Oleh: Martin Simamora
Menguji Pengajaran
Joseph Prince
“Pengakuan
Dosa—Apakah Bagi Orang Percaya?” (2)
Bacalah
lebih dulu bagian1
Tetapi, apa pentingnya bagi
pembaca Alkitab atau pendengar khotbah untuk memperhatikan apa makna “we” yang sebenarnya, dalam bentuk kalimat “if” dan “but if”
yang merupakan kalimat pengandaian yang merujuk pada masa depan. Mengapa begitu
penting bagi Joseph Prince untuk menyatakan bahwa “we” pada bentuk kalimat semacam itu adalah “orang
lain.” Sebetulnya mana kala saya
berbicara atau menulis kepada khalayak
pendengar atau pembaca dengan gaya bahasa “ Jika kita mengaku sebagai bangsa Indonesia, namun
kita berkhianat kepada negara dengan
menjual rahasia negara, maka kita sedang berdusta dan bukan
warga negara yang baik sama sekali.” Apakah saya sedang membicarakan “orang
lain,” ketika menggunakan “kita” kala mengkomunikasikan sebuah gagasan kepada audien saya? Bukan, saya sedang
membicarakan sebuah hal yang bisa saja terjadi di masa yang mendatang walau
bisa saja tidak terjadi sama sekali. Namun bagi Prince, “kita” bukan menunjuk
pada “saya” dan “pendengar atau penerima” pesan saya, tetapi sama sekali “orang lain” yang tidak terdapat dalam interaksi komunikasi yang sedang dibangun. Dia
juga secara tak langsung sedang memastikan sebuah peristiwa yang pasti terjadi
dan sekarang ini. Jika mengikut pola pikir Prince, bahwa alamat tujuan surat
tersebut bukan pada jemaat, maka sebetulnya
oleh nas yang sama, pola berpikir
Prince segera tersanggah telak :


