Oleh: Martin Simamora
Sepuluh Bagian
Kedua
Umat Manusia Dalam
Pandangan Allah Yang Mengustus Yesus
(Lebih dulu di “Bible Alone”-Rabu,27 Juli 2016- telah diedit dan dikoreksi)
B.Realitas Kedua
Manusia: Berdosa Dan Apakah kemudian Allah mengalami
perubahan baik dalam kekudusan-Nya dan pandangan-Nya
terhadap manusia, dosa dan iblis sehingga Sang Firman ketika datang Ke Dunia
Dalam Rupa Manusia Hanya Menanggung Penghukuman Dan Berupaya Menjadi Corpus Delicti
Apakah manusia memang berdosa secara tak tertolongkan untuk
ditanggulangi olehnya sendiri dan apakah manusia menjadi berdosa karena
memiliki gagasan-gagasan dosa dan
kejahatan yang datang dari luar dirinya yang berjuang keras untuk menjajah
manusia sehingga, kemudian, baru dapat membujuknya berbuat dosa, ataukah datang
dari dalam dirinya sendiri sebagai hal yang tak dapat dipisahkan dari
eksistensi setiap manusia?
Pertanyaan beruntun
semacam tadi menjadi begitu penting untuk ditanyakan sebab pendeta Dr. Erastus
Sabdono ketika membingkaikan manusia dalam konsepsi corpus delicti alanya (saya menggunakan “ala” atau “versi” pendeta
Erastus, sebab ia mengaplikasikan corpus delicti yang sama sekali tak
menunjukan atau membuktikan kejahatan iblis selain membuktikan apakah seorang
anak Allah/orang beriman memang dapat menjadi corpus delicti –kembali, ala
pendeta Erastus- sebagaimana Yesus, yang pada pandangan pendeta Erastus,
menjadi corpus delicti atau menjadi substansi kejahatan iblis adalah dapat
menjadi taat dan menghormati Allah secara benar hingga pada kesudahannya atau mati)
yang dapat membungkam iblis dalam pengadilan Allah. Dengan kata lain,
manusia-manusia membantu ketakberdayaan Allah terhadap kecanggihan kejahatan
iblis terkait barang bukti.
Jika
manusia memiliki natur yang begitu mulia untuk melawan iblis di pengadilan
Allah, maka seharusnya ketakmuliaan
manusia harus berasal dari luar diri manusia itu sendiri. Dengan kata
lain internal manusia adalah tidak
memiliki kenajisan walau barangkali belum sama sekali mencapai kesucian. Tentu saja untuk
menjadi barang bukti yang sanggup mendakwa iblis hingga menjadi terpidana
berkekuatan hukum, para anak-anak Allah itu juga harus manusia-manusia yang harus
lebih kuat kemampuannya untuk mempidanakan iblis daripada Allah yang tak berhasil menyajikan barang bukti untuk
mendakwa iblis hingga menjadi terpidana yang dapat seketika itu juga
dibinasakan.
Apakah Yesus Kristus,
setidak-tidaknya menyatakan bahwa manusia itu berdosa sama sekali dan
senantiasa dibawah penghakimannya sebagaimana Allah pada era sebelum Ia Sang
Firman menjadi manusia dan tinggal diantara manusia (Yohanes 1:14)? Mari kita
perhatikan ucapan-ucapan Yesus berikut ini: