Oleh: Martin Simamora
Sepuluh Bagian Ketiga
Bukan
Penggembalaan Menuju Karekater Mulia atau Menjadi Corpus Delicti, Tetapi Menuju Kepada Terang-Nya Yang Ajaib
(Lebih dulu di “Bible Alone”-Sabtu, 13 Agustus
2016- telah diedit dan dikoreksi)
Bacalah lebih
dulu: “bagian 20”
Yesus
Kristus, haruskah ia menjadi segala-galanya untuk Jawaban dan Kebenaran Bagi manusia
di hadapan Allah?
Pertanyaan ini senantiasa
menarik sejak semula dan hingga kini sebab pada setiap pengajarannya,
dirinyalah yang dijunjung sebagai kebenaran bagi manusia, baik pada bagaimana
seharusnya manusia berelasi dengan sesama dan bagaimana seharusnya manusia
dapat berelasi dengan Allah, seperti hal-hal berikut ini:
Lukas
10:25-28 Pada suatu kali berdirilah seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus,
katanya: "Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang
kekal?" Jawab Yesus kepadanya: "Apa yang tertulis dalam hukum Taurat?
Apa
yang kaubaca di sana?" Jawab orang itu: "Kasihilah
Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu
dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu
sendiri." Kata Yesus kepadanya: "Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian,
maka engkau akan hidup."
Pada dialog ini
sekalipun bisa dilihat adanya perbuatan-perbuatan berbasiskan karakter mulia tetapi bukan
sama sekali penggembalaan agar
orang yang dibimbing oleh Yesus dapat
menjadi berkarakter mulia, tetapi sebuah penggembalaan pada bagaimana
untuk memiliki hidup kekal berdasarkan kebenaran yang disabdakannya bukan
berdasarkan pandangan manusia, sebagaimana terlihat dari apa jawaban Yesus terhadap pertanyaan yang
diajukan oleh ahli Taurat. Hal kedua yang menunjukan bahwa ini bukan sama sekali penggembalaan menuju
karakter mulia adalah: Yesus secara langsung bertanya kepada si penanya: apakah yang tertulis atau diperintahkan oleh
hukum Taurat yang dijawab secara tepat. Jawaban itu merupakan instruksi
hukum Taurat itu, ternyata, sama sekali bukan
instruksi bagaimana memiliki karakter mulia sehingga dapat membawa manusia
kepada hidup kekal tetapi sebuah
instuksi agar manusia memiliki kasih atau mengasihi Allah secara tak bercela sebagaimana dikehendaki Allah: “Kasihilah
Tuhan, Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan
segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu.” Instruksi ini bukan sama sekali untuk
membangun moralitas tetapi bagaimana manusia itu harus memiliki kasih yang
sedemikian mulia yang tak menyisakan sedikit saja ruang untuk mengasihi diri
sendiri. Dan memang tak perlu sama sekali sebab kalau saja ada seorang terbukti dapat
atau mampu menggenapinya maka bukan kehancuran diri atau kekacauan hidup yang
terjadi padanya tetapi memiliki kehidupan bersama Allah atau memiliki hidup kekal, tanpa memerlukan kedatangan Yesus dan apalagi sampai perlu mati dikayu salib untuk menggenapi maksud Allah sebagaimana tertulis di dalam kitab suci (Lukas 24:25-27).