“Keselamatan
Kristus Juga Untuk Mereka Yang Tak Beriman Kepada-Nya”
Oleh : Martin Simamora
kredit: labkultur.tv |
Bacalah
lebih dulu bagian 2R
Pada “Keselamatan Di Luar Kristen - 03,” pendeta Dr.Erastus
Sabdono, terlihat mulai menegakkan titik fokus pengajarannya dengan sebuah kalimat tanya selidik:
“apa
yang dimaksud dengan menerima Yesus Kristus.” Namun,
sebelum ia menjelaskannya, sudah
terlebih dahulu meletakan kerangka berpikir yang akan menjadi
pedoman atau panduan dalam menjawab
kalimat tanya selidik tadi :“keselamatan bukan hanya untuk orang
Kristen tetapi juga mereka yang bukan Kristen.”
Dalam bab ini kita
membahas mengenai apa yang dimaksud
dengan menerima Yesus Kristus. Hal ini sangat bertalian dengan keselamatan bukan hanya untuk orang Kristen tetapi juga
mereka yang bukan Kristen. Dengan memahami secara benar apa yang dimaksud
dengan menerima Yesus maka dapatlah ditemukan ketetapan pengertian mengenai
keselamatan orang percaya dan mereka yang bukan Kristen.
Dengan kata lain,
sebelum siapapun ingin memahami “apa yang
dimaksud dengan menerima Yesus Kristus” maka ia sendiri sudah menegasi atau
menyangkali jantung pertanyaannya sendiri, yaitu menerima Yesus Kristus.
Ini semacam “sterilisasi” pikiran yang begitu keji dan manipulatif, bermain
dengan diksi [pilihan kata] dan
sekaligus melakukan pengaburan makna dan pengelabuan tepat pada makna “menerima
Yesus Kristus” sebagaimana kehendak Yesus:
Yohanes
8:24 “Karena itu tadi Aku berkata kepadamu, bahwa kamu akan mati dalam dosamu;
sebab jikalau kamu tidak percaya, bahwa Akulah Dia, kamu akan mati dalam dosamu."
Yohanes
16:9 “Dan kalau Ia datang, Ia akan menginsafkan dunia akan dosa,
kebenaran dan penghakiman; akan
dosa, karena mereka tetap tidak
percaya kepada-Ku…”
Bagaimana bisa, pendeta Dr.Erastus Sabdono dapat membangun pengajaran yang membunyikan gagasan: menerima Yesus adalah praktik atau sikap diri untuk baik menerimanya, dan juga, menolaknya. Menerima Yesus, dengan demikian, berarti bukan bermakna ekskusif pada konsekuensinya [selamat], implikasinya: Yesus sendiri telah ditempatkan dan diperlakukan sebagai tiang rambu lalu-lintas belaka di jalan raya, di pinggir jalan, seperti larangan masuk, dimana siapapun bisa menginterpretasi bahwa rambu larangan masuk tidak bermakna ekeklusif pada makna dan konsekuensinya. Ia semata ornamental. Ia bukan “Hukum Mutlak yang Berdaulat dan Memerintah.” Apa yang sentral, dengan demikian, adalah interpretasi sang guru bernama pendeta Dr.Erastus Sabdono.