Oleh: Martin Simamora
Dicintai-Nya, Tak Ada Bunga Terakhir
(Refleksi)
(Kredit: “tak
ada bunga
terakhir” terinspirasi oleh lagu karya Bebi Romeo berjudul “bunga
terakhir”)
Siapakah yang dapat membayangkan bahwa Allah sungguh dapat begitu dicintai dan dikangeni hingga mau mati rasanya? Tentulah ini bukanlah puisiku, bukanlah pengalaman romantisku dengan siapapun yang begitu spesial dihatiku…J. Tidak, tidak sama sekali, sebab Yesuslah yang menyatakan ini, dan perhatikan seksama, ini tak main-main sebab bahkan anda tak akan pernah membayangkan atau bahkan mempercakapkan cinta atau kasih-dikasihi atau mengasihi dalam rangkaian melati putih kata-kata yang tak hanya indah tetapi menghujam hingga ke kedalaman jiwa manusia, dan mempermalukan kemuliaan cinta para manusia yang mulia:
Lukas
10:25-28 Pada suatu kali berdirilah
seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus, katanya: "Guru, apa yang harus
kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?" Jawab
Yesus kepadanya: "Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca
di sana?" Jawab orang itu: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap
hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan
segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri."
Kata Yesus kepadanya: "Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau
akan hidup."
Ini tentang cinta, dan
kala Allah sedang membicarakan cinta dan
menyatakan kemesraan, keromantisannya, kehangatannya dan gelora cinta-Nya untuk
dicintaimu, dikasihimu, dikangenimu…siapakah yang kuat, siapakah yang sanggup!
Siapakah yang sanggup mencintai tanpa sebuah kekecewaan yang dapat mematahkan,
meremukan dan menguapkan, sekalipun dikecewakan-sekalipun dihina? Bukankah
dikecewakan Tuhan adalah kosa kata yang kian lazim untuk disenandungkan? Ah..
biarlah kita sekali-kali tak lagi menuturkannya.