ekstasi bermerek atau
berlabel kasih karunia. Tak heran jika Paulus melemparkan sebuah ironi untuk
dipikirkan dan dijadikan cermin jiwa: “Jadi
bagaimana? Apakah kita akan berbuat dosa, karena kita tidak berada di bawah hukum
Taurat, tetapi di bawah kasih
karunia?”
Kasih karunia dan kekudusan adalah sebuah sekutu yang tak
memerlukan eksistensi hukum Taurat dalam manusia itu hidup didalam penebusan Allah dalam dan melalui Kristus.
Ini sebuah kebenaran sekaligus pondasi tujuan hidup bagi saya dan anda sebagai
pengikut Kristus, sebagaimana sebelumnya rasul Paulus melemparkannya sebagai
ironi yang harus direnungkan dan menjadi cermin jiwa:
“Jika
demikian, apakah yang hendak kita katakan? Bolehkah kita bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah
kasih karunia itu? Sekali-kali tidak! Bukankah kita telah mati bagi dosa, bagaimanakah kita masih dapat hidup di
dalamnya?- Roma 6:1-2
Bolehkah saya bertekun
dalam dosa? Ini
terlihat pertanyaan yang bodoh dan menghina kehidupan jiwa dan nalar siapapun
juga, tetapi pada faktanya di saat yang sama kehidupan bertekun di dalam kebenaran adalah sebuah siksaan. Daripada
menjadi miskin semua maka lebih baik biarkan saja korupsi? Ah.. adalah tantangan
bagi siapapun untuk memiliki kebahagiaan bertekun di dalam kebenaran.
Tetapi tidak lagi hidup di bawah hukum Taurat, mengapa Paulus
masih membicarakan bertekun di dalam kebenaran dan tidak bertekun di dalam
dosa? Apakah rasul Paulus masih mengejar kebenaran diri di hadapan Tuhan,
dengan demikian? Atau kebenaran berdasarkan
perjuangan diri sendiri dan dengan demikian menista kasih karunia Allah?
Kontradiksi, dualistis dan inkonsistensi dalam kebenaran?
Apa yang harus diperhatikan di sini, dalam kesemuanya ini
Paulus bukan berkontradiksi, berdualistis dan apalagi inkonsistensi dalam
kebenaran kasih karunia yang sedang diajarkannya, tetapi ia sedang membicarakan
hidupku dan anda di dalam siapakah dan bagi siapakah?
Akar dan pondasinya
terletak pada siapakah Kristus, apakah yang telah lakukan dan
dihasilkan Kristus dan kehidupan
yang telah dilahirkan Kristus
bagi anda untuk anda hidupi atau
anda jalani atau anda kenakan dari hari ke hari. Mari kita memperhatikan hal
ini:
“Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya? Dengan demikian kita
telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya,
sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang
mati oleh
kemuliaan Bapa, demikian juga kita
akan hidup dalam hidup yang baru. Sebab jika kita telah menjadi
satu dengan apa yang sama dengan kematian-Nya, kita juga akan menjadi satu dengan apa yang sama dengan kebangkitan-Nya. Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah
turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita
menghambakan diri lagi kepada dosa. Roma 6:3-6
Mengapa Kasih Karunia tak memerlukan hukum Taurat dalam
kehidupan semua yang hidup dalam kasih karunia Kristus? Karena Kehidupannya
telah sama seperti dan menjadi satu dengan Kristus, bukan tetap sama seperti
dunia dan menjadi satu dengan dunia. Ini tidak main-main, dengan demikian!
Kasih karunia bukan sebuah ekstasi kemerdekaan hidup yang
diberhalakan dalam rangkaian kata-kata manis dan indah yang penuh kebanggaan
anda pamerkan di halaman facebook anda, sementara sebetulnya masih banyak pelajaran-pelajaran hidup yang
harus ditelaah dan disimak untuk ditaati dari Sang Guru Agung Kasih Karunia,
Yesus Kristus! Berjalan dalam kasih karunia bukanlah sebuah persepsi eksistensi
diri senantiasa dalam kasih karunia Kristus sementara melakukan dosa!
Menekankan hal ini adalah sebuah kebodohan bukan kepintaran dalam Kristus!
Paulus menantang saya dan anda:
·
Atau
tidak tahukah kamu…
·
Jadi
bagaimana? Apakah kita akan berbuat dosa
Rasul
Paulus sedang membawa kehidupan dalam Kristus lebih tinggi daripada kelemahan
tubuh jasmani yang masih bisa meneteskan air liurnya kepada nikmat dan pesona
dunia yang kompromistis pada keterbatasan-keterbatasan daging dalam sebuah
pemberhalaan humanisme menyusutkan kekudusan Allah yang semesta dan absolut.
Rasul
Paulus menunjukan ketinggian hidup orang-orang dalam Kasih Karunia Kristus
lebih mulia daripada kemuliaan apapun yang dapat anda ajarkan, yaitu pada
ketinggian yang Kristus persembahkan bagi saya dan anda:
Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya? Dengan demikian kita
telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya,
sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang
mati oleh
kemuliaan Bapa, demikian juga kita
akan hidup dalam hidup yang baru. Sebab jika kita telah menjadi
satu dengan apa yang sama dengan kematian-Nya, kita juga akan menjadi satu dengan apa yang sama dengan kebangkitan-Nya.
Hidup yang baru! Ini bukan sekalipun saya berdosa
saya tetap tidak berdosa sebab saya hidup didalam Kristus atau terang Kristus.
Hidup yang
baru adalah:
-Hidup yang tidak bertekun di dalam dosa, sebagaimana ini sebuah kefavoritan jiwa-Hidup yang telah mati bagi dosa, karena:-sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru
Saya dan
anda masih bisa berdosa sebab dalam penebusan dari perbudakan kuasa dosa, kita hidup dengan tubuh ini, tubuh ini adalah tubuh yang begitu cerdas
melayani dan menginterpertasikan maksud-maksud dosa yang begitu terselubung dan
bahkan berbalutkan moralitas yang cemerlang sekalipun. Karena dalam cemerlangnya moralitas jiwa manusia, ia tetaplah abdi
kematian dan padanya tak ada kebangkitan dari antara orang mati jika bukan
Kristus. Demikian juga dalam cemerlangnya moralitas jiwa manusia itu, ia tak
akan pernah menjadi tuan atas pemerintahan dosa atau kejahatan di dunia ini di
dalam kehidupan saat ini dan setelah kematian, apalagi. Itu sebabnya rasul
Paulus berkata: “Sebab jika kita telah menjadi
satu dengan apa yang sama dengan kematian-Nya, kita juga akan menjadi satu dengan apa yang sama dengan kebangkitan-Nya.”
Itu juga
sebabnya, hanya kemuliaan Allah yang dapat menghakimi kecemerlangan moralitas
manusia, siapapun juga dia. Dan karena itu jugalah, betapa malangnya dan betapa
tololnya setiap manusia yang mengaku hidup di dalam kasih karunia tetapi
kehidupannya bertekun di dalam dosa dan tak pernah sedikit saja merenungkan
hidup dalam kehidupan yang telah Kristus berikan, atau jangan-jangan ia sendiri
lebih dari sekedar tersesat untuk sesaat lamanya.
Jadi bagaimana? Apakah yang akan kita perbuat dalam kasih karunia? Ya…tidak berbuat
dosa, tetapi apakah? Saya dan anda harus benar-benar mengenali tujuan hidup
berdasarkan jati diri di dalam Kristus, jika tidak hanya akan menjadi
manusia-manusia yang lamban dalam perbuatan baik dan produktif, kalah dalam
pekerjaan-pekerjaan baik duniawi dibandingkan dengan mereka yang tak mengenal
Kristus tetapi begitu unggul dan produktif dalam dunia ini.
Saya tidak
sedang mengajak anda semua untuk terobsesi dengan pencapaian-pencapaian dunia
ini. Semua di dunia ini memiliki durasinya, memiliki kesudahannya sebagaimana
permulaannya, tetapi sekalipun demikian adanya, bukankah Sang Kristus sendiri
meminta setiap kita agar menjadi manusia-manusia unggulan di tengah-tengah
dunia ini? Mari perhatikan hal berikut ini:
“Kamu
adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia
diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang.
Kamu adalah terang dunia. Kota yang
terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak
menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki
dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang
baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga."- Matius 5:13-16
Siapakah saya dan anda, dan apakah
tujuan atau nilai hidupmu di dunia ini? Anda harus temukan ini, kadang atau kerap memerlukan
perjuangan dan ketekunan yang tak main-main untuk membangun diri ini agar semakin
bermanfaat dan berdampak. Nilai diri ini bukan pada uang, bukan pada
seberapa hebat karya anda dibutuhkan oleh orang lain, tetapi pada bagaimana
dirimu benar-benar adalah garam dan benar-benar adalah terang. Bayangkanlah dirimu adalah garam yang
tak asin lagi, sebetulnya
nilai diri sejati itu, tak ada satupun manusia yang dapat mengepresiasinya, kecuali
Tuhan? Manusia akan jatuh pada nominalisasi jiwa manusia pada angka-angka mata uang bagaikan konversi jiwa menjadi satuan-satuan materialisme. Tentu saja itu dapat dimengerti sebagai sebuah sistem apresiasi yang dapat dicapai manusia dalam upaya terbaiknya.
Perhatikan
Sang Mesias memberikan apresiasi bagi garam pada nilai kemanusiaan. Sekalipun
bukan barang senilai emas, tetapi jika ia tak lagi bisa mengasinkan maka ia akan
membuat jamuan makan para raja dan orang-orang termulia menjadi hambar tak
bercita rasa! Jika anda mengejar kebanggan diri pada seberapa tinggi
anda dibayar maka hidupmu adalah hamba uang dan nilaimu tak lebih daripada
lembar-lembar uang dan anda tak akan mampu mengenali nilai diri ini dalam
kebenaran Allah!
Kehidupan
ini bisa begitu mudah mematahkan semangat jika berdasarkan nilai-nilai yang
tidak lebih tinggi daripada hidup yang dapat dimiliki di dalam Kristus. Kita
harus ingat kehidupan ini bukan hanya di dunia pada saat kita bisa produktif,
tetapi ada saatnya bagi kita semua untuk hidup di dunia dalam saat tidak lagi
produktif karena usia atau karena sakit-penyakit. Lalu dimanakah nilai hidupmu
engkau letakan ketika sekalipun anda adalah garam bagi dunia kerjamu, tetapi
tak bisa berkontribusi oleh sebab-sebab
yang tak dapat dibantah lagi? Kalau anda mengenali nilai sejatimu maka anda
tetap bersyukur dan menikmati pemeliharaan Allah dalam masa-masa dimana anda
tak lagi mampu membela diri untuk sekedar bernafkah makan secara sederhana
normal!
Berjuang menggapai
nilai produktifitas ter-top pada setiap diri orang-orang yang hidup dalam kasih
karunia Kristus selama di dunia ini-selama bekerja mencari nafkah bagi
keluarga/isteri dan anak-anakmu, adalah
sangat penting, tetapi dalam
semua itu lakukanlah semua itu senantiasa sebagai orang-orang yang juga
memberikan produktifitas tertop dalam memancarkan dan mewujudkan kehidupan yang
telah diselamatkan Kristus sehingga ternyatakan dan dapat dikecap oleh sesama di
sekeliling kita selama di dunia ini.
Perhatikan
pernyataan Paulus ini:
Hai saudara-saudaraku yang kekasih,
kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut
dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula
sekarang waktu aku tidak hadir, karena Allahlah
yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut
kerelaan-Nya. Lakukanlah segala
sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan, supaya kamu tiada beraib dan tiada
bernoda, sebagai anak-anak Allah
yang tidak bercela di tengah-tengah
angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia, sambil berpegang pada firman
kehidupan, agar aku dapat bermegah pada hari Kristus, bahwa aku tidak percuma berlomba dan tidak percuma bersusah-susah.-
Filipi 1:12-16
Soli Deo Gloria
No comments:
Post a Comment